Berita

Surabaya 01 Juli 2025 – Isu politik di media sosial kembali menjadi sorotan, kali ini lewat karya ilmiah mahasiswa FISIP Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Alhiqni Farhan. Skripsinya yang berjudul “Politik di Era Digital: Analisis Echo Chamber Pendukung Anies-Muhaimin dalam Penggunaan Tagar #AminMenang di X Selama Pilpres 2024” resmi dipresentasikan dalam sidang pada Rabu, 11 Juni 2025 pukul 14.30–15.30 WIB. Sidang ini berlangsung di bawah pengujian tiga dosen pakar: Dr. Khoirul Yahya, S.Ag., M.Si., Dr. Hj. Aniek Nurhayati, M.Si., dan Dr. M. Zainur Ridho, M.Si., serta dibimbing oleh Ajeng Widya Prakasita, M.A.

Berawal dari pengalaman magang di PT. Indonesia Indicator pada semester enam, Farhan mengaku pertama kali tertarik dengan fenomena ruang gema atau echo chamber saat dirinya kerap menganalisis dinamika isu politik di media sosial. “Selama magang saya ditempatkan di divisi media analis, dan di sana saya sering menganalisis pergerakan isu di media sosial menggunakan perangkat lunak internal perusahaan,” ujar Farhan. Dari sanalah ia menemukan lonjakan penggunaan tagar #AminMenang yang viral saat hari pencoblosan Pilpres 2024. Temuan tersebut kemudian menjadi titik awal lahirnya ide skripsi yang kini ia pertanggungjawabkan secara akademik.

Menurut Farhan, kajian soal echo chamber masih belum banyak dibahas dalam konteks politik Indonesia, padahal fenomena ini cukup signifikan dalam memengaruhi persepsi publik. “Saya memang dari dulu tertarik pada isu-isu politik di media sosial. Dan di era digital ini, media sosial sudah menjadi arena penting dalam agenda-agenda politik,” jelasnya.

Dengan pendekatan netnografi dan dukungan analisis big data, Farhan menelusuri bagaimana interaksi digital pada tagar #AminMenang di platform X (sebelumnya Twitter) membentuk ruang komunikasi yang eksklusif. Data yang dikumpulkan melalui proses crawling memperlihatkan bahwa percakapan dalam tagar tersebut didominasi oleh pengguna dengan afiliasi politik yang seragam. Pola naratif yang muncul pun cenderung repetitif dan terfokus pada tema-tema tertentu.

“Dalam word cloud yang saya hasilkan, kata-kata seperti perubahan, adil, rakyat, berkah, dan ulama muncul berulang, yang menunjukkan dominasi narasi religius dan sosial-politik,” terang Farhan. Menurutnya, hal ini menjadi indikasi bahwa pendukung pasangan Anies-Muhaimin menggunakan simbol keagamaan tidak hanya untuk menarik dukungan, tetapi juga sebagai alat untuk membangun identitas kolektif yang emosional.

Salah satu pencapaian menarik dari proses penyusunan skripsi ini adalah keberhasilannya mewawancarai Prof. Merlyna Lim, pakar internasional dalam bidang politik digital dan media sosial. Farhan mengaku banyak belajar dari perspektif Prof. Lim terkait cara kerja algoritma, formasi ruang gema, dan penggunaan simbol dalam kontestasi politik daring. “Saya merasa beruntung bisa berdiskusi langsung dengan salah satu sosok paling berpengaruh di bidang ini. Beliau sangat menginspirasi,” ucap Farhan.

Skripsi ini juga menyinggung peran buzzer dalam distribusi tagar, namun Farhan menekankan bahwa keberadaan buzzer bukanlah satu-satunya penentu terbentuknya echo chamber. Mengutip Cass Sunstein, ia menjelaskan bahwa echo chamber terbentuk bukan karena siapa yang menyebarkan, melainkan karena adanya pengulangan narasi yang tidak terganggu oleh sudut pandang lain.

“Saya menemukan bahwa baik aktor organik maupun buzzer memiliki peran dalam memperkuat ruang gema digital ini. Yang penting bukan siapa yang menyampaikan, tapi bagaimana narasi yang sama terus diulang dalam lingkaran tertutup,” jelasnya.

Skripsi yang ditulis dalam waktu kurang lebih satu bulan ini tidak hanya menawarkan kontribusi akademik dalam memahami politik digital di Indonesia, tetapi juga menjadi refleksi atas bagaimana demokrasi dapat dipengaruhi oleh dinamika komunikasi digital yang semakin kompleks.

Farhan berharap penelitian ini bisa menjadi sumbangsih kecil dalam kajian politik digital di Indonesia, dan membuka ruang diskusi baru di kalangan akademisi maupun praktisi media. Ke depan, ia bercita-cita untuk tetap terlibat dalam isu-isu politik dan media sosial, baik sebagai analis media maupun peneliti. “Kalau bisa, saya ingin lanjut S2 dan terus memperdalam riset tentang politik digital. Dunia ini terus bergerak, dan saya ingin tetap relevan di dalamnya,” pungkasnya (BR/ ed. FyP)


Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.