Column
Oleh: Dr. Wasid, M.Fil.I
(Sekretaris Pusat Ma’had al-Jami’ah)

Dalam salah satu kesempatan, penulis mengikuti acara bertajuk Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional Angkatan V di Hotel GreenSA UIN Sunan Ampel Surabaya, 15-20 November 2024. Prof. Dr. KH. Ali Aziz, M.Ag, salah satu Guru Besar UIN Sunan Ampel dan Ketua Senat UINSA menjadi salah satu narasumber.  Retorikanya dalam menyampaikan materi cukup apik dalam memotivasi para peserta agar kiranya kelak menjadi pembimbing harus menata hati agar menempatkannya sebagai ibadah  untuk meringankan yang lain.

Pada kesempatan ini, penulis terpecah konsentrasi dengan perkataan Prof. Ali Aziz, selanjutnya disebut, yang menyebutkan nama buku yang berjudul Liannaka Allah: Rihlatun Ila al-Sama (Karena Sesungguhnya Engkau adalah Allah: Sebuah Perjalanan Menuju Langit yang Ketujuh) karya Ali Ibn Jabir al-Fiifi. Buku yang cetak tahun 2020 pernah menjadi salah satu karya best seller di Timur Tengah sehingga banyak menjadi rujukan motivasi bagi mereka yang haus ilmu dan spritualitas, tegas Prof. Ali Aziz.   

Penjelasan Prof. Ali Aziz kaitan kitab ini memantik penasaran penulis. Karenanya, sambil mendengarkan paparannya, penulis bersegera mencari kitab tersebut melalui media Googgle. Tanpa menunggu waktu lama, kitab ini ditemukan dengan bebas, bahkan dapat diunduh secara bagi mereka yang tertarik. Dari amatan penulis, ketika tulisan ini dirancang, data link https://www.noor-book.com yang memuat kitab ini (selengkapnya ada di belakang tulisan ini) nampak jelas memberikan petunjuk bahwa kitab ini telah diunduh sekitar 744.116 kali dan sudah dibaca secara online 146.946 kali.

Oleh karenanya, penulis mencoba menyelami kandungan buku ini dari awal hingga akhir. Buku yang berjumlah 192 ternyata buku motivasi kehidupan yang layak dibaca bagi siapapun agar terus tergerak untuk mensyukuri apapun yang diberikan oleh Allah. Menariknya, Ali ibn Jabir menjadi “asmaul al-husna” sebagai pintu masuk untuk memotivasi pembaca dalam memaknai spirtulitas kehidupan. Menurutnya, mendekati Allah SWT, melalui beragam asmaNya akan semakin mendekatkan seseorang untuk lebih memahami dirinya sendiri, jika dikaitkan dengan keagunganNYa.

Asmaul Al-Husna Kehidupan

Tidak semua “asmaul al-husna” dibahas dalam buku ini. Hanya 10 “asmaul al-husna” yang dibahas dengan renyah dalam buku ini satu persatu, yaitu al-Shomadu, al-Hafidhu, al-Lathifu, al-Syaafi, al-Wakilu, al-Syakuru, al-Jabbaru, al-Hadi, al-Ghafur danal-Qorib. Menariknya dari bahasan Ali ibn Jabir adalah bagaimana ia mampu menafsirkan 10 “asmaul al-husna” dengan cukup baik sebab tidak saja menyebutkan arti dari kata perkata, tapi juga mengaikannya dengan realitas kehidupan manusia sebab hakekatnya “asmaul al-husna” adalah media untuk meningkatkan spiritualitas manusia.

Satu misal, al-Syaafi” (dzat yang bisa menyembuhkan) dibahas dalam buku ini. Ali ibn Jabir mengajak bahwa sakit selalu ada dalam diri manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkanNya. Pastinya, kadar itu tidak datang tiba-tiba, tapi juga karena prilaku orang itu sendiri, misalnya kurang menjaga pola makan, mimum atau pola istirahat. Oleh karenanya, Ali Ibn Jabir, mengatakan, jika anda sedang sakit, maka jadikan ia sebagai kekuatan baru (new power) untuk semakin dekat dengan Allah sebagai dzat yang maha penyembuh.

Usaha apapun, tegas Ali Ibn Jabir, bisa dilakukan agar orang bisa sembuh, termasuk ke rumah sakit. Tapi, banyak jalan sebenarnya Allah juga memberikan kesembuhan kepada orang yang sakit. Maka, jangan meyakini seratus persen rumah sakit dengan para dokternya yang menyembuhkan anda, bukankah juga tidak sedikit orang yang ke rumah sakit penyakitnya juga tidak sembuh-sembuh hingga akhirnya meninggal. Pelibatan Allah sebagai al-Syaafi/ dzat maha penyembuh penting agar kitanya kita terus optimis berharap ada pertolongannya, sambil melakukan ikhtiyar-ikhtiyar yang diperlukan. Banyak cara penyembuhan, jika Allah memang saatnya memberikan sembuh mereka yang sakit.

Bukankah, cerita nabi Ayub memberikan pelajaran yang berarti bagi kita semua yang diabadikan dalam al-Qur’an, tegas Ali Ibn Jabir. Nabi Ayub diberi sakit yang sangat parah sehingga membuatkan semakin terisolasi dari komunitasnya sendiri. Tapi kesabarannya menerima cobaan sakit, sekaligus konsistensi tetap mendekat kepada Allah sebagai dzat maha penyembuh, akhirnya ia diberi jalan kesembuhan hanya dengan “hantamkan kakimu ke tanah” sebagaimana diabadikan dalam surat Shod ayat 42. Dari sini, mengalirlah air yang menjadi penyebab kesembuhan Ayub dari sakitnya dengan cara mandi dan meminumnya.

Itulah salah satu model bahasan Ali Ibn Jabir dalam memaknai “asmaul al-husna” yang dimuat dalam kitabnya. Ia berusaha memaparkan dengannya, agar semua manusia tidak lepas dengan nilai-nilai spiritulitas, yakni selalu mengaitkan dimensi ketuhanan sebagai energi positif dalam mengurai segala problem kehidupan. Diakhir bukunya ini, Ali Ibn Jabir mengatakan jadikan “asmaul al-husna” sebagai media kesadaran diri untuk menghadirkan cahayaNya dalam hati agar kiranya semuanya memperoleh kebahagiaan, baik di dunia atau di akhirat.

………

Link Kitab  yang tertarik : https://drive.google.com/file/d/1_foCtZAcSsZclVRK05orZwYkS6OsTuzh/view?usp=sharing