Column UINSA

Agustus 2021

إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ عُصۡبَة مِّنكُمۡۚ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّا لَّكُمۖ بَلۡ هُوَ خَيۡر لَّكُمۡۚ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ مِنۡهُمۡ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمۡ خَيۡرا وَقَالُواْ هَٰذَآ إِفۡك مُّبِين  

“Sungguh orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, tapi ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. Mengapa ketika kamu sekalian (orang-orang mukmin) mendengar berita bohong itu, (kamu) orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, “Ini adalah suatu kebohongan yang nyata” (QS. An Nur [24]: 11-12).   

Pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan hukuman keras bagi pezina dan larangan menuduh zina pada wanita muslimah. Sebagai kelanjutan, ayat ini menjelaskan terjadinya tuduhan keji itu pada keluarga Nabi. Begitulah pahit getirnya perjuangan Nabi SAW di Makkah maupun Madinah. Di Makkah, ia dilawan terang-terangan oleh Abu Jahal. Di Madinah juga mendapat musuh dalam selimut, yaitu Abdullah bin Ubay, si munafik yang selalu mengadu domba antara pribumi Madinah dan pendatang dari Makkah. Dialah juga yang membuat berita bohong atau hoaks (haditsul ifki), bahwa istri Nabi, Aisyah berselingkuh dengan Shafwan bin Mu’aththil As Sulami r.a. Hoaks itu sangat cepat menyebar, karena menyangkut Aisyah, sebagai public figure.

Hoaks itu muncul setelah perang melawan Yahudi Bani Musthaliq yang dimenangi Nabi SAW. Aisyah (14 tahun) berhak mengikuti Nabi SAW berdasar undian di antara semua istri Nabi. Dalam perjalanan pulang, pasukan beristirahat, dan Aisyah diturunkan dengan kursinya sekalian. Saat itulah, Aisyah mengetahui bahwa kalungnya hilang. Maka, ia berjalan menyusuri jalan yang telah dilalui untuk mencarinya, tanpa memberitahu siapa pun. Ketika kembali, ternyata unta yang dinaiki dan rombongan telah melanjutkan perjalanan. Ia duduk sendirian di tempat istirahat semula sambil berselimut selendang. Shafwan bin Mu’aththil, r.a yang jauh ketinggalan dari rombongan terkejut menjumpai Aisyah sendirian. Ia hanya memberi isyarat, tanpa satu kata pun, agar Aisyah menaiki untanya, sedangkan dia sendiri menuntunnya. Peristiwa inilah yang dijadikan bahan hoaks oleh Abdullah bin Ubay.   

Kata ifki (berita bohong) pada awal ayat benar-benar bantahan dari Allah yang amat tegas terhadap hoaks tentang Aisyah. Ketika Abdullah bin Ubay, si produsen hoaks meninggal, Nabi tetap melakukan shalat jenazah untuknya, meskipun dilarang oleh Umar bin Khattab, r.a. 

Pada ayat selanjutnya, yaitu An Nur ayat 12, kita diperintahkan berbaik sangka kepada sesama muslim, sebab semua adalah “diri kita sendiri. Tidaklah tega kita melukai hati keluarga sendiri. Dalam ayat ini dikatakan, penyebar atau pecinta hoaks akan tersiksa di dunia, berupa hilangnya kepercayaan orang pada dirinya, juga lenyapnya rasa saling percaya di tengah masyarakat. Di akhirat, ia juga menerima siksa yang berat. Lebih-lebih bagi produsen dan mereka yang berperan besar dalam pembuatan hoaks (tawalla kibrahu).

Ayat 12 ini juga teguran untuk orang-orang Islam, mengapa mereka hanya bertanya kesana kemari tentang berita buruk itu? Sebagai orang yang beriman, mestinya mereka dengan tegas menolak hoaks. Mereka seharusnya memegang prinsip, bahwa selama tidak ada bukti, sebuah informasi harus dipandang hoaks dan tidak boleh dijadikan pegangan, sebagaimana difirmankan Allah,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا 

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (QS. Al Isra’ [17]: 36).

Ada beberapa pelajaran dari dua ayat ini. Pertama, setiap kejadian, termasuk yang tidak menyenangkan selalu memberi hikmah besar bagi kita. Hoaks inilah yang menyebabkan ayat tentang kesucian Aisyah diturunkan Allah, sebuah penegasan kesucian yang termahal bagi seorang muslimah. Kedua, hoaks bisa menimpa siapa saja, termasuk bagi keluarga yang saleh, suci dan terhormat seperti Nabi SAW. Ketiga, jangan sekali-kali memercayai, apalagi menyebarkannya, apalagi pula memproduksinya. Sebab, resikonya terlalu berat di dunia dan akhirat. Keempat, terhadap hoaks tentang sesama muslim, kita harus cepat dan tegas menolak dengan mengatakan, “Ini kebohongan besar (hadza ifkun mubin).