Berita

UINSA Newsroom, Rabu (08/05/2024); Keterkaitan dunia industri dan penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam peningkatkan mutu Pendidikan Tinggi. Perubahan dunia industri yang cepat terkadang tidak dibarengi dengan kesiapan calon sarjana dalam menghadapi dunia kerja. Oleh karena itu, sinkronisasi kurikulum dan pembelajaran di perguruan tinggi yang diselaraskan dengan kebutuhan industri dapat menjadi jembatan untuk mempersempit ketimpangan tersebut.

Delegasi UIN Sunan Ampel yang terdiri dari Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Dr. A. Saepul Hamdani, M.Pd.; Kaprodi Teknik Lingkungan, Shinfi Wazna Auvaria, M.T.; dan Ketua Jurusan Sains, Asri Sawiji, M.T., menghadiri Forum ‘US-AID HEPI Community Practice: Industry Advisory Boards and Women In STEM.’

Dalam kesempatan ini, Virdiansyah Permana, Ph.D, CEM, CMVP selaku Senior Consultant – Digital Transformation Catalyst Rockwell Automation (Southeast Asia) mengatakan, bahwa lulusan S1 bidang Teknik di Indonesia masih belum banyak memahami keseluruhan bisnis proses pada dunia Industri tetapi pintar dalam menyelesaikan permasalahan teknis/engineering.

Untuk menghadapi gap tersebut, lanjutnya, kriteria pada akreditasi internasional seperti ABET (Accreditation Board of Engineering and Technology) mensyaratkan adanya Industry Advisory Board (IAB) untuk memberi masukan pada fakultas/program studi dalam pengembangan kurikulum. IAB pada umumnya terdiri dari dunia industri, pemerintah, asosiasi profesi, alumni, dosen/akademisi yang akan memberikan masukan kurikulum pembelajaran.

Dekan FST UINSA mengatakan, bahwa Fakultas Sains dan Teknologi sedang berbenah untuk selalu melibatkan Industri seperti pada kegiatan pembelajaran. Ia menambahkan, bahwa pada tanggal 15-17 Mei 2024, terdapat 31 dosen FST yang akan mengikuti sertifikasi kompetensi dari Kementerian PU. “Hal ini akan menjadi awal yang baik untuk mendekatkan jarak dengan industri,” tegasnya.

Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri tersebut memerlukan perencanaan, monitoring, dan evaluasi yang komprehensif sesuai capaian pembelajaran lulusan yang telah ditetapkan. Pada Workshop International Accreditation Preparedness Training (IAPT) yang diselenggarakan pada 6-7 Mei 2024 di Universitas Bina Nusantara, Jack Rutherford dari Arizona State University, USA selaku narasumber mengatakan, bahwa akreditasi ABET lebih menekankan pada kompetensi yang didapatkan mahasiswa dan bagaimana monitoring evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

Asri Sawiji, Ketua Jurusan Sains menambahkan, bahwa adaptasi kebutuhan dunia industri dan dunia usaha akan berdampak pada berubahnya kurikulum program studi. Hal ini memerlukan adanya komitmen dari seluruh civitas akademika UINSA untuk bekerjasama menciptakan budaya mutu yang unggul.

Shinfi Wazna Auvaria, Ketua Program Studi Teknik Lingkungan juga menambahkan, bahwa Program Studi Teknik Lingkungan yang telah terakreditasi Unggul LAM Teknik Tahun 2023, telah menetapkan profil profesional mandiri dengan student outcome sesuai kriteria minimum dari ABET dan IABEE dengan ke khasan UIN Sunan Ampel, sebagai persiapan untuk menuju rekognisi Akreditasi Internasional. “Harapan kami, prodi akan mampu menjembatani kompetensi mahasiswa yang relevan dengan kebutuhan Industri dan bidang kerja lain,” tukasnya.

Reportase: FST UINSA
Redaktur: Nur Hayati
Desain Foto: MN Cahaya