Column

Membangun Spiritualitas Akademik Menuju Indonesia Emas 2045

Oleh
Sokhi Huda
(Kaprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya)

Menuju Indonesia Emas 2045, sebuah impian besar bangsa Indonesia untuk meraih kemajuan ekonomi, sosial, dan budaya yang setara dengan negara-negara maju. Impian ini menuntut transformasi yang signifikan di berbagai sektor, salah satunya adalah di bidang akademik. Lebih dari sekadar meningkatkan kualitas pendidikan, kita membutuhkan spiritualitas akademik yang kuat—sebuah kerangka moral dan etis yang mampu menggerakkan kesadaran dan tanggung jawab intelektual untuk menjawab tantangan-tantangan nasional dan global.

Upaya tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik  tanpa kesediaan melakukan introspeksi dan otokritik. Sejauh mana perguruan tinggi dan lembaga pendidikan kita telah berperan maksimal dalam usaha mencetak insan intelektual yang memiliki spiritualitas akademik? Adakah sistem pendidikan yang kita bangun ini benar-benar menghasilkan perubahan fundamental dalam karakter individu, atau hanya menjadi pabrik ijazah semata? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab bersama.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD) dapat menjadi solusi yang relevan. Pendekatan ini mendorong kita untuk menggali dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh komunitas bangsa, baik di lingkungan akademik maupun masyarakat luas, sebagai modal utama untuk pengembangan spiritualitas akademik. Di saat yang sama, di era globalisasi, strategi internasional juga harus menjadi bagian integral dari usaha membangun spiritualitas akademik yang kompetitif di kancah global.

1. Wajah Otokritik: Mengapa Spiritualitas Akademik Terpinggirkan?
Sebagai bangsa yang besar dengan sejarah pendidikan yang panjang, Indonesia sering kali terjebak dalam jebakan kuantitas dibandingkan kualitas. Kita terlalu berfokus pada peningkatan jumlah lulusan, program, dan infrastruktur pendidikan, tetapi mungkin lupa untuk membangun karakter dan etos kerja yang seimbang antara intelektual dan moralitas. Salah satu pertanda krisis ini adalah lemahnya integritas akademik di beberapa lembaga pendidikan tinggi yang tercermin dari kasus-kasus plagiarisme, manipulasi data, hingga skandal ijazah palsu.

Lebih dari itu, nilai-nilai spiritualitas akademik seperti integritas, tanggung jawab sosial, dan keberpihakan pada kebenaran ilmiah mungkin terabaikan. Di sinilah kita perlu melakukan otokritik yang mendalam. Apakah pendidikan tinggi di Indonesia hanya menjadi arena kompetisi prestasi akademik yang didorong oleh ego pribadi, ataukah menjadi tempat bagi pengetahuan, kebijaksanaan, dan etika hidup dikembangkan secara signifikan?

Spiritualitas akademik bukan berarti religiositas semata, melainkan kesadaran yang mendalam tentang tanggung jawab intelektual untuk membawa manfaat besar bagi masyarakat luas, serta keberanian untuk mempertahankan kebenaran, bahkan di tengah tekanan sosial maupun ekonomi. Tanpa spiritualitas ini, akademisi hanya akan menjadi teknokrat yang kehilangan jiwa, terjebak dalam rutinitas teknis dan ritual belajar tanpa visi besar.

2. Pembangunan Berbasis Aset (ABCD) dalam Pendidikan
Untuk membangun spiritualitas akademik yang kuat, pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development) dapat menjadi model alternatif. Pendekatan ini berfokus pada potensi yang dimiliki oleh komunitas atau institusi daripada pada kelemahan atau kekurangannya. Dalam konteks pendidikan, ABCD mengajak kita untuk melihat apa yang sudah ada—baik dalam bentuk sumber daya manusia, budaya, maupun nilai-nilai lokal yang dapat dikembangkan—sebagai fondasi untuk mencapai kemajuan.

a. Menggali Potensi Lokal
Dalam konteks akademik, setiap universitas, sekolah, atau komunitas pendidikan memiliki sumber daya unik yang dapat dimanfaatkan. Misalnya, universitas di daerah-daerah memiliki kearifan lokal yang dapat diangkat menjadi bahan penelitian, atau komunitas di sekitar kampus dapat dilibatkan dalam program-program pengabdian masyarakat yang bermanfaat. Alih-alih hanya mengadopsi model pendidikan dari luar negeri, kita perlu mengombinasikan dengan nilai-nilai dan pengetahuan lokal sebagai modal untuk membangun spiritualitas akademik.

b. Kolaborasi Multipihak
ABCD juga menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak. Dalam hal ini, perguruan tinggi perlu lebih aktif menggandeng komunitas, pemerintah, dan sektor swasta untuk menciptakan program-program yang membangun kesadaran sosial mahasiswa. Sebagai contoh, program pengabdian masyarakat yang lebih terstruktur dan berkelanjutan dapat menjadi sarana efektif untuk membangun empati, tanggung jawab sosial, dan komitmen mahasiswa terhadap pembangunan berkelanjutan.

c. Pemberdayaan Mahasiswa sebagai Aset Utama
Mahasiswa bukan hanya konsumen pendidikan tetapi juga aset yang memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada perubahan sosial. Dengan pemberian ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi kemampuan, ide, dan kreativitasnya, kita akan melihat munculnya pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki integritas tinggi dengan spiritualitas akademik yang kuat. 

3. Strategi Internasional sebagai Jembatan Lokal dan Global
Tantangan Indonesia menuju 2045 juga tidak dapat dilepaskan dari dinamika global. Era globalisasi telah membuka pintu bagi arus pengetahuan, teknologi, dan budaya yang melintasi batas antarnegara. Dalam konteks ini, spiritualitas akademik yang kita bangun harus mampu berdialog dengan nilai-nilai global, tanpa kehilangan identitas lokal.

a. Kerja sama Internasional dalam Pendidikan
Untuk memperkuat spiritualitas akademik, kita perlu membuka diri terhadap kerja sama internasional. Misalnya, program pertukaran mahasiswa dan dosen dengan universitas di luar negeri dapat menjadi sarana penting untuk memperkaya wawasan dan pengalaman. Mahasiswa Indonesia perlu terpapar pada berbagai nilai dan perspektif global, di mana kemudian dapat mereka sinergikan dengan kearifan lokal. Hal ini akan melahirkan intelektual yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial.

b. Membangun Jaringan Akademik Global
Selain kerja sama internasional, perguruan tinggi di Indonesia juga harus aktif membangun jaringan akademik global. Partisipasi dalam konferensi internasional, kolaborasi penelitian lintas negara, dan publikasi di jurnal-jurnal internasional harus menjadi bagian dari strategi besar untuk meningkatkan kualitas intelektual Indonesia. Dalam hal ini, spiritualitas akademik juga dapat berkembang melalui pertemuan dengan akademisi dari berbagai latar belakang yang membawa nilai-nilai universal seperti etika keilmuan, kejujuran, dan keterbukaan.

c. Penguatan Riset yang Berorientasi pada Solusi Lokal, Nasional, dan Global
Perguruan tinggi di Indonesia harus mengarahkan risetnya untuk menjawab tantangan global sekaligus menawarkan solusi lokal dan nasional. Penelitian tentang teknologi hijau, energi terbarukan, kesehatan masyarakat, dan pendidikan inklusif harus menjadi prioritas. Akan tetapi, riset ini tidak boleh kehilangan konteks lokal dan nasional. Sebagai contoh, teknologi energi terbarukan yang dikembangkan harus dapat diaplikasikan dalam kondisi geografis dan sosial di Indonesia. Dengan begitu, kita dapat memiliki solusi yang tidak hanya relevan di tingkat nasional, tetapi juga berkontribusi dalam dialog global. 

4. Refleksi Aksentuasi
Membangun spiritualitas akademik menuju Indonesia Emas 2045 merupakan tugas besar yang membutuhkan pendekatan holistik. Dengan melakukan otokritik terhadap sistem pendidikan saat ini, kita dapat melihat kelemahan kita dan bagaimana cara memperbaikinya. Pendekatan ABCD membantu kita menggali potensi yang ada di dalam diri komunitas akademik, sementara strategi internasional memastikan bahwa kita tidak tertinggal dalam arus globalisasi.

Dalam perjalanan menuju 2045, pendidikan tinggi harus bertransformasi menjadi tempat yang tidak hanya mencetak lulusan berprestasi secara akademik tetapi juga berintegritas dan memiliki komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat. Hanya dengan spiritualitas akademik yang kuat, kita dapat mencetak generasi yang siap membawa Indonesia menjadi negara maju, adil, dan bermartabat di mata dunia. Jika kita benar-benar berkomitmen, Indonesia Emas mungkin bukan hanya mimpi dan angka tahun, tetapi sebuah realitas yang dapat kita capai bersama sesuai makna emas itu sendiri. Wa allāhu a`lam.