Berita

Surabaya, Oktober 2023

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) menyelenggarakan kegiatan Joint International Conference (JIC) di meeting room gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), tanggal 17-18 Oktober 2023. Acara tersebut merupakan rintisan kegiatan bersama dengan Department Malay Studies, National University of Singapore (NUS) dan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) – Yusof Ishak Institute. JIC mengusung tema “Habaib and Religious Authority In Southeast Asia: The Rise and Challenges”. 

Joint International Conference (JIC) digelar terbatas, para narasumber terseleksi sesuai bidang kepakaran dari Indonesia, Singapura dan Malaysia. Nara Sumber dari Singapura antara lain Dr. Azhar Ibrahim dari Department Malay Studies, National University of Singapore (NUS), Dr. Norshahril Saat dari Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) – Yusof Ishak Institute, Najib Kaelani, M.A, PhD dari Sekolah Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Zainuddin Hudi Parsojo, Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak. Prof. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel dll.

Pada sesi Panel 1 tiga nara sumber mempresentasikan papaernya, yakni, Dr. Norshahril Saat, Prof. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D dan  Najib Kaelani, M.A, PhD. Norshahril Saat, Senior Fellow & Koordinator Program Studi Sosial Budaya Regional ISEAS – Yusof Ishak Institute mendapatkan kesempatan presentasi pertama menyampaikan topik “Genealogy, Charisma, and Barokah: New Modalities of Authority Among Contemporary Habaib. Menurut Saat  ada beberapa sumber  otoritas yang melekat pada Habaib selama ini mulai silsilah/genealogy yang tersambung ke Nabi Muhammad, charisma yang dimiliki, sampai pada barakoh. Otoritas para Habaib menghadapi sejumlah tantangan seperti tantangan kaum modernis selama periode kolonialisme, sufisme dan scholarship tanpa habaib, pelatihan keagamaan dan perang di Yaman dan munculnya gejala radikalisme dari sebagian Habaib. Meskipun begitu ada sejumlah peluang yang terbuka bagi Habaib antara lain: pasca 9 September terbuka peluang melakukan peran de-radikalisasi, memperkuat social kapital, memperkuat kapital secara ekonomik, maupun menggunakan media social. Mengukur pengaruh Habaib tidak boleh hanya dibatasi oleh otoritas keagamaan dan silsilah semata. Namun juga pengaruh dalam kontek social, politik maupun ekonomi.

Dekan FUF, Prof. Abdul Kadir Riyadi menjadi pembicara kedua dalam Panel 1 menyampikankan presentasi tentang fenomena Habaib Power atau Habaib dan Democasi dengan istilah Habibo-Cracy di Indonesia. Dalam presentasinya, Kadir menjelaskan fondasi Habibo Cracy meliputi identitas ahlul bait yakni doktrin mencintai keturunan Nabi adalah wajib, identitas profetik mulai gaya berpakaian hingga model dakwahnya pun dianggap otentik untuk meawakili Islam dalam gaya Nabi, personal traits seperti postur tinggi-tegap, suara lantang dianggap mewakili pejuang agama,  Menyesuaikan dengan tradisi islam sunni yang hamper serupa dengan NU menjadikan Habaib mudah diterima oleh kalangan Nahddliyin.  Selain itu Habaib selama ini memperankan diri sebagai pemimpin agama, agen pengetahuan keagamaan, sampai konsultan social.

Presentasi selanjutnya sekaligus penutup dari Panel 1 dituturkan oleh Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Najib Kailani. Najib memaparkan terkait fenomena habaib di sosial media yang dalam materinya menggunakan sosok Habib Umar sebagai studi kasusnya. Dirinya menerangkan bahwasanya kemudahan teknologi, yakni sosial media dalam menyebarluaskan etika hidup dari sosok Habib Umar melalui berbagai cuplikan video pendek telah mempengaruhi paradigma warganet yang melihatnya. “Ilmu yang diwujudkan oleh Habib Umar dengan menunjukkan kesalehan sehari-hari dalam video pendek tersebut telah dikaitkan dengan kehidupan etis Nabi Muhammad,” tutup Najib.