Dr. Slamet Muliono Redjosari
Tauhid yang tipis atau lemah menumbuhkan mental inlander. Hal ini membuat spirit perjuangan lumpuh saat diperintah untuk menghadapi musuh. Padahal perintah itu datang dari Allah, Sang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Bagi Allah, mudah sekali menundukkan dan melemahkan siapa pun yang dikehendaki. Bani Israil merupakan contoh yang layak disajikan sebagai bangsa yang lemah tauhidnya sehingga tak memiliki spirit perjuangan ketika diperintahkan menjalankan sesuatu. Padahal mereka didampingi Nabi yang mulia, dan pernah beberapa kali terbukti berkontribusi membebaskan mereka dari berbagai kesulitan. Mental inferior dalam tauhid inilah yang menggejala pada umat Islam ketika menghdapi perintah Allah.
Mental Inlander
Bani Israil merupakan bangsa pilihan. Mereka memperoleh berbagai kenikmatan besar namun mental inlander menghantui sehingga selalu menolak perintah. Berbagai alasan pun selalu mereka usulkan, padahal alas an itu sulit diterima akal sehat. Dikatakan tak masuk akal karena sejarah telah membuktikan bahwa Bani Israil didampingi Nabi yang amat mulia, dan bebeberapa mukjizatnya disaksikan secara langsung.
Salah satu contoh kenikmatan yang mereka saksikan, Allah memberi makanan (Manna dan Salwa) dengan mudah, mereka mendapatkannya tanpa berletih-letih dalam memperolehnya. Allah juga melindungi mereka dari panas dengan mendatangkan awan, mata air yang cukup untuk masing-masing suku juga mereka saksikan. Allah membebaskannya dari perbudakan yang dilakukan Firaun. Bahkan Firaun beserta tentaranya yang kejam dan bengis berhasil ditenggelamkan Allah dan mereka melihat secara langsung. Namun ketika diperintah perang untuk melawan musuh, Bani Israil tak memiliki keberanian. Mereka justru memilih membangkang dari perintah-Nya. Al-Qur’an mengabadikan hal itu, sebagaimana firman-Nya :
قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدٗا مَّا دَامُواْ فِيهَا فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ
Mereka berkata, “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhan-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (QS. Al-Mā’idah : 24)
Bukankah Firaun sangat kuat dan sangat kejam, namun bisa tewas tanpa mereka melakukan apapun. Mereka didampingi Nabi Musa yang melihat secara langsung pertolongan Allah atas berbagai musibah yang menimpa Fir’aun. Musibah kemarau panjang, kutu, belalang, katak, dan darah yang menimpa Fir’aun bisa hilang ketika Nabi Musa meminta kepada Allah untuk menghilangkannya.
Namun ketika diperintah untuk memasuki suatu negeri untuk melawan musuh, Bani Israil menolak dengan alasan musuhnya lebih kuat dan kejam. Nabi Musa pun mengingatkan untuk berbagai pertolongan Allah yang pernah datang sebelumnya. Disini, Nabi Musa mengingatkan nikmat-nikmat besar dan teragung sebagaimana firman-Nya :
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ يَٰقَوۡمِ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ جَعَلَ فِيكُمۡ أَنۢبِيَآءَ وَجَعَلَكُم مُّلُوكٗا وَءَاتَىٰكُم مَّا لَمۡ يُؤۡتِ أَحَدٗا مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain. (QS. Al-Mā’idah :20)
Warisan Buruk
Dasar mental inlander telah menghantui, sementara ada jaminan kemenangan, mereka tetap tak bersemangat menjalankan perintah-Nya. Masa perbudakan era Fir’aun yang begitu lama telah mereka jalani, sehingga Bani Israil memilih untuk menolak perintah berperang. Mereka justru memerintah Nabi Musa dan Tuhannya untuk pergi berperang melawan musuh sembari mereka duduk-duduk menunggu kemenangan. Hal. ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana termaktub dalam firman-Nya?
قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدٗا مَّا دَامُواْ فِيهَا فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُون
Mereka berkata, “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhan-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (QS. Al-Mā’idah :24)
Berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid telah lepas sehingga Bani Israil mengalami mental inferior ketika diperintah untuk berperang melawan musuh. Hati mereka tak bergantung pada Sang Pemberi kenikmatan. Hati mereka tertutup dari melihat berbagai karunia dan Rahmat yang datang dari Sang Penguasa langit.
Mental inlander ini terlihat pada kaum muslimin yang tidak memiliki keberdayaan dalam menegakkan nilai-nilai Islam. Melihat kemunkaran, para elite muslim yang sedang berkuasa tak mampu bertindak apa-apa. Korupsi yang merajalela, judi online yang menjangkit di berbagai level sosial, suap yang menjadi nafas dalam peradilan, jual beli jabatan, dan berbagai kejahatan lain yang terbuka, namun elite muslim tidak berani bertindak. Mental inferior telah melanda negeri ini. Apakah hal ini merupakan warisan dari Bani Israil yang tkut mati dan cinta dunia ?
Yang jelas, ketika nilai-nilai tauhid sudah melemah, maka keberadaan Allah seolah dikesampingkan. Padahal ketika menjalankan perintah Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah pasti akan menolong untuk menyingkirkan berbagai kesulitan. Apa yang dijalankan oleh para Nabi dan Rasul merupakan teladan, dimana pertolongan Allah senantiasa hadir dan menolong mereka di saat menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan.
Surabaya, 11 Nopember 2024