Beberapa jam setelah Pelantikan Presiden-Wakil Presiden, pada Minggu, 20 Oktober 2024 malam Prabowo-Gibran telah membacakan Susunan Menteri Kabinet Merah yang akan membantu pemerintahan dalam kurun waktu lima tahun ke depan 2024-2028.
Susunan Kabinet Kabinet Merah Prabowo-Gibran dilantik pada Senin, 21 Oktober 2024 dengan dua kali pelantikan yaitu pertama pelantikan Menteri yang dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB, dilanjutkan dengan pelantikan Wakil Menteri dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB.
Susunan Kabinet Merah Prabowo-Gibran ini terdiri dari 7 (tujuh) Menteri Koordinator, 41 (empat puluh satu) Kementerian (Menteri) di bawah Menteri Koordinator, dan 5 (lima) kementerian dan lembaga yang tidak di bawah koordinasi Menko. Dengan demikian total jumlah Menteri Kabinet Merah Prabowo-Gibran ada 53 Menteri dan/atau Lembaga setingkat Menteri. Selain itu juga terdapat 56 wakil Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.
Ada yang menarik terkait dengan jumlah wakil Menteri Kabinet Merah Putih periode 2024-2029, karena untuk satu menteri ada yang memiliki wakilnya lebih dari satu. Misal Menteri Keungan memiliki 3 (tiga) orang wakil Menteri, sedangkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi masing-masing memiliki 2 (dua) orang wakil menteri.
Kabinet Gemoy
Jika dibandingkan dengan Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Sekilas melihat jumlah Menteri dan wakil Menteri pada Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 tampak ‘gemoy’. Kabinet Indonesia Maju era Joko Widodo dan Ma’ruf Amin hanya terdiri atas 4 (empat) menteri koordinator dan 30 (tiga puluh) menteri bidang, serta ada 3 wakil Menteri yaitu Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Keungan dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan pada masa Kabinet Indonesia Bersatu I dan II masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyon susunan kabinet terdiri dari 34 Menteri Koordinator dan Menteri Negara.
Memang jika dibandingkan dengan era orde lama, jumlah Menteri Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 masih relatif sedang, karena pada kepemimpinan Presiden Soekarno yaitu pada masa Kabinet Kerja Keempat terdiri dari 66 Menteri, pada Masa Kabinet Dwikora Ketiga terdiri dari 79 Menteri. Bahkan pada masa Kabinet Dwikora Kedua 24 Februari 1966-28 Maret 1966 pernah memiliki susunan Kabinet terdiri dari 132 orang Menteri.
Berikut gambaran terkait dengan susunan Menteru Kabinet dari Masa Orde Baru hingga sekarang.
Tabel 1 Susunan Menteri Kabinet dari Masa ke Masa
No | Nama Kabinet | Susunan Kementerian | Masa Kepemimpian | Periode |
1 | Kabinet Presidensial | 21 | Soekarno-Hatta | 2 September 1945 – 14 November 1945 |
2 | Kabinet Syahrir Pertama | 17 | Sutan Syahrir | 14 November 1945 – 12 Maret 1946 |
3 | Kabinet Syahrir Kedua | 25 | Sutan Syahrir | 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946 |
4 | Kabinet Syahrir Ketiga | 32 | Sutan Syahrir | 2 Oktober 1946 – 3 Juli 1947 |
5 | Kabinet Amir Syarifuddin Pertama | 34 | Amir Syarifuddin | 3 Juli 1947 – 11 November 1947 |
6 | Kabinet Amir Syarifuddin Kedua | 37 | Amir Syarifuddin | 11 November 1947 – 23 Januari 1948 |
7 | Kabinet Presidensial (Kabinet Hatta Pertama) | 17 | Moh. Hatta | 23 Januari 1948 – 4 Agustus 1949 |
8 | Kabinet Darurat | 12 | Syafruddin Prawiranegara | 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949 |
9 | Kabinet Hatta Kedua | 19 | Moh. Hatta | 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949 |
10 | Kabinet Susanto (Kabinet Peralihan) | 13 | Susanto Tirtoprodjo | 20 Desember 1949 – 21 Januari 1950 |
11 | Kabinet Halim | 15 | Dr. Abdul Halim | 21 Januari 1950 – 6 September 1950 |
12 | Kabinet Natsir | 18 | Mohammad Natsir | 6 September 1950 – 27 April 1951 |
13 | Kabinet Sukiman | 20 | Sukiman Wirjosandjojo | 27 April 1951 – 3 April 1952 |
14 | Kabinet Wilopo | 18 | Wilopo & Prawoto Mangkusasminto | 3 April 1952 – 30 Juli 1953 |
15 | Kabinet Ali Sastroamidjoyo Pertama (Kabinet Ali-Wongso-Arifin) | 17 | Ali Sastroamidjoyo, Wongsonegoro, & Zainul Arifin | 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955 |
16 | Kabinet Burhanuddin Harahap | 20 | Burhanuddin Harahap, R. Djamu Ismadi, & Harsono Tjokroaminoto | 12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956 |
17 | Kabinet Ali Sastroamidjoyo Kedua | 25 | Ali Sastroamidjoyo, Mohammad Rum, & KH. Dr. Idham Chalid | 24 Maret 1956 – 9 April 1957 |
18 | Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) | 26 | Ir. Djuanda, Hardi, Dr. Idham Chalid, & Dr. J. Leimina | 9 April 1957 – 10 Juli 1959 |
19 | Kabinet Kerja Pertama | 33 | Soekarno – Djuanda | 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960 |
20 | Kabinet Kerja Kedua | 40 | Soekarno | 18 Februari 1960 – 6 Maret 1962 |
21 | Kabinet Kerja Ketiga | 60 | Soekarno | 6 Maret 1962 – 13 November 1963 |
22 | Kabinet Kerja Keempat | 66 | Soekarno | 13 November 1963 – 27 Agustus 1964 |
23 | Kabinet Dwikora Pertama | 42 | Soekarno | 27 Agustus 1964 – 22 Februari 1966 |
24 | Kabinet Dwikora Kedua | 132 | Soekarno | 22 Februari 1966 – 28 Maret 1966 |
25 | Kabinet Dwikora Ketiga | 79 | Soekarno | 28 Maret 1966 – 25 Juli 1966 |
26 | Kabinet Ampera Pertama | 31 | Soekarno | 25 Juli 1966 – 11 Oktober 1967 |
27 | Kabinet Ampera Kedua | 24 | Soeharto | 11 Oktober 1967 – 6 Juni 1968 |
28 | Kabinet Pembangunan Pertama | 24 | Soeharto | 6 Juni 1968 – 28 Maret 1973 |
29 | Kabinet Pembangunan Kedua | 24 | Soeharto | 28 Maret 1973 -29 Maret 1978 |
30 | Kabinet Pembangunan Ketiga | 32 | Soeharto | 29 Maret 1978 – 19 Maret 1983 |
31 | Kabinet Pembangunan Keempat | 42 | Soeharto | 19 Maret 1983 – 23 Maret 1988 |
32 | Kabinet Pembangunan Kelima | 44 | Soeharto | 23 Maret 1988 – 17 Maret 1993 |
33 | Kabinet Pembangunan Keenam | 43 | Soeharto | 17 Maret 1993 – 14 Maret 1998 |
34 | Kabinet Pembangunan Ketujuh | 38 | Soeharto | 14 Maret 1998 – 21 Mei 1998 |
35 | Kabinet Reformasi Pembangunan | 37 | B.J. Habibie | 23 Mei 1998 – 20 Oktober 1999 |
36 | Kabinet Persatuan Nasional | 35 | Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarno Putri | 26 Oktober 1999 – 9 Agustus 2001 |
37 | Kabinet Gotong-Royong | 35 | Megawati Soekarno Putri-Hamzah Haz | 10 Agustus 2001 – 20 Oktober 2004 |
38 | Kabinet Indonesia Bersatu I | 34 | Susilo Bambang Yudhoyono-M. Yusuf Kalla | 21 Oktober 2004 – 22 Oktober 2009 |
39 | Kabinet Indonesia Bersatu II | 34 | Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono | 22 Oktober 2009 – 27 Oktober 2014 |
40 | Kabinet Kerja | 34 | Joko Widodo-Muhammad Yusuf Kalla | 27 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019 |
41 | Kabinet Indonesia Maju | 34 | Joko Widodo- Ma’ruf Amin | 27 Oktober 2019-20 Oktober 2024 |
42 | Kabinet Merah Putih | 53 | Prabowo-Gigran Raka Buming Raka | 20 Oktober 2024-20 Oktober 2029 |
Rasiologis vs Politis
Banyak kalangan yang kawatir, bahwa dengan banyaknya pembantu Presiden Prabowo, akan menambah beban pada anggaran negara. Celios memproyeksikan terjadinya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp. 1,95 triliun selama 5 tahun ke depan akibat koalisi gemoy tersebut. Angka itu belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung.
Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki alasan dengan membuat kementerian gemoy, yaitu ingin membentuk pemerintahan yang kuat dengan cara membentuk/membangun koalisi yang besar. Selian itu Prabowo juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara yang besar sehingga wajar jika kabinetnya terbilang cukup banyak.
Alasan Prabowo tersebut cukuplah rasiologis dari sudut politis. Indonesia sebagai negara besar harus mampu mengelola semua aspek kenegaraan bari segi Sumber Daya Alam (SDA), maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Apalagi dengan rencana pemindahan ibu kota di Ibu Kota Negara (IKN) pada tahun 2024 ini yang tentunya memerlukan perencanaan yang kuat dan juga aspek keuangan yang cukup, serta kesiapan SDM untuk menopang keberlanjutan rencana tersebut. Untuk langkah tersebut Prabowo dan Gibran melakukan sejumlah pemecahan terhadap kementerian yang sudah ada, seperti yang terjadi pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dipecah menjadi dua kementerian.
Pemecahan juga terjadi pada Kementerian Hukum dan HAM, yang dipecah menjadi Kementerian Hukum, Kementerian HAM, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Selain itu, Prabowo juga membentuk sejumlah kementerian baru seperti Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Memang haruslah diakui, bahwa penentuan jumlah Susunan Kabinet Menteri merupakan hak prerogatif Presiden. Hal ini mengingat para menteri adalah pembantu presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden. Termasuk dalam hal ini adalah pengangkat dan pemberhentian mereka (Pasal 17 UUDNRI 1945). Kedua, dari aspek politik adalah menjadi ‘sunah’, seorang pemimpin akan berusaha sekuat tenaga agar pada masa pemerintahan mereka tidak akan terjadi gejolak maupun friksi-friksi yang tentunya akan mengganggu stabilitas kinerjanya. Dengan dasar tersebut seorang Presiden dapat membuat desains, susunan kabinet Menteri berdasarkan kebutuhan bukan keinginan. Seperti bagaimana komposisi orang-orang yang harus duduk dalam Kementerian.
Berdasarkan catatan lembaga riset, Celios, mayoritas nama yang dipanggil Prabowo didominasi oleh politisi dengan persentase mencapai 55,6% atau 60 dari 108 kandidat. Proporsi profesional teknokrat hanya sebesar 15,7% atau 17 dari 108 calon. Kemudian disusul kalangan TNI/POLRI (8,3%), pengusaha (7,4%), akademisi (5,6%), tokoh agama (4,6%), dan selebritas (2,8%).
Melihat komposisi ini Prabowo-Gibran pertama-tama ingin membangun stabilitas pemerintahan dengan melakukan bargaining kepada para politisi terutama pemimpin partai politik. Terlihat dari 7 (tujuh) kedudukan Menteri Koordinator lima diantaranya adalah Ketua Partai Politik atau mantan Ketua Partai Politik. Pemilihan ini merupakan langkah stratgeis dalam rangka membangun komunikasi politik, dan stabilitas pemerintahan. Artinya dengan dukungan para ketua/mantan ketua partai politik yang tentunya memiliki masa dan pengaruh yang cukup akan mampu mendukung selama pemerintahan Prabowo-Gibran berlangsung.
Sekali lagi pemilihan komposisi Menteri tersebut merupakan prerogatif Presiden berdasarkan analisis kebutuhan yang ada. Meski demikian satu hal yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah, bahwa posisi Menteri ini setidaknya lebih mengakomodasi orang-orang yang tepat “the right man, and the right place”. Karena hanya dengan demikian, rencana besar Prabowo-Gibran dengan Kabinet Gemoy-nya yang bertujuan membangun ‘Indonesia sebagai Negara Superpower pada Dunia ke-3” ini dapat terwujud. Why Not …!
*) Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UIN Sunan Ampel Surabaya