Articles

Sebagai seorang mukmin kita harus memahami dan meyakini bahwa kehidupan dunia ini bukanlah kehidupan yang kekal, dunia bukanlah tempat menetap, dunia bukanlah tempat mencapai kebahagiaan yang sebenarnya, dunia bukanlah tujuan utama untuk mencapai cita-cita. jika ada seorang mukmin yang orientasi (tujuan) hidupnya adalah dunia semata maka sesungguhnya ia telah tertipu. Dalam QS. Luqman ayat 33 Allah memperingatkan agar jangan sampai kehidupan dunia ini menipu kita semua. Ayat ini menurut Abu al-Laits al-Samarqandy merupakan peringatan Allah yang sangat keras bagi seorang muslim agar tidak tertipu dengan kehidupan dunia sehingga ia senang, merasa tenang dan bahagia yang pada akhirnya ia lupa kehidupan akhirat sehingga ia tidak tidak mempersiapakan amal untuk kehidupan yang sebenarnya itu (QS. Hud ayat15-16)

Tidak semua manusia dalam perjalanan hidup nya didunia ini mengalami jalan yang mulus sehingga dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkannya. Ada diantara kita yang dengan mudah mendapatkan apa yang dinginkannya walalupun tanpa susah payah, namun tidak jarang diantara kita yang harus menghadapi rintangan dan cobaan bahkan gagal walaupun sudah mengerahkan semua tenaga dan menempuh segala cara untuk mencapai yang diinginkannya. Demikianlah Allah membuat sunnahnya bagi manusia dalam kehidupan dunia ini, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang dengan mudah meraih pangkat dan jabatan ada yang sulit sehingga menjadi rakyat biasa.

Dalam kajian Islam, dibalik adanya ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia dalam kehidupannya, sesungguhnya didalamnya terkandung hikmah-hikmah dan pelajaran yang berharga untuk dipetik dan dijadikan pedoman dalam kehidupan ini. Hikmah-hikmah tersebut antara lain:

  1. Ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia adalah untuk mengukur sejauhmana keteguhan dan kekuatan iman dan aqidahnya. Bagi mereka yang kokoh imannya dalam menghadapi cobaan maka akan mendapatkan surga (QS. Ali Imran: 142)
  2. Ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia untuk mengukur tingkat kesabarannya dalam menerima ujian tersebut. Hal ini sebagaimana ujian yang ditimpahkan kepada nabi Ayyub, bermula dari kehidupan yang melimpah kemudian ludes, anak-anaknya meninggal, hingga penyakit yang tidak kunjung sembuh sehingga isteri-isterinya menjauhinya, semua ini dihadapi nabi Ayyub dengan sabar sehingga pada akhirnya Allah memberikan kesembuhan penyakitnya dan kembali hidup bahagia dengan isterinya (QS. al-Anbiya’: 83-84)
  3. Ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia sebagai sarana untuk meningkatkan derajatnya. Hal ini sebagaimana ujian yang ditimpahkan kepada nabi Ibrahim. Dalam sejarah dikisahkan bahwa perjalanan hidup nabi Ibrahim selalu diwarnai dengan ujian dan cobaan yang terus menerus, beliau harus menghadapi raja Namrud yang membakarnya, beliau harus pula mengurbankan nyawa anak yang didamba-dambakan. Semua cobaan dan ujian itu dihadapi nabi Ibrahim dengan sabar hingga akhirnya Allah mengangkat derajatnya menjadi kekasihnya (khalil Allah)
  4. Ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia sebagai peringatan atas kedhaliman, kemungkaran dan kemaksiatan yang dilakukannya. Hal ini sebagaimana musibah yang ditimpahkan kepada umat nabi Musa yang setiap permintaannya selalu dikabulkan Allah namun tetap saja melakukan kedhaliman (QS. al-A’raf: 133)
  5. Ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia sebagai azab atau siksaan karena kedurhakaannya kepada Allah, siksa ini sekaligus sebagai peringatan bagi orang lain. Jenis musibah ini sebagaimana ditimpahkan kepada umat-umat terdahulu seperti: kaum Aaad, kaum Tsamus, Fir’aun dan bala tentaranya serta umat-umat lainnya (QS. al-Fajar: 6-14)

Bagi seorang mukmin ujian, cobaan, musibah, dan bencana yang menimpanya terkadang berfungsi untuk menghapus dosa-dosanya, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi: “Tidak ada suatu kepayahan, kesulitan, kesedihan, kesusahan, dan bahaya yang menimpa seorang muslim hingga duri yang menusuknya, kecuali yang demikian itu agar Allah menutupi kesalahan-kesalahannya”

[Abd. Kholid; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat]