Column UINSA

Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, namun penting bagi kita menyikapi perbedaan tersebut dengan mencari hikmah di dalamnya. Menjaga akhlak tetap menjadi prioritas utama meskipun pandangan berbeda.
Imam Syafi’i menjadi contoh yang memukau saat ia mengesampingkan pendapatnya untuk menghormati Imam Hanafi. Hikmah ini diulas dengan mendalam oleh Hadratus Syeikh KH Hasyim Asya’ari dalam kitab at Tibyan, yang menyoroti keagungan budi pekerti Imam Syafi’i.
Dalam sejarah Pemikiran Hukum Islam, perbedaan pandangan antara Imam Syafi’i dan Imam Hanafi, terutama dalam bidang furu’, menjadi landasan diskusi yang substansial. Misalnya, perbedaan dalam pandangan mengenai batasan membatalkan wudu, di mana Imam Syafi’i meyakini menyentuh lawan jenis yang bukan mahram dapat membatalkannya, sementara Imam Hanafi berpendapat hanya jima’ yang dapat melakukannya. Begitu juga dalam masalah nikah, di mana Imam Syafi’i menegaskan kewajiban wali, berbeda dengan pandangan Imam Hanafi yang tidak menganggapnya wajib.
Dalam kajian Usul Fiqh, perbedaan metode menjadi jelas, di mana Imam Hanafi menggunakan Istihsan yang ditolak keras oleh Imam Syafi’i. Meskipun keras dalam kritik terhadap Istihsan, Imam Syafi’i tetap mempertahankan akhlaknya yang tinggi, memuliakan dan membantu menghilangkan fitnah yang menghampiri Imam Hanafi.
Kisah inspiratif mencapai puncaknya saat Imam Syafi’i ziarah ke makam Imam Hanafi. Menginap selama 7 hari, membaca Al-Qur’an setiap hari, dan memberikan pahala bacaannya kepada Imam Hanafi setiap kali hatam. Bahkan, dalam shalat subuh di qubbah tempat makam Abu Hanifah, Imam Syafi’i mengesampingkan bacaan qunut, sebuah tindakan yang dianggap sebagai Sunnah ab’adl dalam mazhab Syafi’i.
Ketika ditanya mengapa tidak membaca qunut, jawaban Imam Syafi’i menunjukkan kedalaman akhlak, “Saya tidak membaca qunut sebagai bentuk penghormatan kepada Imam Hanafi.”
Cerita ini mencerminkan bahwa dalam perdebatan atau ketidaksetujuan, prinsip adab dan akhlak yang baik tetap harus dipegang.
Pesan utama dari kisah ini adalah bahwa, dalam mengakui cinta kepada Nabi, menjaga akhlak menjadi hal terpenting. Misi utama Rasulullah diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak, dan sikap hormat serta kelembutan dalam perbedaan pendapat adalah bagian tak terpisahkan dari upaya ini.

Intisari Kultum Duhur oleh: Dr. Holilurrahman, MHI  di Masjid Raya Ulul Albab Kampus Ahmad Yani pada hari Senin, 21 November 2023