Column
Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D.
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

“Silakan buka HP masing-masing!” kataku sore itu kepada para dokter dan anggota tim manajemen. “Lalu silakan buka laman YouTube!” tambahku lagi. Bergegaslah mereka membuka laman itu lewat HP yang masing-masing miliki.  “Sudah?” tanyaku untuk memastikan. Mereka pun dengan tegasnya kompak menjawab: “Sudah!” “Nah, sekarang ketikkan nama ‘Sal Priadi’ dan ‘Gala Bunga Matahari’,” pintaku lebih lanjut. Mereka pun lalu mengetikkan seperti yang kuminta. Mereka kuminta lebih jauh untuk memeriksa satu data lagi: Berapa jumlah orang yang sudah menonton video lagu Sal Priadi dalam versi official itu.

“Sudah ketemu, berapa viewers atas lagu Gala Bunga Matahari itu?” tanyaku lagi. Kuutarakan pertanyaan itu usai memberi waktu beberapa detik kepada para dokter dan anggota tim manajemen itu. Untuk memeriksa video lagu Sal Priadi di laman YouTube itu.  Satu-persatu mereka menyebutkan angka yang tertera di kolom bawah lagu di laman itu. Lalu dengan kompak pula, mereka menyebutkan angka ini: “46 juta.”  Siapapun bisa melihat angka itu. Karena tertera persis di kolom bawah lagu. Dan biasanya, angka juta ini biasanya tertulis dalam Bahasa Inggris dengan inisial “M”. Tinggal dilihat berapa angka yang tertulis sebelum angka ‘M” itu. Lalu, jelaslah berapa total viewers lagu itu.

Sore di Selasa (29 Oktober 2024) itu memang hanya satu jam mendekati waktu maghrib tiba. Kala itu, aku baru saja datang dari perjalanan balik dari Yogyakarta. Menghadiri Annual Meeting LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) tahun 2024. Di pertemuan sore itu, para dokter dan tim manajemen itu sedang berkumpul dengan khidmahnya. Di Hotel Premier Juanda Sidoarjo. Mereka sedang mengikuti Workshop Persiapan visitasi Prodi Kedokteran dan Kedokteran Profesi UIN Sunan Ampel Surabaya. Sore itu, acara baru dimulai dengan presentasi data oleh Ketua Tim Asistensi Dr. Ali Mustofa, M.Pd. Lalu aku diminta memberi sambutan pengarahan.

Dalam sambutan pengarahan sore itu, mereka kuajak untuk melakukan yang tidak biasa. Sedikit ngepop. Masuk ke dunia pop culture. Melalui telaah video musik yang lagi nge-hits. Tentu saja, karena itu, lagu yang dinyanyikan Sal Priadi menarik kujadikan sebagai contoh kasus. Karena lagu itu sedang naik daun. Popular. Dan karena itu pula berarti disukai konsumen. Tapi, ku merasa perlu kala itu untuk menurunkan contoh kasus yang lain. Kepentingannya untuk mempertebal pemahaman dan keyakinan para dokter dan anggota tim manajemen atas trend baru di dunia pasar konsumen. Sesuatu yang juga harus menjadi pelajaran bagi penyelenggara layanan pendidikan tinggi.

Foto: Laman Video Musik Lagu Gala Bunga Matahari (Youtube.com, 02/11/2024)

Karena itu, usai menelaah video lagu milik Sal Priadi di atas, mereka pun kuajak menelaah lagi video musik yang lain. Kusebutlah lalu video official lagu terbaru Mahalini. Penyanyi wanita muda usia yang sangat berbakat. Judulnya Sampai Menutup Mata. “Silakan buka video musik lagu itu!” pintaku kontan. Mereka pun mengetikkan nama penyanyi dan judul lagu yang kuminta itu. Lalu kutanya lagi mereka setelah beberapa detik lamanya: “Video musik lagu itu sudah ditonton berapa orang?” Mata mereka pun lalu tertuju ke kolom di bawah lagu di laman YouTube itu. Kolom untuk mengetahui jumlah viewers. Tak lama kemudian, mereka pun serempak menyebutkan angka 16 juta (atau tertulis 16M) seperti yang tampak pada kolom pada kanal YouTube dari video lagu kala itu. 

Foto: Laman Video Musik Lagu Sampai Menutup Mata  (Youtube.com, 02/11/2024)

Usai melacak tingkat popularitas dua video musik lagu di atas, suasana makin gayeng. Karena, kala itu aku membuka acara dan memberikan sambutan dengan langsung mengajak mereka melihat data konkret dari produk budaya pop. Bentuknya video musik. Bayangkan saja, hanya dalam waktu dua bulanan sejak dirilis pertama (premiered 8 Agustus 2024), video lagu Gala Bunga Matahari milik Sal Priadi sudah ditonton oleh 46 juta orang. Hal yang mirip juga terjadi dengan video lagu Sampai Menutup Mata. Lagu itu baru dirilis satu bulanan saja (premiered 6 September 2024). Tapi sudah ditonton 16 juta orang. Tentu itu prestasi yang cukup menyilaukan. Keren sekali dua lagu itu, bukan?

Lalu apa pelajaran yang bisa dipetik dari kedua karya lagu di atas? Aku pun menjelaskan dua pelajaran penting dalam forum para dokter dan tim manajemen di atas. Dan aku merasa perlu untuk menuliskan lebih jauh dua pelajaran itu. Dalam bentuk tulisan ringan seperti yang biasa kulakukan. Agar makna penting yang muncul dari balik dua pelajaran dari kasus di atas bisa menjadi pelajaran bersama seluas-luasnya. Dan, kalau sudah bisa dikonsumsi oleh banyak orang, maka tentu diharapkan hikmah dan keberkahan yang muncul dari dua pelajaran penting dari kasus di atas bisa semakin meluas. Karena bisa diasup oleh semakin banyak orang.

Apa saja kedua pelajaran itu? Pertama, janganlah pernah kehilangan karakter diri di tengah banyaknya pelaku pasar. Sal Priadi mengajarkan lewat lagu Gala Bunga Matahari di atas. Banyaknya penyanyi di pasaran musik Indonesia tak menyurutkan dia untuk tetap berkreasi. Dia tetap tampil dengan produksi karya musik. Gala Bunga Matahari adalah salah satu dari produksi kreatifnya. Banyaknya produksi karya musik tak menyiutkan sama sekali nyali Sal Priadi untuk tampil dengan kreasi lagunya. Dan boom!!! Lagu Gala Bunga Matahari karya ciptaannya itu langsung direspon positif oleh pasar. Konsumen pun menyambut dengan baik. Lalu tenarlah lagu itu. Di tengah banyaknya lagu yang juga berusaha untuk tenar yang sama.

Pertanyaannya, apa yang membuat lagu Gala Bunga Matahari itu terkenal? Apa yang membuat pasar merespon positif? Dari sisi kualitas tarik suara, tentu banyak penyanyi lain yang bersuara emas pula. Ada Judika, Tulus, dan Cakra Khan. Lalu apa yang menyebabkan Sal Priadi bersama lagu Gala Bunga Matahari karyanya begitu digandrungi konsumen? Simaklah respon para penikmat lagu itu. Bisa dilakukan dengan melihatnya dari kolom komentar di bawah video lagu itu. Banyak sekali komen yang keluar dari para viewers atas lagu itu. Dan komentar-komentar mereka penting dijadikan sebagai pintu masuk untuk mengetahui mengapa mereka jatuh hati pada lagu itu.

Salah satu komentar di atas datang dari pemilik inisial @putupasll. Begini bunyinya: “Kak sal, bapaku sudah lama tidak hadir di mimpi ku, katanya kalau orang yang sudah meninggal tidak hadir lagi di mimpi tandanya sudah tenang di sana, saya tidak dendam sama mahasiswa yang menabrak bapak saya, mungkin sekarang dia sudah jadi sarjana sedang saya berjuang mati”an untuk terus hidup demi jadi kebanggaan ibu saya, terima kasih ibu, sudah berjuang agar saya tetap bisa bersekolah hingga lulus smk, sekarang saya masih jadi ojol, doakan saya ya teman” agar bisa mendapatkan pekerjaan & ojol hanya sebagai sampingan ketika sudah mendapatkan pekerjaan nanti

Komentar @putupasll di atas diamini oleh para netizen lainnya. Dengan memberi tanda jempol. Artinya like (suka). Jumlahnya mencapai 95 ribu like. Itu berarti, komentar dengan isi yang sama dengan isi komentar pemilik inisial @putupasll juga dimiliki oleh 95 ribu konsumen lainnya. Tentu, angka itu sangat besar sekali. Dan itu artinya banyak orang yang merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh pemilik inisial @putupasll itu. Maka, isi komentar pemilik inisial @putupasll yang diamini oleh 95 ribu komentator lainnya bisa dijadikan sebagai salah satu rujukan mengapa lagu Gala Bunga Matahari karya Sal Priadi disukai konsumen.  

Ada juga komentar menarik dari netizen lainnya. Di antaranya adalah pemilik inisial @nialniulniol. Begini bunyinya: Sal, ternyata omelan ibuku yang dulu menyebalkan sekarang sangat aku rindukan. Aku iri orang lain diomeli Ibunya. Baru aku sadar dulu Ibu mati-matian berjuang buat nurutin semua kemauanku, ada atau gak ada uang dia usahakan. Baru aku sadar susahnya dia dulu menciptakan bahagiaku yang tidak ku syukuri. Aku yang tidak tau diri ini rindu, sudah 5 tahun Ibu pergi dan bodohnya aku melupakan suaranya. Ibuku sudah tidak perlu sakit, cuci darah 2x seminggu, bekerja menghidupi aku dan menahan sakit sepi hatinya atas Ayahku lagi. Aku merasa jahat kalau aku ingin dia kembali, karena Ibuku sudah pasti lebih bahagia dan tenang disana. Kalau Ibu mampir, aku mau bilang: Terimakasih banyak Ibu, kau akan selalu dihatiku takkan tergantikan! .  Komentar oleh pemilik inisial @nialniulniol ini ternyata juga diamini oleh banyak netizen lainnya. Jumlahnya mencapai 3.400 orang. Semuanya memberikan tanda like.

Dua komentar di atas berasal dari mereka yang sudah ditinggal untuk selamanya oleh orang tuanya. Minimal salah satu dari kedua orang tuanya. Lalu, bagaimana komentar netizen yang orang tuanya masih hidup? Kita ingin melihat komentar mereka. Apa kata mereka terhadap lagu Gala Bunga Matahari karya Sal Priadi di atas? Berikut salah satunya:  Saaal… bunga matahariku masih lengkap.. Tapi semakin hari ketakutanku mereka layu semakin besar sal.. Aku sering adu argumen sama bapak, tp kalo gak ada bapak aku gak bisa sal.. Aku sering bilang ibu berisik, cerewet tp kalo gak di cerewetin ibu hidupku sepi sal.. Sal… mereka semakin tua, tp doakan mereka sehat ya sal… Semoga bunga matahariku mekar lebih lama ya sal…” Komnentar ini oleh pemiliki inisial @Nurdianariska42.  Diamini oleh 14 ribu netizen lainnya.

Tiga komentar di atas menjelaskan bahwa Gala Bunga Matahari karya Sal Priadi memiliki kekuatan tersendiri di hati konsumen. Yang paling menyolok adalah dekatnya substansi lirik yang diusung lagu tersebut dengan kehidupan riil setiap konsumen. Sebab, setiap diri memiliki orang tua. Dan, orang tua tentu saja orang terkasih. Setiap diri pasti akan merasa sangat kehilangan saat ditinggal selamanya oleh orang tua. Ilustrasi orang tua dengan bunga matahari sangat menyentuh hati. Karena bagaimanapun, setiap diri pasti merasakan keberadaan orang tua sebagai orang yang sangat dirindukan. Laksana bunga matahari yang selalu semerbak dan indah dipandang. Karena itu, lagu Gala Bunga Matahari karya Sal Priadi dimaksud langsung direspon positif oleh konsumen. Apapun latar belakang sosial ekonominya.

Lalu sebagai pelajaran kedua, jangan pernah pesimis menyambut hari ini dan masa depan. Itu pun meskipun engkau datang belakangan. Itulah yang sedang diajarkan oleh Mahalini dengan karya lagunya berjudul Sampai Menutup Mata. Apa yang dilakukan oleh Mahalini dengan lagu itu adalah menyanyikan ulang lagu lama dengan aransemen serta kreasi tarik suara yang berbeda. Bahkan di sana ada kekhasan kecakapan tarik suara yang dipertontonkan oleh Mahalini. Merdu. Mendayu. “Meliuk-liuk”, kata seorang netizen sebagaimana bisa dijumpai dalam kutipan di bagian bawah. Pembawaan Mahalini tampak berbeda dengan tampilan aransemen dan kualitas tarik suara saat lagu itu pertama kali dinyanyikan oleh penyanyi aslinya Acha Septriasa. Apalagi lagu itu pertama kali dirilis tahun 2006. Yakni, 18 tahun lalu sebelum kini dinyanyikan ulang oleh Mahalini.

Tapi apa yang kemudian terjadi? Lagu dengan kreasi ulang oleh Mahalini itu dalam faktanya sangat viral.  Hanya dalam hitungan satu bulanan sejak dirilis sudah menyentuh angka 16 juta viewers. Sangat tinggi sekali untuk ukuran lagu yang baru sebulanan dilepas ke pasaran. Pasar menyambutnya dengan sangat baik. Mungkin konsumen remaja belum pernah mengenal dekat lagu itu saat pertama kali dinyanyikan oleh Acha Septriasa. Mungkin juga konsumen yang berusia dewasa juga sudah menyukai lagu saat dinyanyikan oleh Acha Septriasa 18 tahun lalu. Tapi, kini mereka juga bisa merasakan tone yang berbeda saat lagu itu dibawakan ulang oleh Mahalini.

Lihatlah komentar para netizen di bagian kolom komentar (comments) link lagu di YouTube. Ada rasa khas yang dirasakan. Cernalah komentar oleh pemilik inisial @retnolarasintani9865: “ibaratnya gini wir, versi Acha ngebuat gue serasa jalan di hutan wisata sehabis hujan, seger, adem. Versi lini ngebuat gue serasa dipeluk, nyaman, nangis, ngeluarin smua emosi dan sedih. Dua2nya bagus, gausah dibanding-bandingkan. Mereka menyanyikan lagu ini dgn ciri khasnya masing-masing. Terimakasih Mahalini untuk versi ini.” Juga simak komentar oleh pemilik inisial @elmathomas3226 berikut ini: “Lini…jujur ini lagu pertma km yg bikin aq nangis..bru prtama dgr udh sesakit itu..sesak bgt ..ya tuhan walaupun udh prn dgr versi Aca..tpi versi km juga seterharu itu mkasih lini udh nynyi dgn bgtu indah tnpa hrus improvisasi yg meliuk² sprti ciri khas km..tpi ini udh wow bgt smoga lagu nya bisa sesukses Aca.”

Apa arti semua ini? Meskipun Mahalini hanya membawakan ulang lagu itu, dia tetap sukses dengan pembawaannya atas lagu lama itu. Lagu itu telah pernah sukses besar juga saat pertama kali dibawakan oleh Acha Septriasa. Apalagi, lagu itu menjadi bagian dari album tenar My Heart. Album yang dinyanyikan secara duet dengan penyanyi cowok yang juga lagi tenar kala itu. Irwansyah, namanya. Tapi, suksesnya Acha Septriasa dengan lagu Sampai Menutup Mata kala itu tak membuat nyali Mahalini mengkerut. Dia tatap peluang untuk membawakan ulang lagu itu dengan optimisme tinggi. Berbekal kecakapan tarik suara yang dimiliki. Dengan kekhasan yang ada pada kecakapan bernyanyi yang dimiliki.

Dan hasilnya? Hanya dalam waktu sebulanan saja, Mahalini sukses cukup besar dengan remake lagu itu. Seperti yang diuraikan sebelumnya, 16 juta viewers telah diraihnya. Lagi-lagi, hanya dalam yang cukup singkat saja. Tentu, raihan angka itu sangat berarti sekali. Menunjuk kepada tingkat keterkenalan  yang cukup tinggi. Marketabilitasnya sangat baik. Serapan pasarnya cukup tinggi. Berarti konsumen sangat menyukai lagu itu. Pembawaan Mahalini atas lagu itu meraih sukses di pasaran lagu. Tak terpengaruh dengan statusnya sebagai pelantun remake. Walaupun dia datang belakangan dengan lagu lama yang dibawakan ulang. Tapi, lantunan lagunya tetap sukses.

Sal Priadi dan Mahalini lewat lagu masing-masing mengajarkan kepada kita semua tentang prestasi hidup. Bahwa hidup harus berprestasi. Caranya? Jangan pernah kehilangan karakter diri di tengah persaingan di sana-sini. Juga, jangan pernah pesimis hanya karena engkau datang belakangan. Tunjukkanlah kekuatan dan keistimewaan diri. Sal Priadi mengajarkan lewat lagunya Gala Bunga Matahari bahwa dia dengan karya musiknya itu hadir dengan kekuatan narasi pada liriknya yang menyentuh hati banyak orang. Juga, Mahalini dengan karya lagunya Sampai Menutup Mata mampu menyuguhkan seni tarik suara yang khas dirinya. Meskipun lagu itu pernah dinyanyikan pertama oleh Acha Septriasa tahun 2006 lalu.

Ternyata, relate adalah kata kunci yang mengantarkan Sal Priadi dan Mahalini meraih prestasi. Engaged dengan hati konsumen adalah strategi. Sukses merebut hati pasar adalah bukti. Sisanya adalah tampilan khas dari kecakapan diri. Penyelenggara layanan pendidikan pun, karena itu, juga perlu belajar dari prestasi kedua penyanyi ini. Termasuk di dalamnya perguruan tinggi. Konkretnya, kampus bisa banyak jumlahnya. Juga bisa ada di mana-mana. Tapi perguruan tinggi yang baik tak akan kehilangan jati diri. Karakter dan distingsi adalah bagian integral dari penciri. Untuk sukses kini dan nanti. Walaupun datang belakangan saat kampus lain sudah banyak mendominasi.