Berita

Resensi Buku

Judul                           : Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial

Penulis                         : Miski

Penerbit                       : Maknawi

Kota Terbit                  : Malang

Tahun Terbit               : 2023

Genre                          : Metodologi Penelitian

Jumlah Halaman         : 215 halaman

Secara garis besar, buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial” ini dapat menjawab pertanyaan, bagaimana tips dan trik meneliti Al-Qur’an dan hadis dalam ruang digital? Media sosial di sini menjadi sarana untuk mencapai tujuan penelitian.

Buku ini tersusun atas lima bagian dengan dilengkapi fitur pendukung seperti komik, tabel, dan chart (mind map) yang berfungsi sebagai penghibur serta mempermudah pembaca dalam mengonsumsi bacaannya. Inilah sisi unik dari buku ini yang telah disampaikan oleh penulis, Miski, di bagian pengantar. Pada bagian ini juga dipaparkan mengenai alasan penulisan buku.

Disebutkan bahwa sudah lima tahun, Miski yang menjabat sebagai dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menjadi pengampu mata kuliah metodologi penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Namun, ia belum melihat ada buku yang dapat dijadikan pedoman sesuai kebutuhan terkini yakni kaitannya dengan media sosial. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melahirkan buku yang diimpikannya demi kemaslahatan para calon peneliti, khususnya peneliti Al-Qur’an dan Hadis dalam ruang media sosial.

Disebutkan pula bahwa buku ini merupakan kumpulan dari beberapa sumber yang berasal dari pengalamannya ketika mengampu mata kuliah terkait. Lebih dari itu, workshop kepenulisan yang diikutinya juga menjadi sumber dalam penulisan buku ini.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, buku ini tersusun atas lima bagian. Pada bagian awal menerangkan tentang pentingnya meneliti media sosial. Kita sebagai generasi milenial tidaklah asing dengan istilah stalking atau scroll up. Hal ini yang kerap dilakukan dalam keseharian kita.

Tanpa disadari, apa yang di-stalking atau di-scrolling tidaklah berfaedah. Dengan adanya upaya penelitian ini dapat menjadikan media sosial bukan hanya sebagai media hiburan saja, melainkan juga sebagai sarana belajar agama yang tentunya merujuk pada tafsir Al-Qur’an atau syarah hadis.

Dengan demikian, pada bagian ini terlihat konkret bahwa keberadaan Al-Quran dan hadis berimplikasi besar terhadap media sosial. Selanjutnya, pada bagian kedua memaparkan tentang bagaimana melakukan pra penelitian. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara mencari ide penelitian dan memahami aturan main dalam penelitian media sosial.

Tabel 3P. (Sumber: buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial”.)

Agar memudahkan calon peneliti dalam menemukan ide, penulis menyuguhkan sebuah pola yang memuat tiga sumber penelitian. Ketiga sumber tersebut diistilahkan dengan 3P, yakni place (tempat), person (orang), paper (tulisan).

Komik cari ide penelitian. (Sumber: buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial”.)

Selain itu, penulis juga menyajikan sebuah komik sebagai ilustrasi calon peneliti dalam mencari ide. Hal ini yang dapat membuat pembaca merasa terhibur dan tidak boring ketika membaca buku ini.

Untuk aturan main dalam penelitian media sosial dapat dipahami melalui data yang berupa postingan, komentar, atau percakapan di media sosial. Data tersebut bisa dijadikan data penelitian apabila dapat diakses publik atau umum. Jika disetting terbatas, maka sebaliknya tidak bisa dijadikan data penelitian.

Berikutnya, pada bagian ketiga dari buku ini menjelaskan tentang langkah awal penelitian. Kegiatan memetakan obyek penelitian menjadi hal pertama yang dilakukan oleh calon peneliti.

Tabel pemetaan obyek penelitian I.
(Sumber: buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial”.)

Pada tabel di atas dijelaskan bahwa obyek penelitian Al-Qur’an dan hadis di media sosial dipetakan ke dalam dua kategori.

Pertama, dokumen yang meliputi situs Al-Qur’an atau Hadis, aplikasi Al-Qur’an atau Hadis, tafsir Al-Qur’an atau syarah hadis berbentuk visual, dan tafsir Al-Qur’an atau syarah Hadis berbentuk audiovisual.

 

Gambar meme hadis visual. (Sumber: buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial”.)

Kedua, fenomena yang meliputi jaringan antar pengguna, motivasi, kepentingan, dan konteks sosial secara umum.

Tabel pemetaan obyek penelitian II.
(Sumber: buku “Seni Meneliti Al-Qur’an dan Hadis di Media Sosial”.)

Di samping itu, postingan atau komentar di media sosial juga dapat menjadi obyek penelitian. Terlihat pada tabel di atas menggambarkan tentang dua kategori dari postingan atau komentar.

Kedua kategori tersebut adalah individu dan komunitas. Kategori individu terdiri atas ustaz, artis, influencer, dan sebagainya. Sementara dari kategori komunitas terdiri atas lembaga keilmuan seperti Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA), organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, serta kelompok keagamaan seperti gerakan pemuda Islam, dan lain sebagainya.

Selanjutnya pada bagian keempat dan kelima dari buku ini berisi tentang bagaimana caranya mendesain artikel ilmiah yang baik dan benar. Tentunya melewati banyak tahapan untuk menempuhnya.

Tahapan tersebut diawali dengan memahami gaya penulisan artikel, memoles judul dan memahami abstrak, memperhatikan pendahuluan, mendesain metode, mendesain hasil, dan mendesain pembahasan dan simpulan.

Adapun tahapan yang terakhir adalah memastikan kembali desain artikel ilmiah kita dengan cara menelaah ulang template jurnal dan memeriksa tulisan guna membenahi kesalahan dalam kepenulisan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah editor dari jurnal yang akan dituju dalam mereview artikel kita.

Di bagian akhir buku, terdapat lampiran yang menyajikan beberapa sampel penelitian Al-Qur’an dan Hadis di media sosial yang dikemas secara sistematis dan praktis. Sehingga calon peneliti sudah memiliki gambaran ketika akan melakukan penelitian.

Pada penghujung artikel ini, ditampilkan pernyataan dari Pak Miski yang menginspirasi bagi kita sebagai calon peneliti. “Tulisan yang baik berawal dari bacaan yang baik dan itu dapat dilakukan apabila memiliki pikiran yang baik pula,” tuturnya. (Nadya Sa’adatur RohmahMahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)