
Guru Besar dan Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya
- Kemuliaan Muharram
Muharram adalah satu dari 4 bulan yang dimuliakan Allah (QS. At Taubah [9]: 36). Pada 4 bulan mulia itu (Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab), Nabi menganjurkan berpuasa tanpa menyebut tanggalnya. Abu Mujibah Al-Bahili, r.a datang kepada Nabi, lalu diperintah berpuasa pada 4 bulan mulia tersebut,
صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah pada (sebagian hari) bulan-bulan mulia, dan tinggalkan” Artinya, boleh juga meninggalkan puasa, sebab tidak wajib. Nabi mengulang nasihatnya tiga kali, sambil menggengamkan tangan, dan melepaskan jarinya satu per satu. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi dari Abu Mujibah Al Bahili) (Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, 3: 204-205).
Khusus tentang bulan Muharram, Nabi SAW bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
“Puasa terbaik selain Ramadan adalah puasa Muharram” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, r.a). Dalam hadis ini, Nabi juga tidak menyebut tanggalnya.
- Puasa tanggal 10 Muharram (‘Asyura’)
Dalam hadis riwayat Al Baihaqy dari ‘Aisyah, r.a disebutkan, hukum puasa ‘asyura’ semula wajib. Setelah adanya perintah puasa Ramadan, puasa ‘asyura berubah hukumnya menjadi sunah, tidak wajib. Dalam hadis itu juga disebutkan, ‘asyura’ adalah hari pertama kali ka’bah ditutup dengan kain. Ketika ditanya keutamaan puasa ‘asyura’ (10 Muharram), Nabi SAW menjawab,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ
“Puasa tersebut menghapus dosa setahun yang lewat” (HR. Muslim dari Abu Qatadah, r.a).
Pada kenabian Muhammad SAW, penduduk Makkah berpuasa ‘Asyura’, melanjutkan tradisi Nabi Ibrahim. Ternyata, orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal itu untuk merayakan keselamatan Musa a.s dan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan tentaranya. Jadi, puasa ‘asyura’ adalah bagian dari penghormatan Islam terhadap tradisi masyarakat, termasuk penganut Yahudi.
- Puasa tanggal 9 Muharram (Tasu’a’).
Ketika beberapa orang memberitahu Nabi, bahwa ‘asyura’ adalah puasanya orang Yahudi dan Nasrani, Nabi bersabda,
فَاِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا فِي الْيَوْمِ التَّاسِعِ
“Insya-Allah, tahun depan saya berpuasa tanggal 9 Muharram (tasu’a’).” Tapi, sebelum memasuki tahun berikutnya, Nabi SAW wafat (HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas, r.a).
- Puasa tanggal 11 Muharram
Para ulama berselisih tentang puasa tanggal 11 Muharram. Sebagian ulama melarangnya, sebab hadis yang dijadikan dasar dipandang tidak valid. Ulama lainnya justru menganjurkannya, sebab: (1) dalam hadis tentang perintah puasa pada empat bulan yang mulia, termasuk Muharram, tidak disebut tanggalnya secara khusus. Jadi, boleh berpuasa kapan saja dalam bulan itu, (2) Nabi SAW bersabda,
صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَ خَالِفُوْا فِيْهِ الْيَهُوْدَ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا اَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
“Berpuasalah pada hari Asyura (10 Muharram), dan hendaklah berbeda dengan puasanya orang Yahudi, (artinya) berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudah ‘asyura’” (HR. Al Baihaqi dari Ibnu Abbas, r.a).
Menurut ulama tersebut, puasa tiga hari dalam Muharram, yaitu tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, menjadikan puasa ‘Asyura’ benar-benar berbeda, tidak sama dengan puasa orang Yahudi dan Nasrani.
- Tambahan
(1) Puasa Muharram boleh dilakukan dengan niat ganda. Misalnya, niat puasa Muharram sekaligus berpuasa Senin atau Kamis, asalkan puasa Senin Kamis itu sudah rutin dilakukan, (2) Pada masa Nabi, tidak ada tahun Islam. Penentuan tahun Islam dilakukan beberapa tahun setelah wafat beliau. Meskipun demikian, tidaklah dilarang menyambut tahun baru Islam. Misalnya dengan mengadakan lomba baca Al Qur’an, khitanan masal, kajian Islam, sedekah untuk duafak, karnaval dan sebagainya, sebagaimana banyak dilakukan muslim Indonesia.
(Ditulis Moh. Ali Aziz, email: ali.aziz@uinsa.ac.id ; Youtube: Moh Ali Aziz Channel, 7-8-2021/28 Dzulhijjah 1442).