Berita
Salah satu wisata Tanoker yakni Sekolah Pak Bapak dan Bok Ebok yang berlokasi di Dusun, Paluombo, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo. Komunitas Pak Bapak dan Bok Ebok yang dirintis perkumpulan tanoker mengubah wajah perempuan pedesaan yang terkungkung dalam tradisi dominasi laki laki menjadi perempuan tangguh namun tetap menjadi tempat berteduh bagi keluarganya. Menekuk kekakuan laki-laki desa menjadi sosok lembut dan pengasuh. Dimulai dari lokal leader yang dipilih oleh Tanoker, Bu Latifah istri dan pak Ali sebagai kepala sekolah sekaligus ketua yayasan Nurul zaman.

Visi dan Misi dari sekolah ini ialah “anakku, anakmu, anak kita”. Bok Ebok mempunyai jargon “bangun pagi, seduh-seduh, Ibu tangguh”. Sedangkan Pak – Bapak juga mempunyai jargon “penyayang anak istri, anak kita, cinta anak dan istri sampai mati”. Adapun hal yang menjadi emphasis dalam kelompok ini bahwa majlis taqlim yang pada umumnya hanya dalam bentuk do’a-do’a dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, namun dengan adanya sekolah ini menjadi ruang parenting dan lifeskill. Ruang ini mengajarkan kerjasama dan integritas sepasang suami istri, sehingga anak tidak hanya dirawat oleh seorang istri, namun bagian dari tanggung jawab suami. Selain itu, meningkatkan pola interaksi secara in-to in, sehingga permasalahan rumah tangga hanya dalam lingkup keluarga bukan lingkup masyarakat setempat. Lifeskill juga meningkat karena ada dalam suatu kesempatan pertemuan menghadirkan narasumber baik dari perguruan tinggi, dinas maupun NGO yang menjadi mitra Tanoker.



Perjalanan panjang komunitas ini tak selamanya mulus, namun terjal dan berliku. Dituturkan Bu Latifah, kepala sekolah Bok Ebok bahwa “Sampai saat ini masih pro-kontra. Pada awalnya ada yang hanya mengikuti pengajian tetapi tidak mau mengikuti acara curhat curhatan, seakan akan ngerumpi tidak penting. Solusinya kami pancing dengan pertanyaan pertanyaan sederhana seperti “tadi masak apa?” “dibantu sama bapak nggak?” dari situ biasanya ibu-ibu bercerita sendiri dengan panjang dan kami dengan senang memberi pengetahuan dan solusi untuk membagi tugas berdua bersama bapak bapak melalui berkomunikasi sebelum tidur”. Demikian pula dengan Pak Bapak, kepenatan sehabis bekerja di ladang menjadi kendala untuk mempersingkat pertemuan-pertemuan. Namun, ada satu kiat yang mereka lancarkan yakni memutar film berisikan perjuangan keluarga yang menjadi alat utama memahamkan pengetahuan  pada komunitas ini.
 
Lesson Learned dari Sekoleh Yang Eyang
Salah satu sudut kegiatan pembelajaran yang menjadi dampingan Tanoker adalah sekolah yang eyang yang merupakan bagian dari upaya pendampingan bagi orang tua. Tanoker Group terinspirasi untuk membangun Sekolah Nenek atau Sekolah Yang Eyang oleh banyaknya anak-anak di desa Ledokombo yang tinggal bersama dan diasuh oleh nenek atau kakek (nenek) karena orang tuanya bekerja sebagai TKI atau TKW. Komunitas Tanoker dan Karang Werda Bungur, Desa Sumberlesung, Kecamatan Ledokombo, berkolaborasi untuk membuat sekolah tersebut. Selain mendidik orang tua, sekolah ini mendorong kakek-nenek untuk memiliki pola hidup sehat agar menghasilkan lansia yang berkualitas, bugar, dan sehat.  

Sekolah yang-eyang ini didirikan karena ambisi bersama untuk menghasilkan senior yang luar biasa dan generasi emas di tempat lain ada sekolah pak bapak dan bu ibu  sekolah untuk ayah dan sekolah ibu di Ledokombo sehingga dikenal sebagai sekolah “segar” (singkatan dari sehat dan bugar). Karang Werda Bungur, Desa Sumberlesung, Kecamatan Ledokombo, dan Komunitas Tanoker berkolaborasi untuk membuat sekolah ini. Bersama-sama, mereka menciptakan landasan yang kokoh bagi pengasuhan anak yang menjunjung tinggi hak-hak anak.



Sekolah yang eyang telah banyak tercatat sebagai jura dalam kompetisi baik di tingkat lokal sampai nasional diantaranya juara 1 lomba berkebun bahagia, lomba tumpeng memuliakan daun, lomba kuliner bahan lokal cita rasa global dan masih banyak yang lain. Sekolah yang yang mengadakan acara pendidikan dua kali sebulan, pada minggu pertama dan keempat. Di dalam kelas mereka saling berbagi pengalaman ketika mereka mendapingi cucu mereka, anak, menantu, bahkan ketika ada sesuatu yang menjengkelkan mereka  bisanya hal itu menjadi topik pembicaraan, berdiskusi, curhat sekaligus cara untuk memperbaikinya.

Ada yang menarik dari cerita Bu Juhariyah sebagai (kepala sekolah versi sekolah yang eyang) beliau menagatakan bahwa para eyang disini juga diajari bagaimana menggunakan smartphone untuk whatsApp, zoom meeting, bahkan mereka pernah malkaukan zoom meeting dengan komunitas di berbagai negara dengan bantuan goup Tanoker. Mereka menganggap hal itu penting karena dengan bisa menggunakan media maka akan bisa mengawasi cucu-cucu mereka yang merupakan generasi digital. 

Hal yang unik lagi adalah mereka telah membuat kurikulum sendiri secara partisipatif, seperti tentang dampak negatif teknologi pada anak-anak dan cara menggunakannya,  pelajaran tentang pengetahuan obat-obatan terlarang jenis minuman yang memabukkan yang ada dan bagaimana mengidentifikasi anak-anak yang terpengaruh oleh hal itu, pelajaran tentang  informasi seks menyimpang dan cara mencegah anak menjadi korban. Selain itu, informasi tentang pola hidup sehat, ada juga pelajaran tentang cara memproduksi jamu yang sehat, mengidentifikasi masalah kesehatan anak, dan memahami dampak makan yang tidak sehat.

Semua itu diajarkan untuk diterapkan di sekolah yang eyang. Kakek-nenek diajari pemahaman yang lebih baik tentang pendidikan keluarga, gaya pengasuhan yang sehat, dan membesarkan anak-anak di era digital. Mereka telah menerima pelatihan  untuk menghasilkan generasi emas yang unggul. Memberikan hak kepada cucu-cucunya dan membentengi mereka dari hal-hal negatif.
 
Refleksi Kegiatan


Setelah usai melakukan kunjungan ke 4 destinasi komunitas mitra Komunitas Tanoker yaitu, Elisa Rainbow, Pesantren Kopi, Sekolah Yang Eyang, Sekolah pak Bapak dan Book Ibook, semua kembali ke lokasi Komunitas Tanoker Ledokombo. Berkumpul bersama untuk melakukan refleksi akhir setelah kunjungan di komunitas masing-masing. Satu persatu perwakilan dari mahasiswa dan DPL memberikan hasil refleksi dan lesson learned yang didapatkan dari kunjungan tersebut. Sekolah Pedamping Desa dan Sociopreneurship di Komunitas Tanoker Ledokombo Jember ditutup dengan penyerahan cindera mata dari Tanoker ke Fisip UIN Sunan Ampel Surabaya, yang diberikan oleh Farha Ciciek selaku Direktur Komunitas Tanoker kepada Dr. Dwi Setianingsih, selaku Kaprodi Sosiologi. Harapan dari kedua lembaga tersebut ada tindaklanjut yang lebih konkrit dalam kerjasama ke depan. (red)