Pesan moral dalam dinamika sosial kemasyarakatan selalu nampak komplek dengan berbagai interpretasinya. Coba fokus pada aspek psikologis masyarakat bahwa kelekatan (attachment) individu memiliki cukup alasan dan motif dalam berinteraksi. Latar Belakang personal, pengalaman hidup dan trauma seseorang akan dapat mempengaruhi kuat tidaknya seseorang dalam berinteraksi. Makna kelekatan itu memang dinamis dan tidak statis apalagi “membeku”, seiring dengan perkembangan diri dalam individu (batin) dan diri luar individu (dhahir).
Berbagai dimensi kehidupan menjadi tolok ukur atas makna kelekatan itu. Dalam diri individu aspek spiritual menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan kelekatan individu semakin bermakna. Dengan demikian, kelekatan tidak hanya dikuatkan dengan aspek psikologis emosional atau fisik semata tetapi dapat dilanggengkan dengan aspek spiritual. Pertanyaannya adalah bagaimana kelekatan individu yang bersifat humanis horizontal ini dapat diarahkan pada aspek spiritual yang bersifat vertikal?.
Penulis mencoba menjawab pertanyaan ini dengan sebuah ilustrasi berikut. Suatu ketika saya naik angkot dan ada seorang ibu dan anaknya yang berumur kisaran 8-9 tahun dan masih mengenakan baju pramuka. Ibu dan anaknya tersebut menghentikan mobil angkot tersebut. Sesaat suasana yang hujan rintik-rintik ini memberikan kesan kesyahduan ikatan ibu dan anak ini. Setelah mereka berdua naik angkot si anak ini langsung bersandar pada ibunya dan tertidur dengan nyamannya sampai di akhir tempat yang dituju Sidoarjo. Saya terus memperhatikan anak kecil tersebut dan sesekali melihat ibunya yang sedang memegang hp. Bagi saya pemandangan yang luar biasa yang menggambarkan kelekatan antara ibu dan anak yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata atau tulisan yang ada adalah kesan keamanan, kenyamanan dan ketulusan.
Kelekatan psikologis yang ditampakkan oleh hubungan anak dan ibu ini adalah sebuah cerminan bagaimana hubungan kelekatan yang memberikan nilai “magnetik” kenyamanan antara masing-masing. Seorang anak dengan keyakinan dan kepercayaannya kepada sang ibu dan bersandar tanpa memikirkan apapun yang terjadi dan akan terjadi. Di pundak sang ibu bersandar dengan tenangnya, tanpa menggunakan pikirannya yang aneh-aneh, yang ada pada dirinya hanyalah badan dan rasa kantuknya yang sangat. Si anak percaya pada ibunya, bahwa ibunya yang akan memberikan keamanan dan kenyamanan sampai tempat tujuannya. Bagaimana dengan ibunya saat itu?, tentu jawabannya tidaklah sederhana karena sang ibu harus memikirkan banyak hal termasuk membayar angkot, barang bawaannya dan persiapan makan nanti untuk keluarganya, serta lainnya yang tentu sangat banyak. Tetapi yang sangat dijaga oleh ibunya saat itu adalah bagaimana agar anaknya tidur dengan nyaman sampai di tempat tujuannya dan selamat sampai di rumah.
Inilah makna kelekatan yang dapat menjadikan ketangguhan bagi individu karena ikatan yang kuat dan bermakna. Kelekatan ini dapat terjadi karena masing-masing memahami dan menerima perannya dengan penuh totalitas. Artinya, bagaimana saat kita berperan sebagai anak yang sedang membutuhkan perhatian dan bantuan sentuhan psikologis (psychological touch) dari orang tuanya atau para pendidiknya. Sentuhan psikologis yang sarat dengan makna ruhani dan bukan basa-basi. Sentuhan yang penuh dengan harapan dan do’a yang tulus dari seorang yang dicintai. Demikian pula saat kita berperan sebagai sang ibu atau bapak dari anak kita?. Tentu jawabannya adalah kata “tanggungjawab”. Tanggungjawab yang akan dibuktikan dengan ketulusan dihadapan Allah swt.