Istilah “cybernetics” belum banyak dikenal dan dipelajari oleh para akademisi, mahasiswa, kecuali yang mahasiswa di prodi Teknolgi atau studi media dan Studi informasi dan Komunikasi. Itupun juga tidak semua prodi tersebut mempelajarinya dalam suatu mata kuliah. Banyak civitas akademika belum mengenal dan mempelajarinya, padahal ilmu ini telah muncul sejak era Yunani. Bahkan disiplin ini telah banyak disalahpahami secara luas, mungkin karena dua alasan utama.
Pertama, identitas dan batas pembahasannya sulit dipahami. Sifat konsep dan luasnya penerapannya, menyulitkan non-praktisi untuk membentuk konsep sibernetika yang jelas. Ini berlaku bahkan untuk semua jenis profesional, karena sibernetika tidak pernah menjadi disiplin yang populer dengan sendirinya; sebaliknya, konsep dan sudut pandangnya meresap ke dalam banyak disiplin ilmu lain, mulai dari sosiologi, psikologi hingga metode desain dan pemikiran post-modern.
Kedua, munculnya awalan “cyb” atau “cyber” sebagai referensi untuk robot (“cyborg“) atau Internet (“cyberspace“) semakin mengurangi maknanya, sampai pada titik kebingungan serius bagi semua orang kecuali sejumlah kecil dari para ahli sibernetika. Sebuah studi yang membahas isu isu filsafat mengenai epistemologi dalam bidang sibernetika, seringkali dengan menggunakan representasi pengetahuan komputer dan teknik kecerdasan buatan lainnya. Grounding (bagaimana suatu sistem memasukkan makna ke dalam pemecahan masalahnya), scaffolding (bagaimana suatu sistem menggunakan dunianya sebagai komponen esensial dari pemecahan masalahnya), dan embodiment (bagaimana suatu sistem didefinisikan sebagai bagian dari, dan diintegrasikan ke dalam, suatu lingkungan) merupakan komponen penting dari sibernetika
Perbincangan cybernetics semakin luas sejak memasuki Revolusi Industri 4.0 yang memperkenalkan Cyber-physical System (CPS) sebagai integrasi antara physical system, komputasi, network dan komunikasi. Era Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari CPS menjadi cyber–physical–human systems. Dimana human (manusia) tidak hanya dijadikan obyek (passive element), tetapi berperan aktif sebagai subyek (active player) yang bekerja bersama physical system dalam mencapai tujuan (goal). Jadi interaksi antara mesin (physical system) dan manusia masih tetap diperlukan.
Sibernetika berasal dari bahasa Yunani, “cybernetics” yang berarti “navigator atau seni mengemudi”. Kata ini berkembang menjadi bahasa Latin yang berarti “ gubernur ”. pengorganisasian sistem pemerintahan (negara, partai maupun manajemen organisasi). Sibernetika sebagai proses yang beroperasi di alam telah ada sejak lama semenjak alam itu ada. Sibernetika sebagai sebuah konsep gagasan dalam masyarakat telah ada setidak tidaknya sejak Plato menggunakannya untuk merujuk pada pemerintah .
Term Cybernetics sendiri mulai populer pada tahun 1947 ketika Norbert Wiener menggunakannya untuk menyebut kajian ini selain disiplin ilmu yang mapan seperti teknik elektro, matematika, biologi, neurofisiologi, antropologi, dan psikologi. Wiener, Arturo Rosenblueth, dan Julian Bigelow membutuhkan nama untuk kajian baru mereka dengan mengadaptasi kata Yunani yang berarti “seni mengemudi” untuk membangkitkan interaksi yang kaya dari tujuan, prediksi, tindakan, umpan balik, dan respons dalam semua jenis sistem.
Aplikasi awal dalam pengendalian sistem fisik (membidik artileri, merancang sirkuit listrik, dan manuver robot sederhana) memperjelas peran mendasar dari konsep-konsep ini dalam rekayasa; tetapi relevansinya dengan sistem sosial dan ilmu-ilmu yang lebih lunak juga sudah jelas sejak awal. Di zaman modern, istilah ini menjadi luas karena Norbet Wiener menulis sebuah buku berjudul “Cybernetics” pada tahun 1948. Sub-judulnya adalah. “control and communication in the animal and machine”. Dia ingin menekankan adanya sifat yang tidak relevan terhadap materi percakapan dari komunikator yang terlibat, sehingga ia menambahkan definisi umum sosial “dalam hewan dan mesin.” Awal sibernetika bersifat teknis—misalnya, desain pengontrol otomatis, komputer, sistem telekomunikasi, dan jaringan informasi; perkembangan teoretis jauh melampaui fokus awal ini. (Wiener, 1985: vii-xv; 144-155)
Wiener menyatakan bahwa baik hewan (sistem biologis) dan mesin (sistem non-biologis atau “buatan”) dapat beroperasi sesuai dengan prinsip sibernetik. Ini adalah pengakuan eksplisit bahwa baik sistem yang hidup maupun yang tidak hidup dapat memiliki tujuan . Hal ini penting karena menghubungkan kontrol (tindakan yang diambil dengan harapan mencapai tujuan) dengan komunikasi (koneksi dan arus informasi antara aktor dan lingkungan). Jadi, Wiener menunjukkan bahwa tindakan yang efektif membutuhkan komunikasi. Kemudian, Pask Gordon menawarkan suatu teori percakapan dalam komunikasi baik secara verbal maupun non verbal sebagai interaksi inti dari sistem yang memiliki tujuan.
Norbert Wiener yang menciptakan istilah ‘cybernetics‘ pada awalnya terinspirasi oleh ide-ide modernis tentang kelayakan dan generalisasi, karena ia bermaksud menciptakan kerangka kerja secara universal pada hewan (termasuk manusia) dan mesin. Dengan demikian, sibernetika lebih membahas komunikasi dan kontrol dalam cakupan yang jauh lebih luas sebagai sebuah sistem, daripada disiplin ilmu matematika, teori kuantum, neurofisiologi, psikologi atau linguistik. Selain itu, sebagai kajian transdisipliner sibernetika membuka pembahasan tentang struktur pemodelan sebagai pilihan rasional terutama mengenai teknik mesin.
Cyberneticians percaya bahwa pandangan dunia ‘lama’ ini semakin gagal untuk memahami kompleksitas dunia yang berkembang. Oleh karena itu, mereka menyerukan cara berpikir baru, ‘pandangan dunia baru’ dengan mengalihkan perhatian dari what to how dan dari essence ke doing. Para cybernetician menemukan berbagai konsep yang cukup abstrak untuk menangani setiap perakitan elemen dan untuk memodelkan bagaimana elemen-elemen ini dapat terhubung untuk melakukan sesuatu. Menghadirkan ‘konektivitas’ sebagai ide inti sibernetika. Stafford Beer pernah mengembangkan lima model konektivitas yaitu, mesin, sistem, jaringan, diagram, dan sirkuit listrik. Sebuah mesin adalah sebuah sistem, satu set poin bergabung bersama dalam hubungan tertentu. Oleh karena itu kita dapat mengatur sebagai model jaringan sederhana
Dengan demikian, sibernetika dapat didefinisikan sebagai seperangkat model untuk mengkonseptualisasikan konektivitas, di mana satu model digunakan untuk menjelaskan model lain, menciptakan paradigma untuk menggambarkan realitas: perakitan elemen seperti sistem, jaringan, diagram dan seterusnya. Dengan cara itu, perangkat sibernetika meliputi model grafis (bagan alir, diagram, terutama diagram sirkuit), model material (mesin dan komputer), model konseptual (jaringan, sistem) dan model matematika (matriks).
Dalam sistem yang kompleks, sejumlah putaran timbal balik menghubungkan semua bagian. Putaran timbal balik ini disebut network (jaringan). Konsekuensi logisnya, ada hubungan positif dan negatif. Dalam hubungan positif, variabel-variabel meningkat dan menurun secara bersamaan. Sedang dalam hubungan negatif, variabel-variabel berbanding terbalik, sehingga jika satu meningkat, lainnnya akan menurun. Ide-ide pokok teori sistem, sungguh sangat berkaitan dan konsisten. Semuanya memiliki pengaruh utama pada banyak hal, termasuk komunikasi. Luasnya penerapan sistem dalam lingkungan nyata, fisik, dan sosial sehingga tradisi sibernetika tidaklah monolitik. Inilah yang kemudian membuat perbedaan di antara 4 variasi teori sistem, yaitu: teori sistem dasar (basic system theory), sibernetika (cybernetics), teori sistem umum (general system theory) dan sibernetika tingkat kedua (second order cybernetics).
Empat variasi teori system dalam sibernetika menurut Ashby dipengaruhi oleh teori sistemnya Talcott Parson dengan AGILnya. Karena berkaitan dengan teori system, maka antar system dalam dalam sirkuit ataupun komponen dalam jaringan atau perangkat teknologinya saling berhubung kait dan saling mempengaruhi. Keterkaitan antar komponen, antar jaringan yang berjalan secara pararel dan berkelindan inilah, Paul Pangaro menyebut Cybernetics sebagai Epistemologi terapan, yaitu perangkat teori epistemologis dalam sistem jaringan komputasi, sirkuit, bioteknologi dengan algoritma dan matriks menjadi satu kesatuan yang bersifat interdisipliner. Ini era baru Filsafat yang dikenal dengan Digital Philosophy (tulisan menyusul
(Suhermanto Ja’far; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel)
Referensi
Norbet Wiener, Cybernetics : control and communication in the animal and machine (Cambridge: MIT Press, 1985)
Pask, Gordon, “A Comment, a Case History and a Plan”. In Cybernetic Serendipity, ed, J. Reichardt. Rapp and Carroll, 1970. Reprinted in Cybernetics, Art and Ideas,ed., J. Reichardt. London: Studio Vista, 1971, 76-99.
Pask, Gordon, ” Cybernetics” dalam https://web.archive.org/web/20110928071309/http://www.cybsoc.org/gcyb.htm
Paul Pangaro, “cybernetics” dalam https://www-pangaro-com.translate.goog/definition-cybernetics.html?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=ajax,nv,tc,sc
Schwab, Klaus. 2016. The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum. Cologny/Geneva Switzerland. www. Weforum.org.
Ashby, William Ross, An Introduction to cybernetics, (London: Chapman & Hall. Ltd., 1957), 1-7 (PDF).Chapman & Hall. Retrieved 3 June 2012.
Krippendorff, K. (1984). An Epistemological Foundation for Communication. Journal of Communication 34(3), 21-36. doi: 10.1111/ j.1460-2466.1984.tb02171.x
Krippendorff, K. (1989). Cybernetics. In E. Barnouw, G. Gerbner, W. Schramm, T. L. Worth, & L. Gross (Eds.), International encyclopedia of communications (Vol. 1, pp. 443-446). New York, NY: Oxford University Press. Retrieved from http://repository.upenn.edu/asc_papers/Gordon, Conversation Theory. New York: Elsevier Scientific, 1976. https://web.archive.org/web/*/%E2%80%A2Pask,%20Gordon,%20Conversation%20Theory.%20New%20York:%20Elsevier%20Scientific,%201976
August V. “Network concepts in social theory: Foucault and cybernetics”. European Journal of Social Theory. February 2021. doi:10.1177/1368431021991046
Yolles, Maurice. “Metacybernetics”, systems9020034 (2021)
Dupuy, J. P. (2000). The mechanization of the mind: On the origins of cognitive science. (Princeton University Press, 211)