Berita

LP2M Report, Rabu, 23 Oktober 2024.

Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya terus melakukan upaya demi mencegah perkawinan anak. Bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Jawa Timur dan Puspa Gayatri Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur, PSGA LP2M UINSA Surabaya menggelar Kampanye Stop Perkawinan Anak.

Kampanye Stop Perkawinan Anak dilaksanakan di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya, salah satu lembaga yang dinobatkan sebagai pesantren ramah anak. Kegiatan berlangsung pada Senin, 21 Oktober 2024. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Koordinator PSGA LP2M UINSA Surabaya, anggota PSGA LP2M UINSA Surabaya, beberapa pengajar Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim, serta para santri yang antusias mengikuti Kampanye Stop Perkawinan Anak.


Narasumber dalam kegiatan ini ialah Hotimah Novatasari, S. Hum., M. Ag., seorang dosen di UINSA Surabaya yang membahas komperehensif mengenai perkawinan anak, penyebab dan dampak perkawinan anak, hingga cara mencegah perkawinan anak.


Koordinator PSGA LP2M UINSA Surabaya, Dr. Lilik Huriyah, M. Pd. I, menjelaskan, Kampanye Stop Perkawinan Anak di lingkungan pondok pesantren merupakan sebuah program yang penting untuk dilaksanakan. “Pondok pesantren seringkali menjadi input terjadinya perkawinan anak. Apalagi didukung oleh budaya setempat dengan alasan mencegah perzinahan, faktor ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Melalui Kampanye Stop Perkawinan Anak ini, diharapkan para santri berkomitmen untuk menghindari perkawinan sebelum usianya mencapai sembilan belas tahun. Sehingga hak-hak mereka sebagai anak dapat terpenuhi secara maksimal,”

Sementara itu, Fitria Tahta, salah satu pengajar di Pondok Pesantren Alif Laam Miim menyampaikan apresiasinya penyelenggaraan kampanye ini, yang dinilai bermanfaat bagi para santri.
“Saya menilai bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat bagi para santri dan perlu diapresiasi, karena materi mengenai Stop Perkawinan Anak dijelaskan secara tuntas oleh ahlinya. Sehingga para santri sepakat untuk mencegah dan mengindari perkawinan anak,” ujar Ustadzah Tahta.

Terakhir, dilakukan foto bersama serta pengambilan video slogan “Ojo kawin sek, rek” oleh seluruh peserta, dan narasumber, sebagai simbol keseriusan dalam mencegah perkawinan anak. Dengan sinergi antara pemerintah dan lembaga pendidikan, diharapkan upaya penurunan angka perkawinan anak ini dapat tercapai secara lebih cepat dan efektif. (Laili)