Column

Pelaksanaan ibadah haji tahun 2024 ini dinilai sukses oleh banyak kalangan. Hal ini didasarkan pada testimoni para jemaah haji yang diantaranya adalah dari Bapak Saeran, Jemaah haji kloter 42 yang teridentifikasi sebagai jemaah resiko tinggi (Resti). Beliau diikutkan dalam program safari wukuf lansia, sebuah program pelayanan haji yang berintensi untuk melayani jemaah Resti agar dapat tuntas dalam melaksakan ibadah haji dengan nyaman. Sekembali Pak Saeran dari melaksanakan safari wuquf lansia, ketua kloter 42 mewawancarainya dengan tenang, namun cukup intens, agar didapatkan informasi yang lengkap dan realistis-obyektif. Pertanyaan yang diajukan yaitu, “bagaimana pelayanan ibadah haji tahun 2024 ini, Pak?” Ia menjawab, “ya, kalau pelayanan jemaah haji tahun 2024 ini, menurut saya, sangat bagus dan memuaskan”. Lebih lanjut, Pak Saeran menyatakan dengan lugas, seraya membuktikan pernyataannya tersebut, yang intinya adalah bahwa apapun yang ia minta dipenuhi. Misalnya saja, ketika ia menginginkan minum susu maka ia pun diberikan minuman susu; ketika ia menginginkan bubur, maka diberikan nasi bubur, dan lain-lain. Begitu juga masih banyak lagi testimoni dari para jemaah haji kloter lain yang menyatakan puas atas pelayanan Jemaah haji tahun 2024 ini.

Petugas Haji Indonesia

Dari respon positif jemaah haji seperti di atas, selanjutnya perlu ditegaskan, bahwa kesuksesan pelaksanaan haji tahun 2024 itu merupakan hasil kerjasama yang solid dari berbagai pihak, diantaranya adalah Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan juga Kementrian Perhubungan. Di samping itu, kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan ibadah haji tersebut sangat ditentukan oleh peran penting para petugas haji. Secara garis besar, petugas haji yang biasa disebut dengan PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) terbagi menjadi dua, yaitu PPIH non- kloter dan PPIH kloter. PPIH Non kloter terbagi menjadi PPIH Embarkasi dan PPIH Arab Saudi. PPIH Embarkasi merupakan petugas yang beroperasi di titik keberangkatan di Indonesia dan berfungsi untuk mempersiapkan jamaah haji sebelum mereka berangkat ke Tanah Suci. Sedangkan PPIH Arab Saudi adalah petugas yang berada di Tanah Suci dan bertanggung jawab secara langsung selama proses ibadah haji di Mekkah, Madinah, dan Arafat, Mina, dan Muzdalifah. PPIH Embarkasi dan Arab Saudi terdiri dari beberapa tim, yaitu tim Kesehatan, transportasi, logistic, administrasi, social dan kesejahteraan, keamanan, dan monitoring dan evaluasi.

Adapun PPIH Kloter adalah petugas haji yang menyertai Jemaah haji dalam kloter (kelompok terbang). Petugas kloter terdiri dari lima orang, yaitu ketua kloter, pembimbing ibadah haji, dan Tim Kesehatan yang terdiri atas satu orang dokter, dan dua orang perawat. Ketua kloter bertanggung jawab atas pengelolaan dan koordinasi kelompok jamaah haji di dalam satu unit kloter. Artinya, ia bertugas untuk memastikan kelancaran dan kenyamanan jamaah selama pelaksanaan ibadah haji. Sementara, pembimbing ibadah haji memastikan ibadah haji para jemaah dilaksanakan sesuai tuntunan agama. Selain itu, tim kesehatan bertanggung jawab memberikan layanan kesehatan dan memantau kondisi Jemaah haji full timer selama proses pelaksanaan ibadah haji.

Dari mencermati komposisi petugas haji seperti di atas, maka tampak bahwa petugas haji itu tidak hanya terdiri dari yang berjenis kelamin laki-laki saja, baik PPIH non kloter maupun kloter, tetapi ada juga yang berjenis kelamin perempuan. Petugas haji kloter yang sudah melibatkan jenis kelamin perempuan dalam kaitan ini adalah petugas pembimbing ibadah haji, dan petugas Kesehatan. Berbeda dengan ketua kloter yang secara historis dari tahun ke tahun didominasi oleh kaum laki-laki. Hal itu memang bukan tanpa alasan, tetapi didasarkan pada asumsi, bahwa tanggung jawab ketua kloter adalah super berat, baik zahir maupun batin, yaitu tanggungjawab atas keseluruhan pelayanan Jemaah haji dalam satu kelompok terbang/kloter yang berjumlah 450. Dan, di tahun 2024 ini, untuk satu kloter Embarkasi Surabaya berkurang jumlahnya menjadi 371 orang. Tegasnya, sebagai ketua kloter dibutuhkan dari person yang memiliki fisik kuat-kekar, dan dalam hal ini secara natural adalah orang berjenis laki-laki. Namun, itu tidak menjanjikan keberhasilan jika ia tidak menjalakan tugas kepemimpinannya dengan prinsip kolektif-kolaboratif (demokratis). Sebab, pada tataran realitas, pelayanan dan pembimbingan terhadap jamaah menggunakan sistim diferensiasi dalam pola pengelompokan (grouping) menjadi ‘group sub-group’ yang berjenjang dan koordinatif dimana yang dibutuhkan dari senter kepemimpinan (ketua kloter) adalah kepekaan instruktif-koordinatif dan kolaboratif yang pelaksanaan tugasnya memerlukan kebersamaan dan keserempakan semua petugas untuk bergerak bersama dalam satu Tim/kloter. Maka, modal penting kepemimpinan kloter sepert ()i ini adalah kecermatan dan koordinasi (sebagai soft resource), bukan kekekaran fisik (hard resource).

Sebagai implementasi sistim grouping tersebut, maka selain ketua kloter, pembimbing ibadah, dan tim medis, juga masih ada perangkat petugas kloter lainnya, yaitu ketua rombongan (Karom) yang membawai sekitar 41-42 jemaah, dan ketua regu (Karu) yang membawai sekitar 10-11 jemaah. Dalam setiap kloter terdapat sembilan rombongan dan tiga puluh enam regu. Seperti halnya sebelum-sebelumnya, Karom dan Karu juga didominasi oleh laki-laki. Namun, itu berbeda dengan pelaksanaan haji tahun 2024 ini dimana telah ada upaya yang signifikan untuk menyeimbangkan posisi gender dalam distribusi petugas kloter.

Pada tahun 2024, Embarkasi Surabaya memberikan kesempatan posisi ketua kloter pada kaum Perempuan. Ketua kloter Perempuan di Embarkasi Surabaya berjumlah lima orang dari 106 kloter (4.7%). Dua orang merupakan representasi dari perguruan tinggi, yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya dan IAIN Ponorogo, dan tiga orang lainnya dari pegawai Kementerian agama kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Mojokerto, Malang, dan kota Malang. Pembimbing ibadah haji Perempuan berjumlah 12 orang (11,32%). Dokter Perempuan berjumlah 72 orang dari 106 orang (67.92%), perawat Perempuan berjumlah 100 orang dari 212 orang (47,16%). Karom Perempuan berjumlah 23 orang dari 954 orang (2.4%), Karu perempuan berjumlah 82 dari 3.816 orang (2.15%). Data tersebut menunjukkan bahwa dalam semua posisi petugas haji Indonesia tahun 2024, untuk jenis kelamin perempuan sudah terwakili, meskipun ada beberapa posisi petugas perempuan yang jumlahnya masih minim. Dan hanya tim medis saja yang sudah melebihi kuota 30% keterwakilan perempuan.

Mengapa petugas haji Perempuan itu penting? Ini adalah pertanyaan yang perlu dididiskusikan terkait kesusksesan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah haji bagi para jemaah haji. Alasannya adalah; Pertama, bahwa mengikutsertakan perempuan dalam pembangunan negara adalah sebagai amanah konstitusi. Indonesia telah meratifikasi Konvensi CEDAW yang bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dan mempromosikan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Diantara Undang-undang atau peraturan tentang pengarusutamaan gender, yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW). 2) Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres tersebut menekankan pentingnya pengarusutamaan gender dalam semua kebijakan dan kegiatan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan gender dan mempromosikan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. 3) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pembangunan Berbasis Gender. PP tersebut mengatur tentang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender yang bertujuan untuk memastikan kesetaraan gender dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan. Berdasarkan data PPIH kloter tersebut, maka Kementerian Agama Jawa Timur telah melaksanakan amanah konstitusi negara Indonesia tentang pengarusutamaan gender. Namun demikian, masih perlu terus ditingkatkan partisipasi perempuan tersebut. Kedua, bahwa jumlah Jemaah haji perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah Jemaah haji laki-laki dari tahun ke tahun. Misalnya, Jemaah haji Jawa Timur tahun 2024 berjumlah 37.373 jiwa. Jemaah haji laki-laki sebanyak 17.421 orang, sedangkan Jemaah haji Perempuan berjumlah 19.952 orang. Terdapat selisih jumlah Jemaah laki-laki dan Perempuan sejumlah 2.531 orang.  Ketiga, problematika Jemaah haji Perempuan lebih kompleks dalam pelaksanaan ibadah haji dibanding laki-laki. Diantara problem keperempuanan adalah persoalan haid (menstruasi) dalam rentang waktu yang panjang, bahkan hampir selama pelaksanaan ibadah haji. Akibat problem ini, misanya, bahwa mereka belum bisa melaksanakan umrah wajib, sehingga ada juga yang hingga hampir pulang ke tanah air belum bisa melaksanakan thawaf ifadhah. Hal demikian perlu dikonsultasikan kepada orang/petugas yang berkompeten dalam persoalan ini yang tentunya adalah petugas haji Perempuan. Para Jemaah haji yang memiliki problem keperempuanan tersebut akan lebih nyaman dan terbuka jika berkonsultasi dengan para petugas haji Perempuan.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa di tahun 2024 ini, Ketua Kloter Perempuan berjumlah lima orang. Kelima orang perempuan tersebut dinilai baik kinerjanya. Hal itu dapat diketahui dari testimoni dari salah satu ketua KBIH yang telah berulangkali (bertahun-tahun) dalam melaksanakan dan membimbing ibadah haji. Menurut penuturannya, bahwa selama beliau bertugas itu selalu didampingi oleh ketua kloter berjenis laki-laki. Dan, di tahun 2024 ini, pemilik/owner KBIH tersebut didampingi oleh ketua kloter Perempuan.

Saya telah mencoba menyuguhkan pertanyaan berikut, “bagaimana kesan Pak Kyai sebagai pembimbing jamaah haji Ketika diketuai oleh seorang Perempuan sebagai ketua kloter?” Maka sontak beliau menyatakan, “wah luar biasa, tidak sesuai dengan image saya awal-awalnya yang sempat meng-underestimate-nya, Ibu”. Lebih lanjut, beliau menambahkan banyak ungkapan penilaiannya; pertama, bahwa ternyata Perempuan juga bisa luar biasa dalam memimpin kloter Jemaah haji; kedua, Perempuan, katanya, memiliki kelebihan dalam kepemimpinannya, yaitu menampilkan sifat keibuannya yang menonjol, yakni ngemong (terlebih terhadap yang tua-tua dan resti) serta dapat mengayomi Jemaah dengan sabar.

Dua point sikap dan capaian kepemimpinan Perempuan ketua kloter tersebut berbuah kondisi damai dalam suasana hati Jemaah sehingga meniadakan sikap kontras. Berdasarkan testimoni dengan alasan-alasan logis-faktual tersebut, maka dalam kesempatan ini, penulis memberikan rekomendasi bahwa partisipasi Perempuan sebagai petugas haji penting untuk diperhatikan dan perlu terus ditingkatkan. Terimakasih  

Wa Allahu A’lam bi al-Shawab

Penulis

Muflikhatul khoiroh
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UINSA Surabaya