Column
M. Yunan Fahmi, M.T.
Dosen Ilmu Kelautan, UIN Sunan Ampel Surabaya

Di kelas mata kuliah kewirausahaan dan ekonomi kreatif yang saya ampu, saya mengenalkan konsep Revenue and Profit Driver (RPD). Sebuah entitas organisasi (apalagi yang profit oriented) harus jelas mendefinisikan hal ini di awal. Ada perusahaan-perusahaan dengan single RPD dan ada yang multiple RPD. Misal kita kenal perusahaan Astra yang bergerak di banyak bisnis mulai dari kendaraan bermotor hingga sawit ada pula perusahaan seperti alfamart yang fokusnya ya toko retail.

Perusahaan-perusahaan multiple RPD bisa kita korelasikan ke Rubah yang memiliki karakteristik senang mencoba banyak strategi dan inovasi sekaligus lintas sektor atau pangsa pasar. Organisasi-organisasi ‘rubah’ juga lebih flexible menyesuaikan kebutuhan pasar yang cepat berubah. Dengan karakter seperti ini, risiko kegagalan bisa direduksi dengan memperkaya ‘taruhan’. Jika satu lini bisnis gagal, yang lain mungkin sukses. Organisasi ini juga mampu menjangkau pasar dan kesempatan yang lebih luas. Bahasa gaulnya: PALUGADA; apa yang lu mau, gue ada.

Akan tetapi, organisasi-organisasi rubah bukan tanpa tantangan dan kelemahan. Dengan banyaknya lini bisnis yang harus diurus, fokus seringkali adalah masalah utama. Sedangkan kita tahu, untuk menjadi Hebat -tidak sekedar baik- dibutuhkan fokus. Menjadi rubah juga akan berakibat pada tingginya beban operasional dan biaya overhead. Dua hal ini kemudian berpotensi membuat organisasi rubah mudah terdistraksi dan kehilangan fokus jangka panjangnya.

Di sisi lain, ada organisasi landak. Organisasi landak adalah organisasi yang ‘setia’ pada kekuatan intinya. Landak berkomitmen untuk secara mendalam unggul pada satu bidang, seringkali untuk mendominasi pasar khusus; misal pasar-pasar hi-end. Dibandingkan Rubah, Landak memiliki keuntungan di efisiensi alokasi sumber daya. Kedua, pimpinan organisasi akan lebih mudah menyelaraskan tujuan dan visi misi. Pada akhirnya, Landak akan lebih mudah membangun reputasi kuat di satu bidang sehingga meningkatkan kepercayaan dan loyalitas terhadap nama/merek.

  Menjadi fokus bukan berarti Landak tidak memiliki kelemahan. Karena hanya bergantung pada single RPD, kegagalan di satu stream ini dapat mengancam keberlangsungan organisasi. Landak juga kurang agile, sehingga agak sulit beradaptasi jika selera pasar atau teknologi berubah drastis. Terakhir, memelihara motivasi untuk terus berinovasi akan menjadi tantangan tersendiri tanpa adanya rangsangan eksternal.

Dalam konteks organisasi perguruan tinggi, dimana kepakaran sangat sangat diperlukan, saya pribadi menilai pendekatan Landak lebih cocok diterapkan. Dosen-dosen perlu dirangsang dan diarahkan secara fokus untuk menjawab pertanyaan seperti: apa yang membuat Anda dan organisasi semangat? Apa yang memberi tujuan mendalam dan motivasi untuk terus maju? Bidang apakah yang bisa Anda lakukan dengan sangat baik, bahkan menjadi yang terbaik? Bagaimana Anda bisa memonetize kekuatan inti Anda? Apa yang Anda butuhkan? Collins menyebut ini sebagai “penentu profit per x”, suatu matriks sederhana yang mendasari kekuatan ekonomi organisasi.

Tentunya menjaga semangat seperti Landak tidak mudah karena dibutuhkan waktu yang cukup panjang – bahkan bagi dosen – untuk membangun expertisenya. Sedangkan godaan-godaan instan saling berkelebatan di depan mata. Pertanyaannya, apakah kita sedang membangun kepakaran jangka panjang atau justru sedang membangun mentalitas biasa-biasa aja?

———-