Column
Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D.
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

“Saya pernah menjadi Sekjen MUI, Wakil Ketua Umum MUI dan Ketua PP Muhammadiyah. Jujur saya pingin jadi negarawan. Tapi sekarang, setelah melihat kerja Pak Menteri Agama, saya pastikan nggak mau lagi. Berat!” Begitu pernyataan KH Anwar Abbas mengawali sambutannya pada kegiatan malam khidmat bertajuk Menteri Agama Menyapa dan Mengapresiasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji 1445 H/2024 M Arab Saudi di Makkah. Acara itu sendiri dilaksanakan di Hotel Wehda Mutammayez (602) pada Hari Rabu (19/06/2024). Menteri Agama RI yang dimaksud oleh Buya Anwar Abbas yang kala itu bertugas sebagai Naib Amirul Hajj Indonesia itu adalah Gus Yaqut Cholil Qoumas.

Buya Anwar Abbas sangat memuji kerja keras menteri yang lebih akrab dipanggil Gus Men itu. “Saya jam 05:00 pagi sudah menuju ke ruang makan. Lho, Pak Menteri masih rapat dengan tim. Subhanallah! Sementara saya jam 21:00 sudah tidur. Luar biasa kerja Pak Menteri Agama!” Demikian pernyataan lanjutan dari Buya Anwar Abbas. Pernyataan itu disampaikan untuk mengungkapkan rasa hormatnya yang tinggi kepada Gus Men dengan segala kerja kerasnya dalam menyiapkan dan mengawal langsung pelaksanaan ibadah haji tahun 1445 H/2024 M ini.

Foto:  Gus Men memotret istrinya, Eny Retno, yang diapit KH Anwar Abbas dan Habib Sayyid Muhammad Hilal al Aidid

  Mengapa Gus Men dan tim bekerja dari malam hingga jam 05:00 pagi pun belum selesai? Karena semua dipikirkan. Semua diurusin. Semua dibahas. “Senangnya saya sama Gus Men itu, karena beliau detail sekali kerjanya,” jelas Wibowo Prasetyo saat kami tanyakan tentang kertas kerja yang menempel di dinding ruang kerja lantai dua hotel Daerah Kerja (Daker) Mekkah, seperti yang bisa dilihat di bawah. Kala itu, Selasa (25 Juni 2024), aku bersama rekan Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024, Prof Martin Kustanti dan Prof. Masnun Tahir, sedang berada di ruangan itu untuk bertemu dengan lelaki yang akrab disapa Pak Bowo itu. Karena suka detail itulah, lalu semua pekerjaan harus dibahas tuntas dalam persiapannya. Semua potensi dan risiko dimitigasi. Lalu, dicarikan solusi terbaik. Dan kemudian dikawal semaksimal mungkin.

Bahkan, khusus dalam membahas, memitigasi dan mencari solusi itu, Gus Men selalu melakukan skematisasi atas rencana pekerjaan dan proses penyelesaiannya. Seperti tampak di gambar di bagian bawah, skema kerja pun digambar. Plus hitungan menit waktunya. Dengan begitu semua tahapan teridentifikasi sejak dari awal. Semua potensi risiko terpetakan. “Dan hebatnya lagi, yang kemudian terjadi dan berlangsung di lapangan persis seperti yang dihitung dalam rapat oleh Gus Men. Coba lihat kertas plano itu!” ujar Pak Bowo melukiskan bagaimana cara kerja Gus Men dalam soal haji itu.

Foto:  Kertas Kerja Rapat Pembahasan Puncak Ibadah Armuzna, Dipimpin Gus Men

Orang-orang hebat memang tak pernah melupakan detail. Karena orang hebat itu produk pengalaman yang kuat. Dan kata “pengalaman” ini menunjuk kepada mutu kerja sebelumnya yang melesat. Pemahaman dan penguasaan pada detail adalah prasyarat. Abai pada detail berarti menyia-nyiakan kesempatan lahirnya pengalaman yang kuat. Karena itu, enggan pada yang detail itu pertanda buruk bagi kepemimpinan yang kuat. Emoh untuk memahami dan menguasai detail itu awal dari manajemen yang sekarat. Di sinilah, orang hebat selalu berangkat dari kecakapan berlipat. Dan kecakapan berlipat itu tak pernah lahir kecuali dari pengalaman mutu pekerjaan sebelumnya yang hirau pada setiap poin detail yang melekat.

Lihatlah bagaimana mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat yang sangat terkenal Colin Powell mengingatkan banyak rakyat Amerika: “Never neglect details. When everyone’s mind is dulled or distracted, the leader must be doubly vigilant.” Begini terjemahannya: “Jangan pernah mengabaikan detail. Ketika pikiran setiap orang tumpul atau terganggu, pemimpin harus lebih waspada.” Melalui pernyataan ini, Colin Powell sedang mengingatkan rakyat Amerika untuk menjaga sikap dan praktik diri untuk selalu hirau pada detail. Abai pada detail dianggap bukanlah pilihan yang bisa diambil untuk kemajuan masyarakat bangsa Amerika Serikat.

Sebab, kemajuan tidak lahir begitu saja. Dibutuhkan kerja keras dalam perencanaan dan pelaksanaan. Dan semua proses itu membutuhkan kewaspadaan diri dari dini. Bahwa kemajuan itu harus direncanakan, dilaksanakan dan dikawal secara serius. Sementara, kewaspadaan diri hanya akan lahir dari sikap dan praktik hirau pada detail. Abai pada detail hanya akan menyebabkan tumpul dalam pikir. Sebab, dengan sikap dan praktik hirau, otak dikondisikan untuk selalu berputar kencang untuk mengikuti setiap perkembangan pada yang detail. Dari situ, kewaspadaan diri secara berkesinambungan akan lahir.

Makanya, penting mengingat prinsip berikut ini: Jangan abai pada detail. Don’t ignore the details. Karena detail memberi kita kematangan berpikir, bersikap dan bertindak. Anda tak akan mampu menyelami sesuatu jika abai pada detail. Juga, engkau tak akan mampu merengkuh pemahaman terdalam atas sesuatu jika engkau mengabaikan detail. Abai pada detail akan mendorong seseorang untuk melewatkan begitu saja kesempatan yang datang. Abai pada detail akan membuat seseorang lemah perhatian pada kompleksitas. Akibat lemahnya penguasaan pada detail, kecakapan pengelolaan atas sesuatu menjadi mimpi dan angan-angan semata.

Apalagi, mengabaikan detail membuat seseorang sangat bergabung pada selainnya. Ungkapan yang pernah terkenal adalah ABS. Asal Bapak Senang. Dan itu tak banyak membantu menjadikan Anda kelak sebagai pemimpin hebat. Sebab, saat engkau mengabaikan detail dari suatu pekerjaan, maka engkau pasti akan mengandalkan laporan yang lain. Jika dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain Anda melakukan praktik seperti ini, maka sulit bagi Anda untuk bisa menjadi pemimpin besar. Karena kebesaran Anda sebetulnya adalah bubble. Bak busa atau gelembung yang pasti mengandalkan dan bahkan bergantung pada kekuatan lain untuk bisa bergerak. Bahkan untuk sekadar bertahan saja, butuh yang lain. Jika tak ada yang lain, busa atau gelembung itu akan segera menghilang.  

Maka, abai pada detail sebetulnya hanya akan membuat hidup kita sangat rapuh. Persis seperti ungkapan living in a bubble. Hidup dalam gelembung. Hidup dalam busa. Mudah terombang-ambing oleh selainnya. Gampang berubah oleh pergerakan yang lain. Karena gelembung dan busa itu tak mampu berdiri sendiri. Tak kuasa bergerak sendiri. Ia butuh yang lain. Walau hanya untuk bisa berdiri tegak sendiri. Nah, abai pada detail bisa diibaratkan dengan hidup dalam gelembung atau busa itu. Membuat hidup selalu bergantung pada sesamanya. Mengandalkan yang lain.

Kerja keras adalah kata kunci lainnya. Ia bisa menjadi bagian sentral dari sikap dan praktik hirau pada detail. Juga bisa menjadi bagian lain namun berfungsi sebagai pelengkap bagi sikap dan praktik hirau pada detail. Apakah mungkin muncul kerja keras jika abai pada detail? Pasti tidak. Pasti itu tidak akan terjadi. Sebab, malas pasti tidak suka detail. Malas pasti hanya ingin tahu hasil. Lalu detail diserahkan kepada yang lain, biasanya pada struktur di bawahnya. Karena itu, sejatinya, sikap dan praktik hirau pada detail adalah penanda kerja keras.  

Saat kerja keras disempurnakan dengan kerja detail, kinerja utama bukanlah mustahil. Kerja keras semakin melejitkan motivasi. Awalnya, memang motivasi yang kuat melahirkan kerja keras. Namun kerja keras juga semakin memperkuat motivasi. Nah, motivasi yang kuat ini mendorong munculnya sikap dan praktik hirau pada detail. Maka, saat kerja keras ini disempurnakan dengan kerja detail, apa yang sebelumnya dianggap mustahil bisa terasa kecil. Kalau sudah demikian, semua target kerja yang diberikan tak pernah terlewatkan. Dari titik inilah kinerja utama dimulai untuk direalisasikan.

Maka, ikuti setiap yang datang, nikmati proses yang terjadi, dan ambil maknanya adalah tahapan penting dari hirau pada yang detail. Kenapa tahapan itu penting? Karena setiap poin detail memberi pemahaman-pengetahuan (knowledge) tersendiri, wawasan (insight) khusus dan bahkan kesadaran (awareness) baru. Saat engkau mengikuti kejadiannya, menikmati prosesnya, dan mengambil maknanya, maka sebetulnya engkau sedang membangun pemahaman-pengetahuan tersendiri dalam dirimu.  Juga, sebetulnya engkau juga sedang menambah (top up) wawasan yang secara khusus akan engkau miliki. Lebih dari itu, jika tahapan itu dilakukan, sejatinya engkau juga sedang mengembangkan kesadaran baru atas sesuatu itu.

Maka, tak ada ruginya sama sekali hiru pada detail. Apalagi, bagi kepentingan untuk membangun sebuah kepemimpinan diri yang mapan. Sebab, tiga kelebihan yang dijelaskan di paragraf sebelumnya justeru dibutuhkan untuk pembangunan kepemimpinan diri yang baik. Sebaliknya, abai pada detail hanya akan membuat kita ketinggalan pada tiga hal itu juga, mulai pemahaman-pengetahuan, wawasan hingga kesadaran. Padahal kepemimpinan diri yang baik sangat membutuhkan hadirnya pemahaman-pengetahuan, wawasan hingga kesadaran yang selalu terbarukan. Lemah dan bahkan hilangnya pemahaman-pengetahuan, wawasan hingga kesadaran yang selalu terbarukan hanya akan menyebabkan tumpulnya kepemimpinan diri.

Setiap detail yang diikuti dan kemudian dikuasai akan memberi nilai tambah (added value) pada pemahaman-pengetahuan, wawasan dan kesadaran yang ada pada diri. Artinya, tidak ada ruginya sama sekali dari sikap dan praktik hirau pada detail. Karena, pertambahan nilai selalu hadir pada dan bersama sikap dan praktik itu. Dan, bukankah konsep pertambahan nilai ini adalah nama lain dari konsep barakah dalam dunia spiritual? Konsep pertambahan nilai itu persis-serupa dengan konsep ziyadatul khair yang menjadi pengertian konkret dari barakah.

Karena itu, sungguh sayang jika engkau mengabaikan detail. Sungguh merugi jika engkau menghindar dan tak pernah mau untuk hirau pada detail. Sungguh lacur jika engkau tak pernah memantapkan hati untuk selalu mengikuti setiap kejadian, menikmati prosesnya, dan mengambil maknanya. Sebab, jika itu engkau lakukan, sejatinya engkau telah menampik barakah dalam hidup. Dan untuk kepentingan kemaslahatan publik secara lebih luas, sikap dan praktik abai pada detail tak bisa memberi nilai apapun yang berarti. Karena sikap dan praktik itu tak akan bisa melahirkan kepemimpinan diri yang mumpuni.