Kepemimpinan profetik sangat layak disematkan pada Nabi Ibrahim. Hal ini disebabkan adanya prinsip keteladanan sehingga kepemimpinannya menjadi perbincangan manusia hingga berabad-abad. Konsistensi dalam menjalankan aturan yang telah diikrarkan menjadikan kepemimpinannya kokoh sehingga menjadi percontohan sekaligus pola kepemimpinan masyarakat selanjutnya. Konsistensi dalam menjalankan aturan itu berakar pada ketaatan yang tulus-ikhlas kepada Sang Pencipta. Oleh karena Nabi Ibrahim layak dijadikan rujukan bagi kepemimpinan yang sempurna, karena memperhatikan dimensi ilahiyah dan insaniyah. Potret kepemimpinan seperti inilah yang layak dijadikan rujukan oleh masyarakat Indonesia yang saat ini sedang dalam duka atas kepemimpinan rezim yang tidak sedang baik-baik saja. Hal inilah yang melahirkan berbagai hujatan dan umpatan di hampir seluruh Indonesia dalam berbagai demonstrasi, talkshow, maupun perbincangan di berbagai media sosial.
Kepemimpinan Profetik
Kepemimpinan yang kokoh dan langgeng tidak mungkin muncul kecuali memperhatikan dimensi ilahyah sekaligus insaniyah. Dimensi ilahiyah ketika mengokohkan dengan menyandarkan diri pada Allah. Dimensi insaniyah ketika memegang teguh atas etika yang telah disepakati bersama. Hal inilah yang mendegradasi nilai dan norma kemanusiaan, sehingga tidak ada penindasan di antara warga masyarakatnya. Allah menyematkan kepemimpinan yang sempurna pada Nabi Ibrahim. Dengan kata lain, kepemimpinan profetik mengantarkan pada masyarakat yang bebas dari kedzaliman. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhan-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata, “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah : 124)
Praktek kepemimpinan profetik yang jauh dari kedzaliman ini berwujud, di antaranya : Pertama, kepemimpinan yang senantiasa bekerja untuk kebaikan negerinya. Nabi Ibrahim senantiasa mendoakan kebaikan bagi negerinya. Dengan mendoakan kebaikan bagi negerinya ini maka tercipta keamanan yang membuka pintu-pintu rejeki bagi penduduknya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhan-ku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian”. Allah berfirman, “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al-Baqarah :126)
Kedua, tidak membanggakan diri atas amalannya. Nabi Ibrahim merupakan sosok pemimpin yang bekerja secara maksimal dan jujur. Tulus Ikhlas dalam setiap yang dikerjakannya. Ketika diperintahkan untuk membangun Ka’bah, maka Nabi Ibrahim bekerja maksimal dengan mengajak puteranya, Ismail. Setelah bekerja maksimal tanpa berharap pujian manusia, maka Nabi Ibrahim pun merendahkan diri berdoa agar amalannya diterima sebagai kebaikan. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah :127)
Ketiga, berdoa lahirnya generasi terbaik. Dalam kepemimpinan Nabi Ibrahim sangat mengedepankan lahirnya generasi yang akan melanjutkan kepemimpinannya. Beliau senantiasa berdoa lahirnya utusan yang akan meneruskan kepemimpinannya untuk masa yang jauh. Nabi Muhammad merupakan manusia terbaik yang lahir karena doa yang dipanjatkan oleh bapaknya Nabi Ismail ini. Allah mengabadikan doa Nabi Ibrahim ini sebagaiamana firman-Nya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab (Al-Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah :129)
Nabi Muhammad merupakan sosok Nabi terbaik dan mulia yang lahir karena doa Nabi Ibrahim. Hal ini diakui oleh Nabi Muhammad sendiri dengan sabdanya : “Aku adalah doa Nabi Ibrahim.” (Hadits). Artinya, kemunculan Nabi Muhammad sebagai utusan yang terbaik karena berkat doa Nabi Ibrahim.
Keempat, mewasiatkan berpegang teguh pada agama Islam. Nabi Ibrahim dikenal sebagai “Bapak Tauhid.” Hal ini disebabkan keteladanannya dalam berpegang pada tauhid. Nabi Ibrahim merupakan contoh yang berani menegakkan nilai tauhid sendirian di Tengah masyarakatnya yang menyembah berhala. Bahkan secara sendirian berani menghancurkan berhala-berhala dalam rangka menyadarkan kaumnya yang menyembahnya. Hingga kaumnya marah dan membakarnya, namun Allah menolongnya hingga api menjadi dingin dan menyelamatkan fisiknya.
Nabi Ibrahim pun berani mempertahankan argumentasi di depan raja Namrud yang mengaku dirinya sebagai tuhan. Ketika mengaku tuhan yang bisa menghidupkan dan mematikan, maka Nabi Ibrahim memintanya untuk menerbitkan matahari dari barat. Maka raja itu bungkam dan tak bisa membantahnya.
Dua prestasi besar ini merupakan beberapa contoh perjuangan Nabi Ibrahim untuk mengajak kaumnya masuk ke dalam agamanya dan menyerahkan hatinya pada Allah. Perjuangan untuk memasukkan Islam kepada kaumnya, serta mempertahankannya hingga akhir kematian, diabadikan Allah sebagaiamana firman-Nya : “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qūb (Ibrahim berkata), “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah :132)
Itulah beberapa kepemimpinan profetik Nabi Ibrahim, sehingga kepemimpinannya dinyatakan sempurna dan layak dijadikan rujukan bagi kepempinan mana pun. Kepemimpinan yang senantiasa bekerja untuk kebaikan negerinya, tidak membanggakan diri atas amalannya, berdoa lahirnya generasi terbaik, dan mewasiatkan berpegang teguh pada agama Islam, merupakan indikator kepemimpinan bisa dikapitalisasi untuk memimpin Indonesia yang saat ini rakyat telah hilang kepercayaannya pada rezim yang berkuasa saat ini.
Mereka merasa kepemimpinan saat ini tidak bekerja untuk kebaikan negerinya, tetapi justru merusaknya dengan mengedepankan keluarganya. Bahkan pemimpinan saat ini selalu membangga-banggakan diri atas berbagai prestasi buruknya. Dalam kepemimpinannya tidak melahirkan generasi terbaik, tetapi justru menyingkirkannya dan mewariskan generasi buruk sehingga banyak berbagai hujatan dan umpatan dimana-mana. Mirisnya, kepemimpinan rezim ini bukannya menyatukan warga mayoritas, tetapi justru menceraiberaikan umat Islam sebagai penduduk mayoritas negeri ini.
Berbagai kekecewaan dan kekhawatiran telah menjadi ancaman bagi warga masyarakat karena melihat berbagai ketidakpastian atas kepemimpinan yang saat ini terpilih. Terlebih lagi, perilaku elite yang memimpin negara ini semakin menambah pesimisme masyarakat karena kebanyakan di antara mereka di dalam sandera karena dinilai terlibat dalam berbagai kasus hukum.
[Dr. Slamet Muliono Redjosari; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat]