Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag., seorang Guru Besar Ilmu Dakwah di UIN Sunan Ampel Surabaya, menekankan bahwa dakwah tidak mengenal batasan jarak dan harus dilakukan dengan segera, tanpa menunda-nunda kebaikan. Beliau mengutip Surah Yasin ayat 20: “Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas, ia berkata, ‘Wahai kaumku, ikutilah para utusan itu.'” Ayat ini menggambarkan urgensi dalam menyampaikan kebenaran dan kebaikan.
Dalam pandangan Prof. Ali Aziz, kritik dan apresiasi adalah hal yang biasa dalam berdakwah. Mendapat kritik berarti ada yang memperhatikan dan mendengarkan pesan yang disampaikan. Namun, jika tidak ada yang mendengarkan, itu pun merupakan bagian dari perjuangan dakwah. Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah meminta imbalan atas dakwahnya, sebagaimana disebutkan dalam Surah Yasin ayat 21: “Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Hal ini menegaskan bahwa dakwah harus dilakukan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan materi.
Salah satu teladan dalam dakwah tanpa pamrih adalah kisah Nabi Nuh AS. Beliau berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun tanpa meminta imbalan, meskipun hanya sedikit yang mau menerima ajarannya. Kesabaran dan keikhlasan Nabi Nuh AS menjadi contoh bagi kita dalam menyampaikan kebaikan tanpa mengharapkan balasan.
Contoh lain adalah kisah seorang sahabat Nabi, Mus’ab bin Umair. Beliau diutus oleh Rasulullah SAW ke Madinah untuk mengajarkan Islam kepada penduduk setempat. Dengan penuh keikhlasan dan tanpa meminta imbalan, Mus’ab berhasil mengislamkan banyak penduduk Madinah, sehingga kota tersebut menjadi basis penting bagi perkembangan Islam.
Dakwah yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan, dan tanpa menunda-nunda kebaikan akan membawa keberkahan dan manfaat yang besar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” (HR. Bukhari) Ini menunjukkan bahwa setiap Muslim memiliki peran dalam menyebarkan kebaikan, sekecil apapun itu.