Column UINSA

PODCAST, POLITIK DAN GENERASI-Z, ADA APAKAH?

Oleh: Ajeng Widya Prakasita, M.A.
Sekretaris Program Studi Ilmu Politik, FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

Perkembangan politik di Indonesia semakin dinamis dengan terbukanya banyak platform di sosial media yang terbuka dengan isu-isu politik. Hal ini menjadi catatan baik karena media menjadi salah satu pilar politik yang memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat secara luas tentang politik. Saat ini Indonesia sedang berada di tahun politik, dimana bulan Februari mendatang akan dilaksanakan Pemilih Presiden. Fenomena ini sangat menarik dan meningkatkan antusiasme bagi para pemilih pemula yang bisa dikategorisasikan dalam Generasi-Z (Gen-Z). Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang mengungkapkan komposisi penduduk Indonesia yang didominasi oleh kelompok Gen-Z. Mereka adalah kelompok yang lahir antara tahun 1997-2012 dan mendominasi populasi di Indonesia dengan jumlah sekitar 74,93 juta jiwa atau 27,94% populasi masyarakat di Indonesia.

Jumlah Gen-Z yang mendominasi populasi di Indonesia mendatangkan keuntungan politik salah satunya adalah suara baru yang akan memilih (dihadirkan dalam bentuk pemilih pemula). Namun di dalam memenangkan kontestasi politik, tidak semata-mata para aktor politik dengan mudahnya menggiring suara Gen-Z. Hal ini didasarkan karena mereka memiliki karakter yang cukup kuat. Menurut Bruce Tulgan dalam artikelnya yang berjudul Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millenial Cohort, menemukan ada lima karakter Gen-Z. Pertama, media sosial adalah gambaran tentang generasi ini atau mereka sangat terafiliasi dengan media sosial. Kedua, Gen-Z adalah kelompok masyarakat yang terhubung. Ketiga, Gen-Z cenderung akan memiliki kesenjangan keterampilan seperti memiliki keahlian dalam bidang IT, namun rendah dalam komunikasi interpersonal dan budaya kerja. Hal ini yang menyebabkan perlunya keterlibatan generasi sebelumnya untuk menguidance para Gen-Z. Keempat, Gen-Z memiliki pola pikir global (global mindset). Kelima, Gen-Z memiliki pandangan dan pola pikir yang terbuka, namun hal ini berdampak kepada identitas diri mereka yang mudah berubah dan dipengaruhi orang lain.

 

Gen-Z dan Politik

Kehadiran Gen-Z dipandang membawa angin segar bagi aktor-aktor politik karena mereka adalah pemilih pemula dan dianggap dapat dipengaruhi. Menurut artikel yang ditulis oleh Robin, dkk menjelaskan bahwa Gen-Z adalah kelompok yang memiliki partisipasi politik rendah (pasif) namun memiliki ketertarikan tinggi pada politik dan mereka tidak teredukasi tentang politik dengan baik. Sementara di media sosial atau media yang lain, banyak berita yang menginformasi narasi politik dengan negatif. Seperti banyaknya kasus korupsi yang dilakukan para pejabat politik atau kepala daerah. Meningkatnya kasus tentang politik uang yang ada di berita nasional ataupun lokal dan masih banyak fenomena politik lain yang bernada negatif.  Hal ini membuat para Gen-Z beranggapan bahwa ketika bicara tentang politik adalah tentang hal yang buruk. Para Gen-Z memaknai politik sebagai cara yang keji untuk mendapatkan kekuasaan atau bahkan mereka memaknai bahwa politik adalah cara untuk menjatuhkan lawan.

Diskusi tentang politik yang selalu bernada negatif memberikan dampak kepada partisipasi mereka di dalam politik. Antara menjadi partisipasi yang aktif atau yang pasif. Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Robin, dkk (2021) menjelaskan bahwa meski politik yang dipahami mereka bernada negatif, Gen-Z tetap memiliki ketertarikan yang tinggi untuk menjadi bagian di dalam politik. Akan tetapi terkendala dengan akses, sumber dan informasi yang kurang bagi mereka. Gen-Z tidak mengetahui bagaimana cara terlibat di dalam politik seperti terafiliasi partai politik, ikut dalam kegiatan/program politik dan lain sebagainya. Hal ini cukup menjadi concern bagi kelompok generasi lain yang lebih berpengalaman untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada para Gen-Z yang memiliki ketertarikan dan keinginan untuk memahami apa itu politik.

 

Podcast sebagai Komunikasi dan Edukasi Politik Baru

Podcast adalah salah satu digital media yang berisikan informasi baik berupa audio dan video. Podcast sebenarnya bisa ditampilkan di website resmi atau saat ini banyak ditemukan di YouTube dengan berbagai macam konten. Mulai dari konten sederhana sehari-hari seperti tips hidup sehat, konten tentang pendidikan, ekonomi hingga politik. Podcast saat ini menjadi tren dan digandrungi karena para penonton mendapatkan informasi atau edukasi secara langsung melalui audio dan visual. Selain itu, podcast juga menjadi rujukan bagi para Gen-Z untuk mencari informasi apapun.

Podcast juga membuka ruang diskusi di tengah masyarakat. Dapat diambil contoh seperti hadirnya podcast milik Deddy Corbuzier, Denny Sumargo, Total Politik dan masih banyak lainnya. Di dalam podcast para narasumber dapat dengan leluasa menyampaikan argument atau pemikirannya yang tidak bisa dilakukan jika di media pada umumnya seperti televisi. Melalui podcast, para content creator juga tidak dibatasi untuk berkreasi. Mereka dapat membincangkan hal-hal yang mungkin tidak bisa disampaikan di media konvensional lainnya.

Melihat Kembali karakter yang dimiliki oleh Gen-Z sebagai digital natives, maka podcast adalah platform yang sesuai untuk memberikan informasi dan edukasi tentang politik. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh UMN Consulting (2022) menunjukkan bahwa media sosial adalah sumber utama bagi para Gen-Z untuk mendapatkan informasi termasuk politik di dalamnya. Menurut Gen-Z, aktor dan partai politik perlu mengembangkan informasi dan edukasi tentang politik di ranah digital seperti podcast. Bagi mereka edukasi politik adalah transfer ilmu secara langsung baik dalam hal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang sudah pernah dirasakan oleh orang-orang sebelumnya, yang terkadang tidak terekspos di dalam tulisan atau artikel ilmiah. Ada hal-hal yang lebih nyaman jika diinformasikan dengan cara bertutur atau berkisah seperti yang bisa dilakukan melalui podcast.

Hal ini menjadi cara komunikasi dan edukasi politik yang baru dan cukup efektif untuk menggaet suara Generasi Z. Tujuannya tidak semata-mata menarik suara atau bahkan mengkonversi suara dalam Pilpres 2024, namun lebih sebagai manifestasi dari politik yang lebih substansial di Indonesia. Cara seperti ini merupakan salah satu ikhtiar untuk mewujudkan politik yang lebih baik dengan terus mengedukasi anak muda dalam hal ini Gen-Z, karena setiap generasi memiliki karakteristik yang juga berbeda untuk memahami politik.