Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya
Seorang lelaki meninggalkan gedung terminal domestik bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar. Baru saja lelaki itu mendarat dari Surabaya. Tujuannya untuk menghadiri rapat penyusunan modul pelatihan peningkatan kompetensi dosen pemula (PKDP) di Denpasar (26-28 Juli 2023). Penyelenggaranya adalah Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI. Kebetulan pesertanya dari berbagai kampus Islam di Indonesia. Khususnya yang berstatus milik pemerintah.
Lelaki itu hadir sebagai salah satu penyusun modul pelatihan khusus untuk dosen-dosen pendatang baru dimaksud. Kebetulan lelaki itu sangat terampil di bidang pelatihan. Sangat cakap dalam pengembangan sumber daya manusia. Apalagi di luar kerjanya sebagai dosen, dia juga seorang ustadz muda yang akrab dengan urusan pengembangan kualitas diri individu jamaah. Walau tak obral tampang religius, tampilannya tetap cenderung menunjukkan kesantunan dan kedamaian spiritual. Kesederhanaan menjadi bagian dari ciri khas penampilannya.
Tak lama begitu mendarat, lelaki itu segera meninggalkan gedung domestik bandara itu agar segera bisa sampai ke tempat menginap. Begitu keluar, dia bergegas ke area parkiran. Kepentingannya hanya satu: mencari taksi mobil untuk mengantarkannya ke hotel, tempat dia menginap. Malam itu sudah menunjuk ke angka sekitar jam 20:15 WITA. Pertanda bahwa dia butuh istirahat.
Di area parkiran itu, dia mencoba membuka aplikasi taksi online. Maunya untuk memesan layanan transportasi yang bisa dijumpai dengan mudah di setiap kota besar. Denpasar termasuk di antaranya. Apalagi, di kota ini mobilitas orang dari berbagai daerah di tanah air, bahkan manca negara sekalipun, sangat tinggi. Mencari taksi online pasti tak sulit. Begitulah pikirnya.
Belum genap jemarinya bergerak untuk mengklik pesanan melalui aplikasi itu, terdengar olehnya suara lelaki dewasa dari sampingnya seraya mendekat ke arah depannya. “Pak, ojek, Pak. Silakan Pak, ojeknya. Bisa saya antar ke mana, Pak?” Begitu kira-kira kalimat itu diujarkan tukang sopir ojek motor kepada lelaki di atas. “Motor saya sebelah sana, Pak. Di ujung,” tambah tukang ojek motor itu ke lelaki yang dia tawari sambil mengarahkan tangannya untuk menunjuk ke arah tempat parkir motor. Lelaki itu pun semakin kuat mengarahkan pandangannya ke arah tukang ojek motor itu. Sejurus kemudian, sang tukang ojek motor pun berujar: “Mari Pak, saya antar. Mau ke mana Pak?”
Belum sempat lelaki itu menjawab pertanyaan di atas, sopir ojek motor pun menjejalinya dengan kalimat begini: “Saya Muslim, kok Pak.” Kalimat ini diucapkan sang tukang ojek motor untuk meyakinkan latar belakangnya kepada lelaki yang sedang mencari layanan taksi itu. Lelaki itu pun lalu semakin kuat menatap wajah sang tukang ojek motor yang gigih memasarkan jasa layanan ojeknya ke dirinya. Dia tampak sedang memperhatikan dan bahkan melakukan identifikasi terhadap sang sopir ojek motor melalui tampilan fisiknya. Seakan sedang mencocokkan pengakuan dalam kalimat di atas dengan penampilan fisik sang tukang ojek dimaksud.
Begitu mendengar kalimat pengakuan oleh sopir ojek motor di atas, lelaki tersebut langsung tampak mengubah pikiran. Tak perlu waktu lama perubahan itu terjadi. Awalnya dia ingin memesan layanan taksi mobil. Apalagi waktu sudah agak malam. Dia berpikir harus menyayangi tubuhnya. Harus memanjakan fisiknya. Harus menjaga kesehatan dirinya. Agar tidak sakit. Agar tidak drop. Agar tidak jatuh sakit karena terpaan angin malam.
Tanpa berpikir panjang, termasuk untuk mendapatkan taksi mobil, lelaki di atas langsung mengiyakan tawaran sopir ojek motor itu. Bergegaslah lelaki itu bersama sang tukang ojek motor ke parkiran tempat motor ojek itu mangkal. Dikenakanlah helm ke kepalanya. Diboncenglah dia oleh sang tukang sopir ojek di atas motormya. Akhirnya, berangkatlah lelaki itu ke hotel tempat dia menginap dengan layanan ojek motor yang ditawarkan, dan dikendarai langsung, oleh sang sopir ojek tersebut kepadanya.
Saudaraku yang budiman.
Ternyata penyebutan latar belakang kepercayaan membuat lelaki itu akhirnya mengubah pikiran dan keputusan awal dalam memanfaatkan layanan transportasi umum itu. Dia tak lagi berpikir harus mendapatkan taksi mobil untuk mengantarkannya ke tempat dia menginap. Pertimbangan awalnya soal kesehatan dia abaikan. Pandangan awalnya soal kebutuhan untuk menjaga kesehatan fisiknya dia runtuhkan. Itu semua dia lakukan begitu mendengar kalimat “Saya Muslim, kok Pak” seperti disinggung di atas. Semua pertimbangan dan pandangan awal itu harus bergeser menyusul penyebutan latar belakang keyakinan diri yang diucapkan oleh sang sopir ojek motor itu.
Kisah di atas penting kita jadikan pelajaran. Betapa penyebutan kalimat “Saya Muslim, kok Pak” telah berhasil mengubah keputusan penting lelaki itu dalam memanfaatkan layanan transportasi online. Kalimat itu magis sekali. Dua orang berbeda asal lalu menyatu dalam kehendak yang sama untuk memanfaatkan layanan ojek motor. Yang satu bertindak sebagai pengambil manfaat layanan transportasi umum, dan yang satu lagi sebagai penyedia layanan. Tentu karena berbeda asal itu, keduanya pun pasti juga tak saling kenal sebelumnya. Tapi, penyebutan letar belakang keyakinan itu telah menyatukan keduanya yang berbeda asal itu ke dalam satu keputusan dan kesepakatan atas layanan transportasi ojek motor.
Saling baca tampak menjadi kata kunci penting dari lahirnya keputusan dan kesepakatan atas layanan transportasi ojek motor itu dengan cepatnya. Tak perlu banyak buang waktu. Tak perlu lagi banyak pembicaraan yang tak perlu. Tak butuh lagi strategi ini dan itu oleh tukang ojek motor itu lebih jauh untuk bisa merayu lelaki dari Surabaya yang sedang mencari sarana transportasi umum itu. Juga sebaliknya, lelaki dari Surabaya itu juga tak merasa butuh waktu lebih lama lagi untuk memutuskan bergeser ke tempat dirinya menginap dengan layanan ojek motor yang disediakan oleh tukang ojek itu. Keduanya akhirnya dengan cepat dan mudahnya mengambil keputusan dan kesepakatan atas layanan transportasi ojek motor untuk mengatarkan lelaki dari Surabaya itu ke hotel tempatnya menginap di Denpasar.
Saudaraku yang budiman.
Jangan lihat agama atau tidak. Jangan risaukan kepercayaan religi atau lainnya. Jangan salah fokus hanya pada penyebutan latar belakang keyakinan. Untuk kepentingan pembahasan soal marketing produk layanan, lihatlah semua itu bagian dari strategi efektif yang sedang dilakukan oleh sopir ojek motor kepada para pelanggannya. Dia sangat cerdas membaca calon penumpangnya. Dia sangat hebat karena dengan cepatnya bisa membaca siapakah calon penumpangnya. Dia sangat terampil untuk mendekati calon penumpangnya hingga dengan segera menjatuhkan pilihan untuk memanfaatkan jasa layanan ojeknya.
Dia baca tampilan fisik calon penumpangnya. Dia cermati cara berpenampilan calon penumpangnya. Dia juga telaah dengan cepatnya siapakah kira-kira calon penumpangnya. Dan selanjutnya, dengan cepat dia pun segera mengambil keputusan untuk meluncurkan strategi marketing-nya. Kalimat “Saya Muslim, kok Pak” itu hanya cara untuk segera mengidentifikasi calon penumpangnya ke dirinya, mengidentifikasi dirinya dengan calon penumpangnya. Dan hasilnya? Sungguh luar biasa. Perubahan besar pun diambil calon penumpang itu. Tak lagi dia naik taksi mobil yang sudah dia rencanakan sebelumnya. Alih-alih, dia tertarik dan akhirnya memutuskan untuk mengikuti tawaran sang tukang ojek motor itu. Luar biasa strategi marketing-nya.
Membaca siapakah calon pengambil atau pengguna manfaat, ternyata, adalah cara jitu yang harus dilakukan oleh siapa saja yang akan menawarkan jasa layanan. Apapun jenisnya. Tukang ojek motor ini adalah contoh kecil namun sangat baik untuk ditiru. Dia akhirnya berhasil mengubah keputusan calon penggunanya dari taksi mobil ke ojek motor. Dia berhasil mengenali siapa calon penggunanya dengan cepat sebelum menebar aksi penawaran layanan kepadanya. Dia sukses mengidentifikasi dirinya dengan calon pengguna layanannya, dan mendekatkan calon pengguna tersebut ke identitas dirinya.
Jadi, Saudaraku yang budiman. Memetakan, mengidentifikasi, dan menganalisis calon pengguna layanan penting dilakukan. Tujuannya untuk segera mengenalinya dari awal sekali. Nah di sinilah, riset pasar yang lazim dilakukan oleh hampir semua pelaku usaha bisnis ekonomi, sejatinya, adalah bagian dari kepentingan untuk membaca calon pengambil atau pengguna manfaat. Riset pasar ini hampir wajib dilakukan oleh siapa saja yang berada dalam kehendak besar untuk membuka usaha bisnis ekonomi. Hampir tidak ada pelaku usaha bisnis ekonomi yang melepaskan dana investasinya untuk jenis usaha apapun tanpa melakukan riset pasar.
Saking pentingnya riset pasar ini, sebuah korporasi bahkan memanfaatkan jasa layanan riset pasar dari lembaga survei independen. Atau menjadikan riset pasar oleh selainnya sebagai masukan atau data untuk melancarkan aksi bisnisnya. Semua itu dilakukan untuk mengenali pasar yang akan disasar oleh layanan jasa atau produk yang dikeluarkan, mulai dari potensi daya beli (purchasing power) hingga kecenderungan gaya konsumsi (consuming behaviour). Karakter pasar yang demikian penting dipahami agar gerak investasinya bisa tepat sasaran, atau minimal tidak salah bidik.
Lalu, siapakan pengambil manfaat yang dimaksud di atas? Siapakah pengguna layanan seperti disebut di atas? Siapakah pasar yang disinggung di atas? Jika Anda adalah pelaku usaha bisnis ekonomi, maka pengambil manfaat atau pengguna layanan atau pasar dimaksud adalah calon konsumen atas produk yang Anda pasarkan. Jika Anda adalah seorang penceramah, maka pengambil manfaat atau pengguna layanan atau pasar Anda adalah calon jamaah yang akan mengundang atau mendengarkan ceramah Anda dalam layanan dakwah agama yang Anda berikan.
Hal yang sama juga terjadi pada profesi lainnya. Apapun itu. Sebagai contoh, jika Anda adalah guru atau dosen, maka pengambil manfaat atau pengguna layanan atau pasar dari layanan usaha pendidikan Anda adalah siswa atau mahasiswa yang akan Anda ajar beserta orang tuanya yang akan mempercayakan anaknya untuk Anda ajar. Bahkan, prinsip yang serupa juga harus dilaksanakan secara baik oleh penyelenggara layanan pendidikan tinggi. Sebagai institusi pendidikan, maka pengambil manfaat atau pengguna layanan atau pasar yang harus dikenali oleh manajemen perguruan tinggi adalah orang tua mahasiswa, mahasiswa itu sendiri, serta kecenderungan pasar kerja yang akan memanfaatkan calon pengguna lulusan ke depan.
Maka, kenali sebelum dekati. Itulah prinsip dan sekaligus langkah mendasar nan penting dalam melakukan marketing atas produk layanan. Suksesnya tukang ojek motor dalam mendapatkan konsumen, termasuk mengubah keputusan awal konsumen itu dari kehendak untuk mengendarai taksi mobil untuk pindah ke ojek motor, di atas adalah contoh konkret atas pentingnya prinsip mengenali sebelum mendekati. Jika Anda berhasil mengenali calon konsumen dengan baik, maka Anda akan dengan cepat bisa mendekatinya agar memanfaatkan jasa layanan atau produk jualan yang Anda tawarkan.
Dengan keterampilan mengenali calon pengguna layanannya dengan cepat nan baik di atas, sopir ojek motor itu telah mengajarkan bagaimana melacak isyarat konsumsi (buying signals) calon pengguna layanan. Saat lelaki yang seorang dosen-cum-ustadz muda di atas mulai mengalihkan pandangan kepadanya dari layar HP yang dipegang, itulah isyarat pertama yang ditangkap dan dimanfaatkan oleh tukang ojek motor itu untuk melangsungkan strategi pemasaran layanan ojek motornya lebih lanjut. “Aha, dia mulai tertarik nih pada tawaran jasa saya!” begitu kira-kira yang ada dalam pikirannya saat melihat pandangan lelaki yang ditawari layanan ojek motornya beralih dari layar gadget yang sedang dipegang ke dirinya. Itu karena, melirik atau mengalihkan pandangan dari HP ke dirinya dapat dianggap sebagai isyarat ketertarikan.
Tukang ojek motor itu tampak makin semangat untuk melancarkan strategi berikutnya saat mendapati calon pengguna ojek motornya itu mulai menjawab atau merespon tawarannya “Nyari ojek, Pak? Bisa saya antara ke mana, Pak?” seperti diuraikan di atas. Sopir ojek motor itu sukses menerapkan prinsip “kenali sebelum dekati”. Kecepatan dia mengidentifikasi latar belakang dan karakter lelaki calon pengguna layanannya serta ketepatan mengidentifikasinya (dengan kalimat “Saya Muslim, kok Pak”) adalah strategi “kenali” yang sukses dia terapkan dalam memetakan siapa lelaki yang berada di hadapannya yang menjadi calon pengguna jasa layanannya. Dan, kalimat penawaran “Nyari ojek, Pak? Bisa saya antara ke mana, Pak?” adalah strategi “dekati” sebagai jurus lanjutan untuk memikat hati calon pengguna layanan ojek motornya.
Dan akhirnya, tukang ojek motor itu pun sukses meraih hati lelaki itu untuk membatalkan keinginan awalnya untuk naik taksi mobil dan menggantinya dengan keputusan cepat untuk menggunakan layanan ojek motornya. Strategi “kenali” membawa tukang ojek motor itu sukses untuk dengan segera sekali membaca calon penumpangnya. Strategi “kenali” mengantarkan sopir ojek motor itu berhasil mengawali aksinya untuk segera tahu siapa calon penumpangnya dan bagaimana karakter konsumsinya.
Sukses di tahapan “kenali” ini menjadi modal penting bagi tukang ojek motor tersebut untuk berhasil di tahapan selanjutnya, “dekati”. Dengan keterampilan membaca dan mengidentifikasi serta mengenali karakter calon pengguna manfaatnya itu, dia pun mendapatkan simpati dari lelaki yang dosen-cum-ustadz itu sebagai calon konsumennya. Dan sukseslah dia pada akhirnya untuk mendapatkan lelaki itu sebagai penumpangnya.
Malam itu pun dilaluinya dengan ditutup oleh cerita sukses strategi marketing yang dilancarkan. Dan rezeki dalam bentuk pendapatan pun malam itu langsung berada di tangannya. Dan dosen-cum-ustadz yang bernama Dr. H. Mohammad Hadi Sucipto, Lc., M.H.I sebagai lelaki yang diuraikan di atas itu pun menjadi orang yang mengalirkan rezeki untuknya dari keberhasilan marketing-nya hingga dia pun kontan menjadi pengguna jasa layanan ojeknya.