Column

Titik Triwulan Tutik
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara
FSH UIN Sunan Ampel Surabaya

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029 secara pasti terjadwalkan pada 20 Oktober 2024. Pelantikan tersebut dilakukan setelah Pelantikan Anggota DPR RI Periode 2024-2029 yang dilaksnakan pada 1 Oktober 2024. Pada acara Pelantikan Anggota DPR RI ada sebanyak 580 anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029 resmi dilantik. Pelantikan digelar di ruang sidang paripurna, kompleks parlemen, Jakarta. Pelantikan turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Prabowo Subianto serta jajaran menteri kabinet.

Sesuai dengan konvensi, bahwa Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI dilakukan setelah pelantikan Anggota DPR RI Periode 2024-2029, karena pada pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih akan bersumpah di depan MPR Periode 2024-2029 yang terdiri dari aggota DPR dan DPD .

Berbeda dengan Pelantikan Anggota DPR RI Periode 2024-2029 yang clear masalah, Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029 ada sedikit “kendala hukum”. Hal ini dengan dilakukannya pengajuan permohonan Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri dalam perkara No. 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Pada pokok perkara Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati meminta majelis hakim PTUN membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024. Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri tersebut mengajukan dan memerintahkan KPU RI mencabut Keputusan KPU RI Nomor 36 tahun 2024. Petitum dari permohonan Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah memerintahkan kepada tergugat untuk melakukan tindakan mencabut dan mencoret pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih berdasarkan suara terbanyak sebagaimana tercantum pada Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024. Pettum tersebut ditungkan dalam perkara Nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Disinyalir pembacaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam perkara No. 133/G/TF/2024/PTUN.JKT yang dimohonkan Presiden Kelima RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri itu batal digelar Kamis 10 Oktiber 2024. Alasan dibatalkan karena majelis hakim Ketua sakit sehingga sidang dijadwalkan ulang Kamis 24 Oktiber 2024.

Terkait dengan benar tidaknya isu pembacaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam perkara Nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT dijadwalkan ulang Kamis 24 Oktiber 2024. Jika hal itu betul berarti terjadi pemunduran Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029 secara pasti terjadwalkan pada 20 Oktober 2024, atau  bahkan ‘terjadi pembatalan’ pelantikan. Pertanyaan hukum yang muncul adalah: apakah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT dapat membatalkan Putusan KPU RI Nomor 36 tahun 2024.

Terkait dengan pertanyaan hukum tersebut dapat dijelaskan, bahwa merujuk Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 adalah sebagai berikut: “Keputusan Tata Usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan pun turut memaknai KTUN sebagai berikut: “penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual; keputusan badan dan/atau pejabat TUN di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya; berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB); bersifat final dalam arti lebih luas; keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.”

Berdasarkan  pengertian tersebut dapat dipahami bahwa keputusan TUN bukan hanya penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat, tetapi juga oleh badan. Badan atau pejabat TUN sendiri adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian tindakan hukum tata usaha negara sendiri memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan negara; (2) dijalankan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; (3) dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi negara; (4) dilakukan dalam rangka kepentingan umum; dan (5) bedasarkan norma dan wewenang pemerintahan.

Lebih lanjut, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 menyebutkan keputusan-keputusan yang tidak termasuk dalam pengertian KTUN, yaitu: (1) KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata; (2) KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; (3) KTUN yang masih memerlukan persetujuan; (4) KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; (5) KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (6) KTUN mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; (7) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

Dengan demikian apakah Keputusan KPU mengenai hasil pemilihan umum dalam kasus Presiden Terpilih Prabowo-Gibran termasuk dalam Kompetensi Absolut KTUN? Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami khusus untuk keputusan KPU mengenai hasil pemilihan umum bukanlah termasuk KTUN, sehingga tidak dapat diajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Adapun lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus perselisihan mengenai hasil pemilihan umum adalah Mahkamah Konstitusi.

Namun, untuk keputusan KPU selain mengenai hasil pemilihan umum dapat digugat ke PTUN. Apa dasar hukumnya? Hal ini didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2010 yang membedakan dengan tegas antara dua jenis kelompok keputusan, yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tahap persiapan penyelenggaraan pilkada dan yang berisi mengenai hasil pemilihan umum.

Misalnya, dalam praktik penyelenggaraan pilkada, sebelum tahap pemungutan suara dan penghitungan suara, telah dilakukan berbagai tahapan, misalnya pendaftaran pemilih, pencalonan peserta, masa kampanye, dan sebagainya yang mana telah diterbitkan berbagai keputusan KPU (beschikking) sebagai pejabat TUN.

Sehingga, keputusan-keputusan yang belum atau tidak merupakan “hasil pemilihan umum” dapat digolongkan sebagai keputusan di bidang urusan pemerintahan, dan oleh karenanya sepanjang keputusan itu memenuhi kriteria Pasal 1 angka 9 UU 51/2009, maka tetap menjadi kewenangan PTUN untuk memeriksa dan mengadilinya. Hal ini disebabkan keputusan tersebut tidak termasuk yang disebutkan dalam Pasal 2 huruf g UU 9/2004. Oleh karena itu, bisakah keputusan KPU digugat ke PTUN? Bisa, keputusan KPU yang merupakan objek TUN adalah sepanjang bukan mengenai hasil pemilihan umum, dan memenuhi kriteria KTUN.

Berdasarkan telaah hukum tersbut, jelaslah bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam perkara No. 133/G/TF/2024/PTUN.JKT yang dimohonkan Presiden Kelima RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri untuk membatalkan hasil pemilu presiden dan wakil presiden 2024-2028 atau mencoret presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2028 adalah inkonstitusional atau tidak memiliki dasar hukum karena hal tersebut tidak masuk dalam kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.