SURABAYA – Pusat Studi Agama dan Perdamaian (PSAP) UINSA berhasil mempertemukan
pemuda lintas iman dalam program Gebyar Toleransi 2023. Program hasil kolaborasi antara
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya dengan Kementerian Agama
(Kemenag) ini dilaksanakan pada 8-9 Oktober 2023 di Surabaya.
Program bertajuk “Youth Interfaith Workshop and Field Trip” ini diagendakan selama dua hari.
Agenda hari pertama berfokus pada pengenalan peserta, penyajian materi dan Focus Group
Discussion (FGD). Berbeda dengan hari Kedua yang berfokus pada kunjungan lapangan ke
rumah ibadah. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro sebagai representatif Kristen
Protestan, Gereja Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria (Kelsapa) Surabaya sebagai
representatif Kristen Katolik, Masjid dan Makam Sunan Ampel sebagai representatif Islam, dan
Pura Segara Kenjeran Surabaya sebagai representatif Hindu. Keempat rumah ibadah ini dipilih
sebagai destinasi field trip di hari kedua. “Sebenarnya kami hendak melakukan ke 6 destinasi
rumah ibadah agama yang diakui oleh Negara. Namun karena keterbatasan waktu dan
perizinan, jadi hanya keempat lokasi ini yang dapat kita kunjungi sebagai sarana pembelajaran.”
pungkas Lia Hilyatul M., M.A. selaku panitia pelaksana kegiatan ini.
Pada hari pertama, para peserta dikumpulkan di Aula Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Sunan Ampel Surabaya. “Forum seperti ini mari dimanfaatkan dengan baik sebagai sarana
pemecah terkotak-kotak dari identitas agama masing-masing. Jadikan ajang saling mengenal
dan memahami terhadap kepercayaan lain. Dengan ini diharapkan kita mampu saling
melindungi dari fitnah-fitnah agama yang menjadi eco-chamber di masyarakat” tutur Dr. Akhmad
Siddiq, M.A. selaku Ketua Prodi Studi Agama-Agama UINSA sekaligus membuka acara tersebut
secara resmi.
Sebanyak 30 pemuda yang mewakili Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu, Sapta
Dharma bahkan Ahmadiyah dan Syiah pun hadir dalam kegiatan ini. Mereka berkumpul dan
mendiskusikan terkait konsep perdamaian. Program ini dimentor langsung oleh Muhammad
Afdillah, M.A. selaku Direktur PSAP UINSA dengan beragam materi yang disajikan sebagai pemantik. Dialog Lintas Iman serta Zona Dialog sebagai pemecah prasangka dan stereotip menjadi pengantar awal diskusi pada hari pertama. Materi yang diadaptasi dari modul KAICIID (King Abdullah bin Abdul Aziz International Center for Interreligious dan Intercultural Dialogue). Diskusi pun semakin panas saat tiap peserta diwajibkan membuat pertanyaan yang bertajuk asumsi dan merubahnya menjadi pertanyaan
baku tanpa asumsi. Hal ini sebagai langkah preventif agar peserta tidak menyajikan pertanyaan
yang menyinggung atau menyakiti pihak tertentu.
“Kita Beda, Kita Bersama” menjadi jargon semangat untuk mengenal dan menghargai antar
sesama. Kalimat tersebut tertulis pada kaos yang diberikan oleh panitia sebagai pembuka hari
kedua. Peserta berkupul di UIN Sunan Ampel Surabaya dan melanjutkan perjalanan ke
beberapa rumah ibadah yang telah ditentukan oleh panitia. Perjalanan pun sangat seru dengan
penyambutan sangat ramah dari tiap rumah ibadah. Dari beragam latar belakang dan
pemahaman, ternyata masih banyak peserta yang pertama kali merasakan masuk ke rumah
ibadah agama lain. “Ternyata sejuk dan tidak seperti apa yang orang-orang bilang,” ungkap Hiro
yang menjadi pengalaman pertamanya.
Hal unik terjadi saat kunjungan ke Pura Segara Kenjeran Surabaya. Sebagai destinasi terakhir,
maka seluruh peserta menutup kegiatan dengan berdoa bersama secara Hindu. “Kita memiliki
kebiasaan kalau acara seperti ini akan ditutup dengan doa cara agama dari tempat ibadah yang
terakhir kita kunjungi. Namun hal ini tidak memaksa bagi peserta yang tidak nyaman,” tutur
Muhammad Afdillah, seraya Bapak Sudjana yang menerima rombongan di Pura Segara
mengajarkan cara berdoa secara Hindu. Seluruh peserta pun mengikuti dengan khidmat. (M. Ridwan Hidayat – Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama)