Column
M. Yunan Fahmi, M.T.
Dosen Ilmu Kelautan, UIN Sunan Ampel Surabaya

Beberapa waktu belakangan, jagad dunia maya banyak dipenuhi dengan content yang bertemakan “Laki-laki tidak bercerita, tiba-tiba gila.” Rata-rata content ini mengambil video atau gambar seorang laki-laki yang sedang melamun atau beristirahat dari penatnya pekerjaan dan diberi backsound lagu-lagu melow. Narasinya kemudian diteruskan dengan “Kalau sudah minum Golda dan duduk di depan Indomaret, masalah laki-laki tidak main-main.” Lantas, apakah konsep “tidak bercerita” ini hanya berlaku untuk laki-laki saja?

Wanita sebenarnya jauh lebih dulu memakai konsep ini. Wanita tidak hanya tidak bercerita, tahu-tahu ngambek, cemberut, dan mutung. Dan laki-laki yang tidak tahu apa-apa, harus mengerahkan segala upaya untuk memahami wanitanya karena “wanita tidak bercerita.” Kalau kita pinjam bahasa Ada Band: ‘Karena wanita inginnya dimengerti.’

Dalam konteks organisasi, pernikahan maupun kampus misalnya, membangun kesadaran gender dan memahami perbedaan antara pria dan wanita menjadi langkah penting untuk menciptakan keharmonisan dan lingkungan yang inklusif. Seorang sastrawan asal Palestina, Adham Syarqawi, menulis buku yang berjudul للرجال فقط sebagai upaya menjembatani pemahaman antara pria dan wanita, terutama mengenai cara berpikir, perasaan dan kebutuhan emosional. Fakta bahwa buku tersebut ditulis menjelaskan bahwa ternyata masalah ini adalah masalah global yang dihadapi oleh pria di belahan bumi manapun. Buku yang serupa juga pernah ditulis oleh John Gray dengan judul Men are form Mars, Women are from Venus.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menggabungkan perspektif saya sebagai orang Kelautan dengan pandangan dari Adham dan John. Wanita setidaknya memiliki beberapa kesamaan dengan laut. Sebagaimana laut yang tidak terbatas luasnya dan penuh rahasia, wanita sering dianggap memiliki kepribadian yang tak terbatas yang penuh dengan rahasia dan hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang mendekatinya dengan hati-hati dan kasih sayang. Laut mampu menampilkan kekuatannya melalui energi gelombang yang besar dan arus yang kuat, disisi lain laut juga memiliki sisi lembut dengan alunannya yang menenangkan. Persis seperti kombinasi kekuatan dan kelembutan seorang wanita. Sebentar bisa tenang, tahu-tahu tantrum. Terakhir dan yang terpenting laut adalah sumber kehidupan bagi banyak makhluk, termasuk manusia. Dalam konteks ini, wanita dianggap serupa lantaran perannya sebagai ibu dan penyokong kehidupan. Wanita memiliki kekuatan yang tidak dimiliki laki-laki dalam memberi, mendukung dan memelihara kehidupan.

Lantas bagaimana kita sebagai laki-laki memahami wanita?

Di bukunya Adham menulis مَا الَّذِي تَقُولُ لَكَ الْمَرْأَةُ؟ “Apa yang sebenarnya ingin dikatakan wanita kepadamu?” Dalam berbagai kesempatan, di seminar-seminarnya, dia meminta peserta wanita untuk menulis apa yang sebenarnya ingin kamu katakan kepada pasanganmu? Akhirnya dia mendapatkan cukup banyak feedback, yang kalau dirangkum (saya ambil beberapa saja) antara lain: “lihatlah kepadaku ketika aku berbicara,” “aku kuat, aku bisa, tapi aku tetap membutuhkanmu,” “jadilah orang yang ekspresif dan suka memuji,” dan seterusnya (mungkin ibu-ibu mau menambahkan?).

At the end, dalam rangka menyelenggarakan organisasi se-penting keluarga dan sebesar kampus, keharmonisan antar pria dan wanita sangat perlu ditumbuhkan, dijaga dan dipelihara. Dan hal ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya upaya untuk terus belajar saling memahami dan saling menghargai.

Tabik.

(Tulisan ini masih merupakan kelanjutan dari series “Landak dan Rubah”)