Jakarta, Maret 2025
Teknologi terus berkembang pesat, dan kecerdasan buatan (AI) kini semakin banyak diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, bagaimana AI dan matematika dapat dikaitkan dengan ajaran Islam? Pertanyaan ini menjadi fokus utama dalam Webinar Nasional bertajuk “AI, Matematika, & Islam: Menggali Hikmah di Era Digital”, yang diselenggarakan oleh Magister Teknologi Informasi (MTI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Webinar ini menghadirkan Dr. Taufik Sutanto, seorang pakar Data Science, Social Media Analytics, AI, Big Data, dan High-Performance Computing (HPC). Dalam paparannya, Dr. Taufik menyoroti bagaimana teknologi dan sains dapat semakin memperkuat pemahaman manusia terhadap nilai-nilai Islam.
Teknologi dalam Perspektif Islam
Dalam pembukaannya, Dr. Taufik menjelaskan bahwa Islam memiliki dua jenis ayat yang dapat dikaji, yaitu ayat qauliyah (wahyu dalam Al-Qur’an) dan ayat kauniyah (fenomena alam dan sosial). Keduanya, menurutnya, saling berkaitan dan dapat dijelaskan lebih dalam melalui ilmu pengetahuan, termasuk matematika dan kecerdasan buatan.
“Ilmu pengetahuan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga dapat menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami AI dan matematika, kita semakin menyadari betapa luas dan kompleksnya ciptaan-Nya,” ungkap Dr. Taufik dalam pemaparannya.
AI dan Konsep Tawadhu’ dalam Ilmu Pengetahuan
Salah satu topik menarik yang dibahas dalam webinar ini adalah hubungan antara kecerdasan buatan dan konsep tawadhu’ (rendah hati) dalam Islam. Dr. Taufik menjelaskan bahwa dalam Machine Learning (ML), model AI harus melalui proses perbaikan bertahap (epoch) untuk mencapai hasil yang lebih akurat. Konsep ini, menurutnya, dapat dianalogikan dengan proses pembelajaran manusia dalam mencari kebenaran dan memperbaiki kesalahan.
“AI menunjukkan bahwa setiap model harus belajar dari kesalahan sebelumnya. Ini mengajarkan kita bahwa sebagai manusia, kita pun harus terus belajar dan tidak pernah merasa paling benar,” jelasnya.
Ia juga menyoroti inductive bias dalam Data Science, yang menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam memahami realitas sepenuhnya. Hal ini selaras dengan ajaran Islam yang mengajarkan pentingnya kerendahan hati dalam mencari ilmu.
Matematika, Dimensi, dan Alam Ghaib
Webinar ini juga menyinggung konsep dimensi dalam matematika sebagai analogi dari alam ghaib dalam Islam. Dr. Taufik memberikan ilustrasi bagaimana makhluk dua dimensi akan sulit memahami dunia tiga dimensi, sebagaimana manusia yang memiliki keterbatasan dalam memahami dimensi yang lebih tinggi.
“Dalam Al-Qur’an, Allah telah menegaskan tentang keberadaan alam ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Melalui konsep matematika, kita bisa memahami bagaimana keterbatasan itu bekerja,” katanya.
Sebagai contoh, ia mengutip ayat dalam QS. Al-Baqarah: 3:
“Mereka yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Konsep ini menunjukkan bahwa sains dan agama dapat berjalan berdampingan dalam menjelaskan fenomena yang belum sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia.
Analisis Media Sosial dan Dakwah di Era Digital
Dalam era digital, peran media sosial dalam penyebaran informasi semakin besar. Webinar ini juga membahas bagaimana AI dan analisis data dapat dimanfaatkan dalam strategi dakwah Islam.
Dr. Taufik menjelaskan konsep centrality analysis, yang digunakan dalam analisis media sosial untuk melihat siapa saja tokoh atau komunitas yang paling berpengaruh dalam penyebaran informasi keagamaan. Dengan memahami pola ini, para dai dapat lebih efektif dalam menyampaikan dakwah di dunia digital.
“Ulama dan pendakwah perlu memanfaatkan media sosial dengan strategi yang tepat. Dengan analisis data yang baik, dakwah dapat menjangkau lebih banyak orang dan memberikan dampak positif yang lebih luas,” ungkapnya.
Judi dalam Perspektif Islam dan Matematika
*Topik lain yang menarik perhatian peserta adalah hubungan antara larangan judi dalam Islam dan teori stokastik dalam matematika. Dalam Islam, judi atau Al-Maisir dilarang karena lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat.
Dr. Taufik menjelaskan bahwa secara matematis, teori Markov Chain menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, mayoritas pemain judi akan mengalami kerugian. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 90:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.”
Dengan demikian, larangan judi dalam Islam bukan hanya berdasarkan aspek spiritual, tetapi juga memiliki dasar logis yang dapat dibuktikan secara matematis.
Jadi kesimpulannya dari webinar ini memberikan wawasan bahwa sains, teknologi, dan Islam bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi. Dengan memahami konsep AI, matematika, dan data science, umat Islam dapat semakin menguatkan keimanan mereka terhadap kebesaran Allah.
“Kita perlu melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. AI, matematika, dan teknologi dapat membantu kita memahami kebesaran-Nya dengan cara yang lebih luas dan mendalam,” pungkas Dr. Taufik.
Acara ini diakhiri dengan sesi diskusi interaktif, di mana para peserta antusias mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan mereka mengenai integrasi teknologi dengan ajaran Islam. Dengan adanya webinar seperti ini, diharapkan semakin banyak akademisi dan praktisi teknologi yang dapat memanfaatkan keilmuan modern dalam mendukung nilai-nilai Islam dan memberikan manfaat bagi umat manusia.
Narahubung:
Dr. Taufik Sutanto
taufik.sutanto@uinjkt.ac.id
https://s.id/taufik-sutanto