Dalam kunjungan ke empat destinasi komunitas mahasiswa didampingi seorang Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dari FISIP UINSA. Komunitas Eliza didampingi Siti Azizah, M. Si, Komunitas Pesantren Kopi didampingi Dr. Dwi Setianingsih, Komunitas Pak Bapak Bok Ibok didampingi Amal Taufik, M. Si dan Komunitas Yang Eyang didampingi Moh. Ilyas Ralis, M. Si
Elisa Rainbow: Produk Desa Yang Mendunia
Kunjungan ke “Elisa Rainbow” ini mahasiswa prodi Sosiologi tidak hanya sekadar melihat hasil dari kerajinan manik-manik tetapi juga beberapa pengalaman perjalanan bisnis yang dilalui oleh owner dari Elisa Rainbow sehingga mampu memberdayakan masyarakat sekitar melalui usaha manik-manik tersebut dan masyarakat Ledokombo yang selama ini banyak yang bekerja menjadi TKI tidak perlu jauh -jauh bekerja di luar negeri karena lapangan pekerjaan sudah tersedia di desa ini dengan membuat kerajinan manik-manik yang dipesan oleh buyer dari berbagai negara. Sesuai dengan slogan Elisa Rainbow yaitu “menyatukan yang bercerai berai” tujuan dari hadirnya Eliza Rainbow ini adalah ingin menyatukan keluarga yang selama ini terpisah karena menjadi pekerja migran yang harus meninggalkan keluarga di kampung halaman sehingga dengan menyediakan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, keluarga mereka bisa bersatu dan anak-anak pekerja migran tidak harus kehilangan kasih sayang karena ditinggal orang tuanya bekerja di luar negeri.
Destinasi “Elisa Rainbow” ini merupakan tempat pengrajin manik-manik yang di dirikan oleh seorang wanita tangguh bernama Holisa Handayani yang lebih dikenal dengan sebutan Elisa. Produk yang dibuatnya manik-manik yang dibentuk menjadi gelang, kalung, cincin, jepit dan lain-lain. Pangsa pasar Elisa Rainbow tidak hanya wilayah Indonesia tetapi juga mancanegara, ada 18 negara yang menjadi pangsa pasar Eliza Rainbow. Elisa menuturkan bahwasannya banyak sekali pembelinya yang berasal dari luar negeri. Usahanya sering sekali di ekspor ke luar negeri. Mulai dari China, Australia, Korea, Spanyol, Italia, Afrika, Inggris, Hingga Amerika Serikat. Itu semua dikarenakan bu Elisa dapat membangun koneksi yang luas melalui tokonya di Bali. Beliau juga menuturkan, bahwasannya orang luar negeri menghargai produk buatan Indonesia dikarenakan ketelitian dan buatan tangan (handmade) asli, jadi kualitasnya juga dapat terjaga.
Elisa melihat keadaan masyarakat Ledokombo sekitar yang memprihatinkan, akhirnya beliau berinisiatif untuk mengumpulkan ibu-ibu warga sekitar untuk mulai memberdayakan mereka. Awalnya ibu-ibu tersebut ditanyai “mau menjadi apa”. Ibu-ibu tersebut menyebut “ingin menghasilkan uang tanpa harus berpisah dengan keluarganya.” Karena kondisi ibu-ibu di ledokombo yang kebanyakan menjadi TKW di luar negeri. Pada saat itulah bu Elisa menawarkan untuk memulai usaha pembuatan manik-manik khas dari Ledokombo seperti Dari usahanya tersebut,bu Elisa dapat meraup omzet hingga 150 juta perbulan dan dapat mempekerjakan ibu-ibu menjadi karyawannya hingga 600 orang.
Berawal dari membuka toko kecil di Bali sampai dapat menjadi pengekspor manik-manik ke segala penjuru dunia. Elisa memberi stimulus kepada mahasiswa untuk membangkitkan kesadaran dan semangat untuk membangun desa agar lebih maju melalui wirausaha dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal sebagai wujud pemberdayaan masyarakat. Berbagai lika liku sudah pernah dilewati oleh Elisa, seperti ada yang memberikan dukungan positif dan ada yang menolak kehadiran dari usaha kerajinan manik-manik dari Eliza Rainbow. Tetapi beliau berhasil untuk menghadapi pro-kontra tersebut dengan semangat yang kuat tanpa mengenal putus asa sehingga berhasil membangkitkan perekonomian masyarakat yang semula adalah seorang buruh migran menjadi pekerja tetap di kampung halamannya sendiri. Hal ini tentunya menjadi hal yang bernilai positif untuk menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa terutama dalam hal peningkatan perekonomian masyarakat terlebih di desa yang banyak di nilai sebagai daerah miskin atau terpelosok. Bersambung. (Red)