Di ruang sidang Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, suasana tampak khidmat namun penuh antusias. Pada hari Selasa, 3 Juni 2025, Hadi Irhamni, seorang pengawas senior Pendidikan Agama Islam (PAI) dari Kabupaten Tuban, mempertaruhkan seluruh upayanya dalam satu tahap penting: ujian tertutup disertasi doktoralnya.
Topik yang diangkat bukan hal remeh. Bertajuk “Strategi Pembelajaran Fikih dalam Membentuk Sikap Moderasi Beragama di Madrasah Tsanawiyah Kabupaten Tuban.” Disertasi ini menjelma menjadi refleksi intelektual sekaligus tawaran konkret atas kebutuhan bangsa: bagaimana pendidikan Islam mampu menjadi ruang tumbuhnya sikap keberagamaan yang moderat, toleran, dan ramah.
Ikhtiar Serius Menata Strategi Pembelajaran Fikih
Dalam paparannya, Hadi Irhamni membeberkan hasil penelitiannya yang mengintegrasikan prinsip-prinsip moderasi beragama ke dalam strategi pembelajaran fikih di tingkat MTs. Tak kurang dari lima pendekatan pembelajaran digunakan secara integratif: Contextual Teaching and Learning (CTL), Active Learning, Problem-Based Learning, Project-Based Learning, dan Collaborative Learning. Hal menarik dari temuannya adalah pendekatan simbolik yang digunakan dalam diskusi kelas. Nama-nama kelompok diskusi didesain merepresentasikan nilai-nilai moderasi beragama seperti Tawasuth, Tawazun, Tasamuh, I’tidal, dan Syura. Bahkan, ada juga kelompok dengan nama sesuai indikator moderasi seperti Komitmen Kebangsaan, Anti Radikalisme, dan Akomodatif terhadap Budaya Lokal. “Tujuannya agar peserta didik tidak hanya belajar fikih secara tekstual, tetapi juga meresapi semangatnya: nilai keadilan, keseimbangan, dan kasih sayang,” terang Hadi Irhamni penuh semangat di hadapan para penguji.
Tak cukup dengan pendekatan metodologis, Hadi Irhamni juga menekankan bahwa guru adalah representasi utama nilai-nilai moderasi. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga role model yang merefleksikan Islam yang inklusif dan ramah. Dengan membawakan kisah keteladanan Nabi Muhammad saw sebagai rahmatan lil ‘alamin, serta menyajikan kisah-kisah imam mazhab yang saling menghormati perbedaan, guru menjadi aktor penting dalam membentuk iklim keberagamaan yang sehat di ruang kelas.
Ujian tertutup ini dipimpin oleh Prof. Dr. H. Muhammad Thohir, M.Pd, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dengan Prof. Dr. Kusaeri, M.Pd sebagai sekretaris sidang. Hadir sebagai penguji utama adalah Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Pd, M.Ed, pakar strategi pembelajaran dari Universitas Negeri Malang (UM). Dari internal UINSA, hadir pula penguji sesuai bidang kepakarannya: Prof. Dr. Mohamad Salik, M.Ag, dan Dr. Hisbullah Huda, M.Ag. Mereka menyampaikan apresiasi atas upaya intelektual Hadi Irhamni yang dianggap telah menunjukkan lompatan signifikan dibanding versi disertasi sebelumnya.

Perjuangan 7 Bulan yang Tak Sia-Sia
Disertasi yang diujikan kali ini bukan hasil kerja semalam. Lebih dari 7 bulan lamanya, Hadi Irhamni bergelut memperbaiki naskah disertasinya pasca ujian kelayakan. Dengan bimbingan Prof. Dr. Hj. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag sebagai promotor dan Dr. H. Munawir, M.Ag sebagai ko-promotor, naskah disertasi mengalami restrukturisasi besar-besaran—baik dari sisi substansi, metodologi, hingga teknis penulisan. Meski demikian, para penguji masih menemukan sejumlah catatan teknis yang perlu disempurnakan. Antara lain penggunaan huruf italic yang tidak konsisten, penulisan istilah asing, serta typo yang cukup banyak.
“Catatan-catatan ini penting untuk penyempurnaan akhir menjelang ujian terbuka nanti. Tapi secara keseluruhan, ini disertasi yang kuat secara ide dan relevan secara kontekstual,” ungkap Prof. Punaji.
Bagi Hadi Irhamni, ujian ini bukan sekadar formalitas akademik, melainkan bagian dari ikhtiar personal sebagai pendidik. “Saya ingin fikih tidak hanya dipahami sebagai hukum-hukum, tetapi sebagai jalan hidup yang membawa kedamaian, toleransi, dan keadilan,” tuturnya dengan mata berbinar. Dalam disertasinya, tampak jelas perpaduan antara akademik dan idealisme, antara pengetahuan dan pengalaman lapangan. Dan di tengah dinamika kehidupan beragama yang kadang mengeras, tawaran moderasi melalui pendidikan fikih ini menjadi napas segar yang sangat dibutuhkan.
Kini, Hadi Irhamni bersiap menatap tahap selanjutnya: ujian terbuka. Dengan sejumlah perbaikan yang telah dicatat, disertasi ini diharapkan menjadi karya akademik yang tidak hanya memenuhi standar ilmiah, tetapi juga memiliki kontribusi nyata bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia.