Berita

UINSA Newsroom, Rabu (03/07/2024); Pada tanggal 2 Juli 2024, The University of Western Australia (UWA) menjadi tuan rumah pertemuan sharing session pengabdian masyarakat yang diorganisir The Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS). Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari empat universitas di Indonesia, yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Universitas Jember, UPN Veteran Jawa Timur, dan UIN Walisongo Semarang. Masing-masing delegasi membawa misi untuk memperkuat jaringan dan berbagi pengalaman dalam pengembangan komunitas.

Pertemuan ini dibuka Onna Evdokimoff, Global Engagement Manager untuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Myanmar, Timor-Leste, dan Pasifik di UWA. Ia menyambut hangat para delegasi dan menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam mengembangkan program-program yang berfokus pada penguatan komunitas. Matthew Satchwell dari ACICIS juga turut menyampaikan sambutannya, menekankan peran ACICIS dalam memfasilitasi pertukaran ilmu dan pengalaman antara Australia dan Indonesia.

Salah satu presentasi yang menarik perhatian adalah dari Achmad Room Fitrianto, perwakilan UIN Sunan Ampel Surabaya. Ia memaparkan tentang “University Engagement: PKM (Community Service Program) UINSA Experiences”. Achmad menjelaskan bahwa kekuatan program PKM di UINSA terletak pada metodologinya yang matang dalam merancang program. Terdapat tiga pendekatan utama yang digunakan oleh UINSA dalam program pengabdian masyarakat mereka:

  1. Participatory Action Research (PAR): Pendekatan ini bertujuan untuk mendukung dan memberdayakan komunitas agar berani melawan dinamika kekuasaan yang tidak adil dalam lingkungan mereka. Achmad menekankan bahwa metode ini sangat efektif dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan karena melibatkan partisipasi aktif dari komunitas.
  2. Asset Based Community Development (ABCD): Pendekatan ini berfokus pada pembangunan kesadaran komunitas terhadap aset-aset yang mereka miliki. Achmad menjelaskan bahwa melalui pendekatan ini, komunitas dapat lebih mandiri dan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kemajuan bersama.
  3. Social Entrepreneurship: Pendekatan ini didasari oleh pemikiran Paul C. Light dan Peter Drucker. Light mendefinisikan social entrepreneurs sebagai individu yang terus-menerus memberikan solusi terhadap masalah-masalah sosial, sementara Drucker menekankan pentingnya kebajikan, peluang sosial, pengakuan, justifikasi, toleransi, dan inovasi dalam diri seorang social entrepreneur. Achmad menjelaskan bahwa UINSA lebih memilih pendekatan metode dan kultural ini karena beberapa alasan, termasuk keterbatasan anggaran dan ideologi keagamaan yang kuat, yang memudahkan mereka menyentuh masyarakat yang religius.

Achmad juga menekankan bahwa program pengabdian masyarakat di UINSA diarahkan pada upaya berbagi pengetahuan, pembangunan kapasitas, dan evaluasi dampak. Dengan pendekatan ini, UINSA mampu menciptakan program yang tidak hanya relevan tetapi juga berdampak positif bagi komunitas yang mereka layani.

Selain UINSA, delegasi dari universitas lain juga mempresentasikan berbagai kegiatan pendampingan yang mereka lakukan. Misalnya, UPN Veteran Jawa Timur yang melakukan kampanye circular economy di Surabaya. Mereka menjelaskan bagaimana konsep ekonomi sirkular dapat diterapkan untuk mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi sumber daya di kota besar seperti Surabaya.

Universitas Jember mempresentasikan kegiatan pengembangan Kampung Wisata yang berhasil meningkatkan ekonomi lokal dan mempertahankan budaya setempat. Mereka berbagi pengalaman tentang tantangan dan keberhasilan dalam mengembangkan kampung wisata yang berbasis pada potensi lokal dan keterlibatan aktif dari masyarakat.

Delegasi dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menjelaskan tentang program KKN Internasional yang mereka lakukan. Program ini melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pengabdian masyarakat di luar negeri, memberikan mereka pengalaman internasional dan wawasan tentang berbagai budaya. Mereka juga membahas bagaimana program ini dapat memperkuat hubungan antar negara dan meningkatkan pemahaman lintas budaya.

Delegasi UIN Walisongo Semarang membagikan pengalaman mereka dalam mengadakan dialog antar iman dan moderasi beragama. Mereka menekankan pentingnya dialog dalam membangun pemahaman dan toleransi antar komunitas yang berbeda agama. Program ini juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis di tengah keberagaman.

Acara ini juga dihadiri oleh Astrid Vasile, Chief Executive Officer GV Constructions dan Direktur Regional Indonesian Diaspora Business Council. Ia juga merupakan anggota dari Indonesian Diaspora Network (IDN) Chapter WA. Kehadiran Astrid memberikan perspektif berharga tentang peran diaspora Indonesia dalam mendukung pengembangan komunitas dan ekonomi di tanah air.

Dalam diskusi yang berlangsung, para peserta sepakat bahwa kolaborasi antara universitas, pemerintah, dan sektor swasta sangat penting untuk mencapai tujuan pengembangan komunitas yang berkelanjutan. Mereka juga menekankan pentingnya pendekatan yang holistik dan inklusif dalam merancang dan melaksanakan program-program pengembangan komunitas.

Sebagai penutup, para delegasi menyampaikan komitmen mereka untuk terus bekerja sama dan berbagi pengalaman dalam upaya memperkuat jaringan dan mengembangkan program-program yang berdampak positif bagi komunitas di Indonesia. Mereka berharap pertemuan ini dapat menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat antara universitas-universitas di Indonesia dan Australia, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas komunitas dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi.

Reportase: A. Room
Redaktur: Nur Hayati
Foto: MN Cahaya