Berita

Surabaya 1 Mei 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof. Dr. Abdul Chalik, M.Ag., menyampaikan pandangannya terkait aksi-aksi demonstrasi yang rutin terjadi setiap peringatan Hari Buruh. Dalam keterangannya, Prof. Chalik menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara hak buruh untuk menyuarakan tuntutan dan kepentingan masyarakat luas yang juga perlu dijaga.

“Saya melihat setiap 1 Mei atau setiap Hari Buruh itu terjadilah yang namanya demo untuk selalu menuntut hak-hak buruh. Saya rasa itu adalah hal yang wajar, karena antara beban pekerjaan mereka dengan penghargaan yang diberikan kadang-kadang tidak seimbang,” ungkap Prof. Chalik.

Namun demikian, ia juga mengajak semua pihak untuk mengkaji ulang bentuk-bentuk aksi yang bisa berdampak pada terganggunya aktivitas publik, terutama dalam sektor ekonomi.

“Demo yang kemudian merugikan masyarakat karena terhalangnya aktivitas, lebih-lebih aktivitas ekonomi masyarakat, saya rasa perlu untuk dikaji ulang, dipikirkan ulang,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Prof. Chalik menawarkan pendekatan alternatif yang lebih dialogis dalam menyampaikan aspirasi buruh. Menurutnya, tidak semua aksi perlu diwujudkan dalam bentuk unjuk rasa besar-besaran.

“Katakanlah misalnya demo itu tidak harus diadakan, setiap Hari Buruh tidak harus disertai dengan demo besar-besaran. Cukup barangkali perwakilan dari masing-masing serikat buruh atau dari perusahaan menghadap kepada para pejabat pemangku kebijakan, baik itu gubernur misalnya atau DPRD, atau di tingkat kabupaten/kota misalnya Bupati, Wali Kota, DPRD,” jelasnya.

Hal ini, menurut Prof. Chalik, dapat menjadi cara yang lebih konstruktif tanpa harus mengganggu kepentingan publik. Ia menegaskan bahwa hak untuk menyuarakan kepentingan harus berjalan seimbang dengan tanggung jawab sosial.

“Tetapi di sisi lain, jangan sampai kemudian kepentingan publik terganggu gara-gara demo yang menyebabkan aktivitas masyarakat terganggu, aktivitas ekonomi juga terganggu,” tegasnya.

Terkait substansi tuntutan buruh, Prof. Chalik memandang bahwa aspirasi untuk peningkatan upah dan kesejahteraan sangat rasional. Namun ia juga mengingatkan bahwa kebijakan terkait hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan ekonomi makro.

“Siapapun ingin menaikkan upah, tetapi sekali lagi bahwa ada pertimbangan-pertimbangan yang sudah dikaji oleh para pengambil kebijakan dengan mempertimbangkan misalnya tingkat inflasi, kemudian juga mempertimbangkan tentang kebutuhan dan keadaan di masing-masing daerah, sekaligus terkait dengan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Mengakhiri pernyataannya, Prof. Chalik menekankan pentingnya menjaga etika perjuangan dan tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif apabila tuntutan tidak segera dipenuhi.

“Jangan kemudian ketika tuntutan mereka tidak terpenuhi, tidak tercapai, misalnya melakukan tindakan-tindakan yang justru dalam bentuk anarkisme. Itu dapat merusak kepercayaan publik terhadap perjuangan mereka,” pungkasnya.

Pernyataan ini menjadi refleksi penting dari FISIP UINSA dalam mendorong cara-cara berjuang yang lebih dewasa, demokratis, dan tetap menjaga kepentingan umum dalam bingkai keadilan sosial. (FyP)


Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.