Berita

Acara diskusi panel dalam workshop Internasional Joint Publication bertajuk “Habaib and Religious Authority in South East Asia: The Rise and Challenges” berlangsung dengan intens di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya (FUF UINSA). Workshop yang merupakan hasil kerjasama antara FUF UINSA, National University of Singapore, dan ISEAS Yusof Ishak Institute ini berhasil menyajikan berbagai panel yang menarik, dengan membahas 13 paper yang akan diterbitkan dalam bentuk edited volume.

Dalam sesi diskusi panel pertama hingga kedua, sebanyak tujuh panel dipresentasikan oleh para peneliti terkemuka. Presentasi-presentasi tersebut mencakup beragam topik yang relevan dengan fenomena habaib di Asia Tenggara. 

Abdul Kadir Riyadi dan Adib Amrullah dari UIN Sunan Ampel Surabaya membuka sesi presentasi dengan membahas paper mereka yang berjudul “Habib Hasan B Ahmad Baharun and The Resurrection of Yaman-Based Religious Authority in Indonesia”. Mereka menguraikan pengaruh Habib Hasan B Ahmad Baharun dalam membangkitkan otoritas keagamaan berbasis Yaman di Indonesia.

Sesi selanjutnya diisi oleh Ahalla Tsauro dan Firmanda Taufiq dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang membahas kritik sosial terhadap Sakdiyah Ma’ruf dalam paper berjudul “Syarifah Being A Comic: Sakdiyah Ma’ruf Critics on Social Life”. Mereka mengulas peran Sakdiyah Ma’ruf sebagai seorang komika dalam mengkritik berbagai fenomena sosial.

Di penghujung panel pertama, Syahril Siddik, akademisi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung membahas paper berjudul “In Search of a Meeting Point Between Islam And SDGs in Indonesia: Muhammad Quraish Shihab’s Exegesis of The Quran and Environment”. Dalam presentasinya, dia mengeksplorasi hubungan antara Islam dan Sustainable Development Goals (SDGs) melalui tafsir Muhammad Quraish Shihab terhadap Al-Quran tentang lingkungan.

Di sisi lain, Afra Alatas dan Nur Syafiqah Mohd Taufek, junior fellow ISEAS – Yusof Ishak Institute menyajikan paper mereka yang berjudul ““Unveiling” Halimah Alaydrus: The Case of A Female Ba’alwi Preacher”, yang membahas peran Halimah Alaydrus sebagai seorang penceramah perempuan dalam komunitas Ba’alwi.

Sesi presentasi kemudian dilanjutkan dengan paper berjudul “Habib Muhammadiyah: A Story of Sayyid Hadrami’s Religiosity in Indonesia” yang dipresentasikan oleh Nyong Eka Teguh Iman Santosa dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Dia menyoroti kisah tentang religiositas Sayyid Hadrami dari latar belakang ormas Muhammadiyah di Indonesia.

Selanjutnya, Zaenuddin Hudi Prasojo dan Abu Bakar dari IAIN Pontianak membahas “Syarif Umar: Habaib Legacy to Rural Development In West Kalimantan”. Mereka mengulas warisan dan peran Habib Syarif Umar dalam pembangunan pedesaan di Kalimantan Barat.

Di akhir panel kedua, Abdillah, akademisi Universitas Islam Internasional Indonesia membahas paper berjudul “Between Hadrami Tradition and Modernity: The Political Ascendancy of Salim Segaf Aljufri”. Dia menyoroti peran politik Salim Segaf Aljufri dalam menyatukan tradisi Hadrami dengan modernitas.

Diskusi Panel “Internasional Joint Publication bertajuk “Habaib and Religious Authority in South East Asia: The Rise and Challenges” (Dokumentasi: Media Center FUF)

Panel ketiga diisi dengan presentasi tiga judul paper. Paper berjudul ““Islam Cinta, Islam Manusia”: The Intellectual Persona of Haidar Bagir” dipresentasikan oleh Dr. Azhar Ibrahim dari National University of Singapore. Dia mengulas tokoh intelektual Haidar Bagir sebagai seorang intelektual religius.

Tidak hanya menyoroti fenomena Habaib di Indonesia, workshop ini juga mengangkat studi kasus di Malaysia. Paper berjudul “Pak Habib of Malaysia: The Life of a Political Seer Syed Hussein Al-Attas” dibawakan oleh Muhammad IIyia Kamsani dan WN Khuzairey dari Malaysia. 

Sementara itu, panel “Habaib Defending Habaib in The Ba’alawi Indonesia Lineage Debate” yang dipresentasikan oleh Ahmad Muhajir dari UIN Antasari Banjarmasin, menyoroti perdebatan yang menghangat akhir-akhir ini terkait legitimasi silsilah Ba’alawi.

Panel keempat menjadi panel pamungkas di mana empat paper dipresentasikan. Ahalla Tsauro dan Ahmad Ubaidillah bin Mohamed Khair dari Center for Research on Islamic and Malay Affairs, Singapore, mempersembahkan paper mereka yang mengangkat topik “The Role of Habib Hassan Al-Attas And Baalwie Mosque in Singapore Community”. Dalam presentasinya, mereka menguraikan peran penting yang dimainkan oleh Habib Hassan Al-Attas dan Masjid Baalwie dalam memperkuat dan membentuk komunitas Muslim di Singapura, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial dan budaya di negara tersebut.

Selanjutnya, Najib Kailani dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menyajikan paper berjudul “The Making of Pious Affects: Reception and Circulation of Habib Umar’s Videos on Social Media”. Ia menggali fenomena yang menarik tentang bagaimana video-video dari Habib Umar, seorang habaib ternama, mendapatkan respon dan sirkulasi yang luas di media sosial, serta dampaknya terhadap pembentukan identitas keagamaan dan praktik keberagamaan masyarakat.

Terakhir, Rizqa Ahmadi dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menyampaikan paper berjudul “Hadhrami Diaspora in Digitalized World: Observing Ba ‘Alawi Ulama in Embracing Digital Media Technologies in Indonesia”. Rizqa membahas bagaimana ulama-ulama Ba’alawi di Indonesia mengadopsi dan memanfaatkan teknologi media digital dalam upaya mereka untuk menyebarkan ajaran agama dan memperkuat jaringan keagamaan, khususnya di era digital yang semakin berkembang pesat.

Selama dua hari, pertanyaan, kritik, dan masukan dari para peserta membawa banyak inspirasi dan wawasan baru tentang berbagai aspek terkait otoritas keagamaan dan peran habaib di Asia Tenggara. Pembahasan-pembahasan yang disajikan ini diharapkan memberikan kontribusi yang berharga dalam pengayaan diskusi dan pemahaman tentang dinamika agama dan budaya di kawasan ini, serta menawarkan pandangan yang mendalam tentang bagaimana otoritas keagamaan khususnya yang melekat di kalangan habaib, hidup di tengah masyarakat. (Khalimatu Nisa)