Berita

Senin, 07 Juli 2025, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya kembali menggelar ujian terbuka dengan promovendus, R. Kholisol Muhlis. Ia berhasil mempertahankan ujian disertasinya di depan dewan penguji. Disertasi dengan judul Model Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Madura (Studi Multi Situs di Pondok Pesantren Almadinah Gading Sumenep, LPI Maktuba al-Majidiyah Plakpak Pamekasan dan Pondok Pesantren Darussalam Puncak Palengan Pamekasan) ini diketuai oleh Prof. Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M. Ag, Dr. Abdur Rohman, M. Ud sebagai sekretaris penguji, Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M. Ag sebagai promotor,  Prof. Dr. Abd Rachman Assegaf, M. Ag sebagai co-promotor, Prof. Dr. Yusuf Hanafi, M. Fil. I sebagai penguji eksternal, Prof. Dr. H. Muhammad Kurjum, M. Ag sebagai penguji internal dan Dr. Iksan, M. Pd. I juga sebagai penguji internal.

Ujian diawali oleh Promotor, Prof. Dr. Abd Rachman Assegaf, M. Ag yang mempromosikan hasil riset prmovendus, bahwa disertasi R. Kholisol Muhlis ini menarik, aktual dan istimewa di lingkungan Jawa Timur, khususnya di Madura. Sebab, jika menggunakan metode klasik, santri membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar membaca kitab kuning. Namun dengan menggunakan metode akselerasi seperti yang diteliti di dalam disertasi ini, hasilnya bisa lebih cepat, yaitu dua puluh hari atau maksimal tiga bulan. Sedangkan dengan metode klasik butuh waktu bertahun-tahun. Promotor berharap bahwa hasil riset ini dapat dijadikan acuan bagi pesantren-pesantren yang lain karena kecepatan hasilnya.

Penguji kedua didatangkan langsung dari Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. H. Yusuf Hanafi, M. Fil. I, ia menanyakan bahwa, ‘Apa ukurannya santri dikatakan mampu membaca kitab kuning?’ dalam hal ini Promovendus menjawab dengan tegas bahwa ukurannya adalah durasi. Jika menggunakan metode klasik membutuhkan waktu tahunan. Sedangkan dengan metode akselerasi hanya harian. Lalu Prof. Yusuf menambahkan bahwa ‘Apakah akselerasi ini hanya kemampuan membaca, atau beserta maknanya?’ dalam hal ini dengan jujur Promovendus menjawab bahwa ‘hanya kemampuan membaca, tidak disertai maknanya’. Setelah itu masih ada beberapa pertanyaan yang dilayangkan oleh Prof. Yusuf, namun Promovendus mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan baik dengan argumentasi akademik yang memuaskan parap dewan penguji.

Penguji ketiga kali ini dilakukan oleh Prof. Dr. H. Muhammad Kurjum, M. Ag, dengan tanpa basa basi ia menanyakan bahwa, ‘Lebih mudah mana, memaknai kitab dengan bahasa Jawa dibandingkan dengan bahasa Madura?’ Ternyata Promovendus menyatakan, ‘lebih mudah Jawa’. Kemudian secara spesifik Prof. Kurjum juga menanyakan bahwa metode al-Iktisyaf ini ditemukan oleh siapa? Promovendus juga dengan tegas menjawab, ‘Kyai Hannan’ dan sekaligus membuktikan penguasaannya terhadap disertasi yang ditulis.

Sosok penguji keempat ialah Dr. Iksan, M. Pd. I, dalam kesempatan kali ini, ia mengharapkan Promovendus menunjukkan bukti yang mendukung penelitiannya? Dengan yakin Promovendus menjawab apa yang diberikan oleh penguji. Lalu ada yang menggelitik di benak Dr. Iksan, sebab tiga lokus yang dijadikan penelitian ialah pesantren, namun yang satu lokus lagi LPI (Lembaga Pendidikan Islam), lalu apa perbedaan pesantren dengan LPI? Dalam hal ini promovendus juga dengan rinci memberikan distingsi di antara keduanya.

Penguji kelima datang dari sekretaris sidang, Dr. Abdur Rohman, M. Ud. Pada kesempatan kali ini, Dr. Abdur Rohman, menganggap Promovendus bukan lagi sebagai pemain bola, akan tetapi sebagai pelatihnya. Oleh karena itu, ia menanyakan pengembangan dan penguasaan disertasi, yaitu ‘Jika Qul Huwa Allahu Ahad’, maka dlomir huwa-nya itu kembali kemana? Meskipun masih sedikit mikir, tapi ternyata Promovendus bisa menjawab, bahwa huwa di situ bukan kembali ke kalimat sebelumnya, tetapi dlomir sha’n yang menguatkan kata setelahnya. Dr. Abdur Rohman, menguatkan lagi promosi penguasaannya terhadap baca kitab kuning dengan menanyakan, niat puasa itu romadlona atau romadloni? Dalam hal ini promovendus juga menjawab dengan tegas, keduanya benar. Jika dibaca ‘romadlona’ maka tarkib-nya menjadi isim ghoiru munshorif. Sedangkan jika dibaca romadloni, maka di-tarkib menjadi mudlof-mudlof ilaih.  

Ujian pada hari itu kemudian ditutup oleh ketua sidang, Prof. Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M. Ag. Dalam sesi penutup itu, Ketua Sidang sekaligus Wakil Dekan I, juga mengharapkan agar promovendus mempromosikan prodi Doktor Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan mempromosikan hasil risetnya kepada khalayak ramai. Dalam hal ini promovendus mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh dosen S3 PAI, pembimbing dan para pimpinan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, sebab terselenggaranya ujian terbuka ini, tidak lain karena dorongan dan motivasi dari para pimpinan. Ketua sidang kemudian membacakan hasil akhir dari perjuangan promovendus di S3 PAI dengan raihan predikat ‘Sangat Memuaskan’.