Menggagas Teori Pengembangan Masyarakat Islam (Bagian satu)
oleh Prof. Nur Syam, M.Si.
(Guru Besar Prodi Pengembangan Masyarakat Islam)
Salah satu kekhususan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) di Indonesia adalah karena memiliki Program Studi (Prodi) Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) atau Islamic Community Development (ICD) yang di masa lalu disebut sebagai jurusan PMI. Sesuai dengan regulasi, maka nomenklatur Jurusan PMI diubah menjadi Prodi PMI. Sesuai dengan Statuta UIN Sunan Ampel, sekarang disebut sebagai Prodi PMI. Bagi kita tidak menjadi persoalan tentang jurusan atau prodi. Hal yang penting adalah sasaran keilmuannya jelas, yaitu sebagai applied sciences.
Pada awal didirikannya prodi PMI, 1980-an akhir, saya menjadi Ketua Jurusan PMI dan kemudian berturut-turut Drs. Abdul Halim, MA (kini Professor), Chabib Mustofa, MSI (kini Doktor), Drs. Nadhir Salahuddin, MA dan kemudian Dr. Riesdiyah, MSI dan terakhir ini Yusria Ningsih, MAg. Jadi usia Prodi PMI sama dengan Prodi Managemen Dakwah (MD), artinya sudah cukup lama, tetapi masih kalah dibandingkan dengan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) dan Bimbingan Konseling Islam (BKI). Sedangkan, prodi Ilmu Komunikasi menjadi bagian dari FDK, setelah IAIN Sunan Ampel menjadi UIN Sunan Ampel, tahun 2014.
Tentu sudah banyak perubahan terkait dengan Prodi PMI, terutama dilihat dari program peminatan di dalam prodi ini. Di antaranya yang saya ingat, di masa awal, prodi ini lebih berfokus pada ekonomi kerakyatan atau pengembangan ekonomi umat berbasis pada upaya partisipatoris. Prodi PMI ini lahir disebabkan oleh pembangunan ekonomi berbasis top down dan tidak mengarusutamakan dimensi bottom up. Perlu dipahami bahwa di dalam Orde Baru, maka yang mengedepan adalah perencanaan program pembangunan berbasis top down, dan tidak melibatkan masyarakat. Maka kemudian ditawarkan perencanaan pembangunan yang berbasis pada usulan dari bawah secara berjenjang yang lazim disebut sebagai bottom up planning.
Oleh karena itu, pendirian prodi ini sungguh memiliki historisitas yang sangat mendasar. Di era itu, kita sudah memiliki semangat untuk mendekonstruksi teori perencanaan pembangunan yang kapitalistik berbasis pendekatan perencanaan top down menjadi teori perencanaan berbasis partisipatif atau teori perencanaan pembangunan berbasis bottom up. Makanya, di dalam prodi ini diperkenalkan satu metode baru di dalam pembangunan yang disebut sebagai metodologi action research atau juga disebut sebagai Participatory Action Research (PAR). Jadi di masa awal yang menjadi sasaran kajian PMI adalah bagaimana bisa memberikan pendampingan atas pemberdayaan ekonomi komunitas yang selama ini belum mendapatkan akses pada penguatan ekonominya.
Sesungguhnya para Era Reformasi, PMI memiliki peran penting seirama dengan perubahan nomenklatur perencanaan yang berbasis pendekatan dari bawah atau bottom up. Sayangnya bahwa jurusan PMI tidak mampu berkontribusi atas perubahan ini. Misalnya dengan memperkuat perannya di dalam perencanaan dari bawah. Sebagai institusi pendidikan yang sangat tergantung pada pendanaan pemerintah, maka PMI tidak dapat bergerak dengan lincah di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan pendampingan secara utuh atas usulan Masyarakat. Selain itu juga nuansa politik yang tidak kondusif karena perubahan demi perubahan di dalam sistem pemerintahan, maka peran institusi pendidikan menjadi sangat minimalis. Tetapi perubahan yang mendasar bahwa sistem perencanaan berubah total. Apa yang semula top down menjadi buttom up.
Kembali kepada jurusan PMI, maka yang menjadi sasaran adalah bagaimana melakukan pemberdayaan melalui pendampingan kepada komunitas. Jadi sasaran kajiannya adalah komunitas rentan, khususnya di dalam akses ekonomi. Pada saat ini, maka kemudian berkembang yang disebut sebagai ekonomi kerakyatan sebagai paradigma baru di tengah ekonomi konglomerasi yang kapitalistik. Pemerintah sesungguhnya sudah mencoba untuk mengambil tema ekonomi kerakyatan, akan tetapi karena sedemikian kuatnya sistem ekonomi kapitalis, maka ekonomi kerakyatan itu nyaris tidak terdengar suaranya. Seperti siluman. Diyakini ada tetapi nyaris tidak didengar atau diketahui wujudnya.
Sampai batas waktu tertentu, PMI menggeluti ekonomi kerakyatan. Kala ditanya profilnya, maka jawabannya adalah mencetak sarjana yang berperan untuk mengembangkan ekonomi komunitas. Jika dibreak down, maka akan didapati pengembangan ekonomi komunitas pesisiran, ekonomi komunitas pinggiran hutan, ekonomi komunitas petani dan komunitas ekonomi Perkebunan dan lain-lain. Seharusnya dilakukan pemetaan atas asal muasal mahasiswa dan dari situ, maka akan dikembangkan sesuai dengan talent dan areanya.
Pengembangan Masyarakat kemudian bermakna pendampingan. Jadi yang akan dicetak oleh prodi ini adalah pendamping masyarakat atau pendamping komunitas. Jadi yang diharapkan mereka akan menjadi agen perubahan dalam level yang diperlukan. Mereka akan menjadi sarjana pendamping masyarakat. Misalnya pendamping pasca bencana, pendamping akses menuju ekonomi kerakyatan, pendamping untuk literasi pendidikan, literasi akses SDM, dan literasi lingkungan sehat dan literasi penelitian partisipatoris.
Perkembangan yang menarik bahwa yang dijadikan filosofi dasar adalah pemikiran teori kritis Karl Marx dan sebagian juga berbasis pada derivasi teori kritis, seperti mazhab Frankfurt dan Italia dan teori yang berasal dari Amerika Latin. Ada anggapan bahwa dasar filosofis yang mendasari konsep pengembangan masyarakat adalah teori kritis dimaksud. Jika tidak memahami teori kritis bukanlah mahasiswa PMI. Saya kira boleh-boleh saja pemikiran ini. Hal yang penting jangan menjadikan teori kritis sebagai instrumen untuk menolak negara dan pemerintah dan bahkan menolak ajaran Islam.
Seirama perkembangan zaman, maka sasaran PMI juga menyasar pada dimensi pengembangan aset yang dimiliki oleh komunitas. Termasuk juga aset organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan. Oleh karena itu jika memperhatikan atas karya tulis akhir mahasiswa prodi PMI adalah pengembangan masyarakat berdasarkan metode Participatory Action Research (PAR) dan metode di dalam Aset Based Community Development (ABCD). Dua metodologi ini yang dijadikan sebagai arus utama dalam karya tulis mahasiswa dan dosen PMI.
Wallahu a’lam bi al shawab.
NB. Artikel ini diuanggah ulang dari laman
https://nursyamcentre.com/artikel/opini/menggagas_teori_pengembangan_masyarakat_islam_bagian_satu/1