Column UINSA

Abdul Chalik

Guru Besar dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya

Kedatangan rombongan mahasiswa dari Universiti Malaya Malaysia (UM) ke FISIP pada tanggal 6-8 Januari 2025 bukan hanya membawa berkah tetapi sebagai arena belajar bagi mahasiswa dan tim menejemen FISIP. Ada 18 mahasiswa dan tiga pendamping salah satunya Ketua Program Studi Kajian Politik Islam. Hari pertama dan kedua mereka mengunjungi pesantren dan beberapa tempat di Surabaya bahkan juga Gubernur terpilih Ibu Khofifah Indar Parawansa. Pada hari ketiga secara penuh berkegiatan di kampus FISIP UINSA Gunung Anyar.

UM merupakan salah satu kampus terbaik di dunia dengan masuk rengking 60 berdasarkan WUR (World University Rangking).  Di tingkat ASEAN masuk no. 3, sementara di Malaysia hampir selalu berada di urutan No. 1. Bagi kami di FISIP, kehadiran mereka bagaikan durian runtuh. Kami bisa menikmati secara gratis durian itu untuk mendengar dan belajar langsung pada mereka. Bertatap muka dan dan bertanya tentang banyak hal pada mereka. Sebab posisi UINSA jauh bahkan sangat jauh dari mereka. Dari sisi pemeringkatan kami bukan apa-apa bahkan saat ini kami sedang berjuang agar masuk pemeringkatan WUR.

Entah pikiran apa yang terbersit dalam benak mereka sehingga mau berkunjung ke FISIP dalam rombongan besar. Mereka berseminar dan berkegiatan bersama bahkan ada forum sharing gagasan. Sesuatu yang jarang ditemui di Indonesia, misalnya kampus ternama yang masuk top ten rank mau bersilaturahmi dalam rombongan besar ke kampus yang jauh berada di bawahnya. Tetapi itulah UM. Masih mau berbagi dengan kampus lain atau juga menimba pengalaman dari kampus lain dengan tidak mengurangi posisi dan kehormatannya sebagai kampus top dunia. Ilmu dan pengalaman bisa didapatkan dari tempat manapun. Bisa jadi ilmu dan pengalaman itu bisa diperoleh dari ruang sempit yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Kata-kata dalam sambutan Dr. Raja Hisyamuddin bin Raja Sulong menggambarkan tentang cara pandang mereka yang begitu luas tentang keilmuan. Mereka berkeyakinan bahwa inspirasi datang dari tempat manapun termasuk dari FISIP UINSA yang ia akan pergunakan untuk mengembangkan kampusnya lebih baik baik lagi. Gagasan besar katanya, biasanya lahir dari banyak pengalaman dan perjalanan. Perjalanan merupakan bekal mahal dari dirinya dan mahasiswa UM dalam menetap masa depan.

Acara di FISIP sepanjang hari sangat padat. Dari pagi hingga siang ada kegiatan rountable international seminar dengan tema “Global perpectives on good governance;lesson learned and best prantices fro Malaysia and Indonesia“. Dua nara sumber dari dua negara memberikan perspektifnya yakni Dr. Raja Hisyamuddin bin Raja Sulong dan Dr. HM Ilyas Rolis, M. Si. Setelah makan siang dilanjut dengan sharing session mahasiswa antar dua negara. Dua mahasiswa FISIP yakni M. Akbar Juliansyah dan Sanaullah Barburi tampil sebagai pembicara dengan mengangkat isu tentang educational systems Malaysia and Indoensia. Dua mahasiswa kelas Internasional Prodi Hubungan Internasional ini merupakan mahasiswa berprestasi yang sering berkompetisi di ajang internasional.  Sementara dari mahasiswa UM diwakili oleh ketua dan sekretaris BEM UM yang juga berbicara tentang pengalaman sebagai mahasiswa dalam mengelola organisasi dan ilmu pengetahuan.

Sejak awal awal pembukaan, MC atau pembaca acara sudah menggunakan bahasa Inggris karena acara seminar internasional dan dihadiri masyarakat internasional. Begitu pula saat sambutan, Dekan FISIP juga dicampur antara Inggris dan bahasa. Sesekali menggunakan bahasa Inggris digandeng dengan bahasa. Namun perwakilan UM memberikan sambutan secara penuh menggunakan bahasa Melayu.

Tibalah acara seminar dengan moderator Fathoni Hakim memulai dengan bahasa Inggris. “Ladies and gentlemen I would like to introduce our distinguished speakers….”, katanya dengan bahasa yang fasih. Pembicara pertama dari UM yakni Dr. Raja Hisyamuddin bin Raja Sulong. Ia memulai dengan bahasa Melayu bukan bahasa Inggris yang sesuai dengan prediksi kami. Bahkan ia memulai dengan pengantar dengan membaca al-Qur’an dan Hadis sebagaimana orang berceramah. Selanjutnya mempresentasikan materi menggunakan bahasa Melayu, namun memakai PPT bahasa Inggris.

Di sesi kedua siang hari pertemuan khusus mahasiswa atau sharing session. Dua moderator mahasiswa memulainya dengan bahasa Inggris. Mereka memperkenalkan isu yang akan dibahas serta nara sumber dari dua kampus. Sesi awal dimulai dari tuan rumah FISIP. Dua mahasiswa FISIP yakni Akbar dan Barburi berdiri dan mempresentasikan papernya. Keduanya juga menggunakan bahasa Inggris. Bagi Barburi cukup dimaklumi karena ia mahasiswa internasional dari Afghanistan. Lalu sesi dilanjutkan dengan presentasi dua mahasiswa UM. Lagi-lagi mereka tidak menggunakan Inggris tetapi bahasa Melayu. Begitu pula saat tanya jawab.

Dengan demikian, apakah mereka tidak bisa berbahasa Inggris? Bukan, sama sekali bukan. Masyarakat Malaysia memiliki tradisi bahasa Inggris cukup kuat Dan menjadi bahasa kedua mereka. Apalagi di kalangan masyarakat kampus. Dr Raja Hisyamuddin lulusan dari kampus bergengsi di Inggris, begitu pula ia memegang titel dua magister dari kampus ternama. Namun di forum tertentu, mereka lebih bangga berbahasa Melayu, lebih-lebih ketika berbicara dengan masyarakat Indonesia yang memiliki kedekatan budaya.

Begitu pula dalam berpakaian. Di acara resmi menggunakan seragam resmi UM sama seperti seragam mahasiswa warna merah. Saya sempat kaget karena tidak seperti dalam acara-acara sebelumnya. Pagi-pagi saya memberitahu Pak Ilyas agar menggunakan baju full dress. Karena berangkat dari pengalaman tahun lalu ketika ada rombongan dari UPNM Malaysia, dosen dan mahasiswa memakai full dress. Namun tidak dinyana, ternyata rombongan UM memakai baju seragam kampus yang agak casual. Akhirnya hanya saya dan para Wadek yang pakai baju lengkap berdasi.

Kami mendapatkan pelajaran kesederhanaan dari kampus top dunia yang selalu menjadi rujukan di ASEAN bahkan Asia. Menjadi lembaga yang kuat, besar dan populer tidak serta-merta mengenyampingkan budaya yang selama ini dipegang teguh. Kesederhanaan dalam pergaulan bukan berarti menggambarkan tentang kualitas dan sama sekali tidak mengurangi kehormatan suatu lembaga. Prinsip-prinsip umum yang dipakai dalam masyarakat terpelajar bukan hanya kulit yang tampak mewah di permukaan melainkan cara pandang tentang dunia (world view) yang dipraktikkan dalam kehidupan keseharian seperti kebersihan, kedisiplinan dan prilaku tertib.

Tentu saja kami berterima kasih atas pelajaran penting ini. Kami semua merasakan dan mengambil hikmah.