Column

Haji hukumnya wajib bagi yang mampu, baik laki laki dan perempuan. Berdasarkan data dari kemenag Jawa timur, jamaah haji perempuan tahun 2024 lebih banyak daripada jamaah haji laki laki. Dari total 37.377 jamaah, jamaah haji perempuan mencapai 19.952 dan jamaah laki-laki 17.421. Begitu juga di kloter kami (sub 64), jumlah jamaah laki laki 160 dan yang perempuan berjumlah 211.

Perempuan, Haji dan Haid

Terdapat masalah fikih yang dihadapi jamaah haji perempuan, di antaranya adalah masalah haid.
Meskipun sudah ada kajian tentang hukum perempuan haid ketika berhaji, namun penerapan  di lapangan tentu berbeda karena membutuhkan pemahaman dan pendekatan lain. Hal tersebut sebagaimana dialami beberapa jamaah perempuan usia subur di kloter kami (sub 64).  Sebelum keberangkatan haji rata rata mereka sudah berkonsultasi dengan pakar medis mengenai obat yang cocok untuk mengatur siklus haid selama haji. Ada yang berhasil tidak haid sama sekali, namun ada juga keluar flek atau darah. Hal tersebut membuat beberapa jamaah bingung mengenai ibadahnya. Ada yang memutuskan tetap suci dan ada juga yang menganggapnya haid. Meski demikian ada beberapa jamaah yang masih bingung mau memutuskan suci atau haid. Kondisi ini mempengaruhi kejiwaan dan psikis jamaah. Beberapa jamaah bersedih karena merasa sudah berusaha sebaik mungkin agar tidak haid selama berhaji, namun ternyata keluar darah.
Dalam kondisi ini, selain jawaban fikih perlu pendekatan personal yang bisa menenangkan kondisi jamaah. Seperti salah satu kasus yang kami hadapi ketika itu. Pagi itu ketika sedang visit jamaah di hotel, kami didatangi seorang perempuan yang tampak sedih. Ia datang ditemani suaminya. Dia menyampaikan bahwa dia pusing dan stres, karena haid maka ia belum melaksanakan umroh wajib. Sudah empat hari di Makkah namun darah tidak juga berhenti padahal sudah konsultasi dengan dokternya dari Indonesia by phone dan disuruh menambah dosis pilnya. Meski sudah menambah dosis namun darahnya tidak berhenti. Karena belum umroh maka ia harus kondisi ihram terus, dan ini semakin menambah tidak nyaman karena harus hati hati agar tidak melanggar larangan ihram.
Di sini dapat diketahui bahwa kondisi pasien dalam kondisi yang tidak baik baik saja. Selain jawaban fikih butuh dukungan personal agar jamaah tidak terlalu bersedih atau bahkan menyalahkan diri sendiri. Disini kami mendengarkan keluhannya. Di sisi lain patut disyukuri ia memiliki suami yang mendukung dan menghiburnya. Setelah itu baru kami menyampaikan bahwa haid adalah hal yang normal dan harus disyukuri, bukan kesalahan dan bukan dosa. Tidak beribadah pada masa haid juga bagian dari ibadah sebagai bentuk ketaatan pada Allah SWT.
Kami memahami, bahwa di sisi lain jamaah ingin beribadah dengan maksimal selama di Saudi, namun ketika mengalami perdarahan dan ia menganggap itu haid maka ia merasa tidak bisa maksimal sehingga menyebabkan ia bersedih. Kami anjurkan agar ia tidak bersedih, karena itu wajar dan mendoakan agar haidnya bisa segara berhenti agar bisa segera melaksanakan umroh wajib. Karena kami sama sama perempuan, maka kami berikan pelukan. Tanpa terasa, jamaah tersebut menangis. Kami bilang Monggo silahkan menangis sepuasnya agar bisa lega dan tenang. Beberapa hari setelah itu, kami bertemu dan ia tampak riang karena sudah menyelesaikan ibadah umroh wajibnya dan ibadah lainnya di Masjidil haram.
Memang dalam kajian fiqh, wanita yang minum pil haid namun keluar darah bisa diposisikan sebagai wanita mustahadhah. Ia bisa memilih posisi suci atau haid berdasarkan kenyamanannya atau jadwal haidnya.
Berbeda dengan kasus di atas, ada beberapa jamaah yang sudah minum pil namun keluar flek, ketika berkonsultasi ke kami, maka kami biasanya menjawab bahwa itu istihadah dan ia berada pada masa suci karena bagian dari perdarahan abnormal. Dengan demikian mereka masih bisa beribadah sebagaimana mestinya selama di Makkah atau Madinah. Namun, yang perlu dipahami adalah kenyamanan jamaah. Banyak dari mereka tidak nyaman beribadah dalam kondisi keluar darah. Dalam hal ini kami sampaikan bahwa memang demikianlah kondisi wanita istihadah, dan itu wajar maka monggo dibuat ibadah dengan senyamannya.
Dalam kasus lain, meski sudah minum pil atau sudah ditambah dosisnya, namun darah tidak berhenti dan jamaah tidak nyaman, maka kami anjurkan bisa memilih haid dan menghentikan obatnya. Hal ini agar darah haid bisa lancar dan keluar banyak, nanti setelah beberapa hari atau darah keluar sedikit jamaah bisa minum pil lagi agar darah bisa berhenti. Pilihan ini bisa menjadi pilihan alternatif bagi beberapa jamaah dan lebih menenangkan.
Masalah haid atau istihadah memang masalah bersifat kasuistis, jadi menyesuaikan kondisi jamaah. Namun yang diperlukan adalah kenyamanan jamaah. Jika ia sudah berusaha menahan haid dengan minum pil atau suntik, namun masih keluar flek atau darah, maka jamaah bisa memilih senyamannya, mau haid atau istihadhah. Dalam kondisi seperti ini pendekatan psikis juga perlu dikedepankan. Menenangkan jamaah adalah hal yang utama. Mereka sudah lama merindukan Kakbah, Masjidil haram dan beribadah maksimal. Namun tertahan karena haid padahal sudah berusaha dengan baik. Perasaan rindu yang tertahan campur aduk dengan perasaan menyalahkan diri sendiri, kenapa kenapa dan apa salahku dan lainnya. Pikiran seperti ini bisa mempengaruhi masa pendarahannya, karena masalah haid juga berkaitan dengan otak dan pikiran.
Hal tersebut sebagaimana kasus yang dialami jamaah kami. Ketika beberapa hari sebelum kami meninggalkan Makkah ke Madinah, ada jamaah yang profesinya bidan mendatangi kami. Ia sudah dua mingguan mengalami keluar darah padahal sudah minum obat, ia sudah menambah dosis, bahkan berganti ganti obat, namun darah tidak berhenti. Ia stres karena teman temannya sesama jamaah banyak yang meminta saran obat haid kepadanya dan berhasil. Namun, kok ia malah tidak berhasil. Dalam hal ini kami menyarankan agar ia tidak stres dan menyarankannya menghentikan minum obatnya, karena ia menganggap ketika itu ia dalam kondisi haid. Tentunya pelukan hangat sebagai bentuk dukungan untuk memberikan kekuatan dan semangat kami berikan agar jamaah lebih tenang dan tidak bersedih lagi. Alhamdulillah setelah dua hari haidnya lancar lalu berhenti sehingga bisa melaksanakan tawaf wada dengan baik, sebelum meninggalkan Makkah. Alhamdulillah, innal hamda wan ni’mata lak, la syarika lak. Hajjan mabruron wa sa’yan Masykuron🤲.