Surabaya — Udara segar, dedaunan mangrove yang rindang, dan suara burung pantai menjadi latar alami bagi puluhan siswa SD Juara Surabaya yang tampak antusias menjelajah kawasan Hutan Mangrove Wonorejo, Gunung Anyar, pada pertengahan Mei 2023. Mereka tidak sedang berekreasi biasa. Mereka sedang belajar—dengan cara yang berbeda.

Kegiatan bertajuk “Belajar di Alam: Menumbuhkan Kreativitas dan Kepedulian Sejak Dini melalui Pembelajaran Kontekstual” ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh dosen Program Studi Matematika dan Ilmu Kelautan, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya. Pendekatan inovatif yang dikembangkan menggabungkan unsur sains, logika, dan kepedulian lingkungan, sehingga menciptakan pengalaman belajar yang utuh dan menyenangkan bagi anak-anak usia dasar.
Dilaksanakan dalam beberapa hari, dengan puncak kegiatan pembelajaran kontekstual pada 10 dan 17 Mei 2023, kegiatan ini bukan sekadar mengajak anak-anak keluar dari kelas. Ini adalah usaha menyatukan pembelajaran akademik dengan penguatan karakter dan kecintaan pada lingkungan. Anak-anak diajak memahami konsep pengamatan, pengukuran, pengelompokan, dan penyajian data secara sederhana melalui apa yang mereka lihat dan alami langsung di sekitar mereka.

Tanpa menyadari bahwa mereka sedang “belajar matematika”, siswa-siswa ini justru dengan penuh semangat mencatat tinggi pohon mangrove, menghitung panjang akar yang terlihat, mengelompokkan jenis sampah yang mereka temukan, dan membuat grafik sederhana dari temuan mereka. “Kami percaya, jejak kecil di tanah mangrove hari ini akan tumbuh menjadi pijakan besar di masa depan. Jika anak-anak bisa belajar logika sekaligus peduli pada lingkungan sejak dini, maka kita sedang menyiapkan generasi yang utuh, cerdas, dan berbelas kasih,” ujar Dian Yuliati, M.Si. Kegiatan ini juga menjadi media penting dalam membangun kesadaran ekologis sejak dini. Kawasan mangrove dipilih bukan tanpa alasan. Sebagai ekosistem pesisir yang vital, hutan mangrove berfungsi menahan abrasi, menjadi habitat berbagai biota laut, dan sekaligus berperan dalam menyaring polutan. Namun ancaman nyata seperti sampah plastik yang tersangkut di akar mangrove menjadi alarm penting yang perlu dikenalkan sejak dini kepada generasi muda.

Dalam sesi khusus, siswa diajak mengenal konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) melalui praktik langsung memilah sampah, mengenal jenisnya, serta berdiskusi tentang solusi sederhana yang bisa mereka lakukan sebagai anak-anak. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat literasi lingkungan, tapi juga membentuk rasa tanggung jawab terhadap bumi sejak dini. “Anak-anak belajar bahwa apa yang mereka buang hari ini bisa membahayakan makhluk hidup lain. Mereka sangat tersentuh ketika melihat sendiri plastik menyangkut di akar mangrove,” ujar Asri Sawiji, M.Si. “Kami ingin nilai-nilai ini tidak sekadar jadi teori, tapi membekas di hati mereka.”
Kegiatan ini membuktikan bahwa kolaborasi lintas disiplin bukan hanya mungkin, tetapi justru sangat relevan dalam konteks pembelajaran abad ke-21. Integrasi ilmu matematika dengan ilmu kelautan memberikan pengalaman belajar yang utuh, anak-anak tidak hanya berpikir logis, tapi juga peka terhadap lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
Dari sisi institusi, kegiatan ini menunjukkan peran aktif dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dalam melakukan pengabdian yang berorientasi pada masyarakat, pendidikan, dan keberlanjutan lingkungan. Pendekatan yang tidak hanya akademik, tetapi juga menyentuh sisi humanis dan ekosentris.
Kepala SD Juara Surabaya juga menyampaikan apresiasi atas kegiatan ini. “Kami sangat berterima kasih karena anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang tidak bisa mereka temukan di ruang kelas. Mereka jadi lebih aktif, lebih sadar akan lingkungan, dan bisa menyampaikan ide dengan lebih percaya diri.”

Sebagai penutup kegiatan, siswa menyampaikan hasil observasi mereka dalam berbagai bentuk: gambar, cerita singkat, tabel, bahkan puisi. Penyampaian dilakukan secara berkelompok, membiasakan anak-anak untuk menyusun informasi dan menyampaikan gagasan dengan cara mereka sendiri. Ini menjadi bagian dari pembentukan keterampilan komunikasi yang sederhana namun esensial.

Kegiatan ini tidak hanya meninggalkan jejak langkah di hutan mangrove, tapi juga menanamkan kesadaran, kebahagiaan, dan pembelajaran yang bermakna dalam benak anak-anak. Melalui alam, mereka tidak hanya belajar berhitung—tetapi belajar merenung, memahami, dan mencintai tempat berpijak mereka.