Column

Oleh: Ahmad Yusuf, M.Kom.
Sekretaris LPM, Dosen Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi

Hari jumat pun tiba, seperti biasa, saya mendapatkan tugas dari kementerian pusat untuk berkoordinasi di Jakarta. Bandara pun terlihat ramai karena menjelang weekend biasanya penerbangan memang penuh, ada yang pulang dan mungkin ada juga yang tugas seperti saya.
Kebetulan saya berangkat sendiri menuju jakarta. Saya mendarat di bandara CGK dan terlihat padat saat itu. Waktu menunjukkan pukul 8.17 PM malam hari. Saya langsung menuju transportasi umum untuk menuju ke tempat acara. Saya berjalan menuju pool taksi di terminal 3 CGK. Dari kejauhan banyak sekali orang yang berada di pool taksi, dan banyak pula yang berjalan bersama saya.

Setibanya disana terdapat 2 jenis antrian taksi, yaitu taksi bluebird dan taksi non bluebird, tanpa pikir panjang saya mengambil antrian taksi bluebird. Terlihat angka 3941. Terdengar orang menyebutkan angka 3305. Saya pun menghitung berarti antrian saya lebih dari 600 penumpang lagi. Saya melihat ke antrian non bluebird ternyata antriannya hanya skitar 100 penumpang. Saya mulai berpikir apakah saya beralih atau saya menunggu. Akhirnya saya putuskan untuk menunggu antrian bluebird dengan waktu kurang lebih satu setengah jam.

Foto: Nomor Antrian Taksi Bluebird

Dalam penantian bluebird pun saya melihat orang datang dan terus mengambil antrian bluebird, dan angka antriannya pun mencapai 800 penumpang, Saya amati mereka juga memilih antri. Saya pun bertanya kepada diri sendiri “Kenapa saya memilih antri?”.

Keputusan saya memilih antri karena adanya kepastian dan keterjaminan mutu layanan saat saya menaiki armada tersebut. Dan mungkin itu yang dirasakan oleh penumpang yang lain. Bagi saya, bluebird memiliki SOP yang jelas, standar pelayanan yang pasti sehingga saya merasa nyaman saat menaikinya. Dan yang terpenting bluebird memberikan PERSEPSI kepada pelanggannya bahwa pelanggan akan merasa aman dan nyaman saat berkendara dengan bluebird. Menurut saya persepsi kepada pelanggan itu lah yang selalu dijaga bluebird sehingga orang rela mengantri untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan sampai menuju lokasi tujuan. Kalau dilihat dari harga pun mungkin bluebird agak sedikit lebih mahal dibandingkan dengan taksi yang lain, tetapi hal itu tidak membuat orang beralih.

Foto: Kondisi Antrian Taksi Bluebird

Disini kita belajar, terutama dalam manajemen layanan, bahwa yang perlu diperhatikan selain produk yang dihasilkan dari sebuah layanan adalah bagaimana mendeliver produk tersebut kepada pelanggan. Meski dengan produk yang sama, yaitu pengantaran atau taksi, bluebird mampu memberikan kenyaman dan keamanan kepada pelanggannya. Inilah yang disebut dengan “value”. Nilai yang akan memberikan persepsi ke pelanggan sehingga kita tidak akan beralih ke penyedia layanan yang lain. Dalam manajemen layanan, kita perlu menemukan dan memberikan “value” tersebut kepada pelanggan kita termasuk di layanan pendidikan tinggi kita, di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Lalu apa “value” yang bisa kita berikan kepada pelanggan kita? Apakah sudah tertanam persepsi positif kepada pengguna layanan kita? Dan yang terpenting apakah pelanggan kita RELA ANTRI untuk mendapatkan layanan kita?
Mari kita refleksi dan belajar dari bluebird. (AY)