Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) memang menjadi perbincangan hangat saat ini. Tak heran jika suasana kampus terasa lebih sepi dikarenakan hampir seluruh mahasiswa semester 6, khususnya mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) mengikuti program MBKM.
Haiatun Nafisa, salah satu mahasiswi FUF juga terlibat di dalamnya. Mahasiswi prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) ini memilih skema MBKM Proyek Kemanusiaan, khususnya pada bidang Bina Mualaf. Alasannya adalah, “Ingin terjun langsung ke masyarakat untuk mengetahui bagaimana keadaan dari kehidupan seorang mualaf,” ucapnya ketika diwawancarai via WA pada Selasa (12/3).
Nafisa tidaklah sendirian. Ia ditemani oleh partnernya yang sama-sama dari prodi IAT, Muhammad Thufail Hilmi Daffa (Daffa), juga tergabung di dalamnya. Meskipun begitu, mereka berdua bertugas secara individu.
Mitra yang menjadi sasaran MBKM Bina Mualaf adalah Yayasan Al-Mumtaz Umari Indonesia yang bertempat di jalan Sidosermo Pdk 2 no. 219 Wonocolo, Surabaya. Pemilik yayasan ini bernama Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag yang juga merupakan dosen prodi IAT.
Yayasan Al-Mumtaz menaungi para mualaf yang selanjutnya akan dibina guna mempelajari ajaran agama Islam secara mendalam. Teknis pembinaannya yaitu dengan menghampiri rumah setiap mualaf.
Yayasan Al-Mumtaz Umari Indonesia. (Sumber: dokumentasi pribadi.)
Nafisa bertugas membina seorang mualaf yang bertempat tinggal di jalan Margorejo III E/7, Surabaya. Mualaf tersebut bernama Ibu Ririn dengan usia kurang lebih 60 tahun. Meskipun usianya tidak muda lagi, Ibu Ririn masih tetap semangat untuk belajar ilmu agama Islam.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Nafisa berupa pengenalan dasar tentang agama Islam, seperti tata cara berwudhu, tata cara salat, rukun Islam dan iman, dan juga pengenalan huruf-huruf hijaiyah. Hal ini dilakukannya setiap hari Senin sampai Jumat.
“Aku seneng banget bisa kenal dengan Ibu Ririn, belajar bareng, semangatnya tinggi walau udah sepuh,” ucap Nafisa. Ini kesan yang diperolehnya ketika melaksanakan kegiatan MBKM Bina Mualaf.
Nafisa mengakui bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan apa pun saat membina Ibu Ririn ini, dikarenakan memiliki semangat yang tinggi untuk mempelajari agama Islam membuat ibu Ririn mudah menerima segala materi yang disampaikan.
“Alhamdulilah aku nggak mengalami kesulitan. Dari orangnya sendiri welcome dan cerdas, jadi cara belajarnya juga cepat dan punya semangat yang tinggi dalam mengenal Islam”, ucap Nafisa.
Meskipun tidak ada kesulitan dari binaannya, akan tetapi Nafisa mengalami kesulitan dari lingkungan tempat dia bertugas. Kondisi rumah dari Ibu Ririn terbilang kurang bersih, karena terdapat banyak kucing di dalamnya dan ditambah juga ukuran yang tidak terlalu luas. Hal ini yang membuatnya menjadi tidak nyaman ketika sedang mengajar.
Walaupun begitu, dia tetap senang bisa berkesempatan untuk membina seorang mualaf seperti Ibu Ririn. Karena dengan demikian, dapat menjadi amal jariyah-nya di akhirat nanti dan ilmu yang selama ini didapat dari bangku perkuliahan, dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.
Selain itu, terdapat satu hal penting yang diperolehnya. Berangkat dari kisah perjalanan kehidupan Ibu Ririn yang terbilang berat, membuat Nafisa menjadi lebih pandai bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Hal ini yang dapat dijadikan motivasi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa FUF untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari bangku perkuliahan kepada masyarakat. Dan kelak di akhirat, bisa menjadi amal jariyah kita. Nadya Sa’adatur Rohmah – Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.