Column UINSA

Freddie Mercury British Rock Legend Column UINSA

Freddie Mercury British Rock Legend

Bohemian Rhapsody hanyalah judul sebuah lagu karya grup band ternama dunia, Queen. Tetapi cerita dibalik lagu, kehidupan yang hadir melatari lagu itu, menjadi hal lain yang menarik dibicarakan.

Freddie Mercury membuat lirik lagu itu tanpa menjelaskan maknanya. Ia membuat kata-kata yang ia biarkan ditarsirkan secara berbeda-beda. Ia mengaku memilih kata itu secara acak, bisa jadi memang begitu, tetapi karena keindahannya, orang jadi menganggap pasti ada makna yang ingin disampaikan penciptanya, lebih dari sekedar pilihan acak seperti pengakuan Freddie.

Satu versi penafsiran mengatakan, bahwa ada kehidupan yang diceritakan dalam lagu itu, tentang seorang anak yang menceritakan kegelisahan yang dialaminya pada sang ibu, setelah ia membunuh seorang laki-laki dengan menembakkan pistol di kepala laki-laki itu.

Ia tak ingin ibunya khawatir, ia ingin ibunya menganggap bukan masalah jika suatu hari ia tak kembali karena harus dipenjara. Ia menyesali hidup yang telah ia jalani dengan sia-sia. Ia bahkan berharap seandainya tak pernah dilahirkan sama sekali saja. Dalam lagu itu, ia meminta dibebaskan, ia hanya seorang papa yang tak punya makna, tetapi ia tak akan dibebaskan.

Versi lain makna lagu ini adalah proklamasi seorang Freddie Mercury tentang pilihan seksualitasnya. Dalam lagu ini ia secara implisit memilih hidup sebagai gay. Laki-laki yang dibunuhnya adalah kelaki-lakian dalam status hubungan seksual dengan pasangan homonya. Ia menyatakan bahwa ibunya akan sedih dengan pilihan itu. Dengan pemaknaan ini, lagu ini seolah menjadi legitimasi kehidupan kaum gay yang sudah biasa bagi masyarakat Inggris. Versi pemaknaan yang lain lagi, menganggap lagu itu merupakan pengejawantahan nilai berbagai agama, karena ada beberapa kata acak yang terkait dengan agama dan mitologi tertentu, seperti Bismillah, Scaramouce, Fandango, Figaro, Galileo dll. Entah dari mana Freddie menemukan kata itu dan memasukkannya ke dalam lagu, yang jelas, seperti namanya, lagu ini memang sangat bebas dan tidak biasa, tetapi seperti puisi yang sangat dahsyat. Bohemian berati tidak teratur, bebas dan rhapsody berarti puisi yang dahsyat.

Lagu ini tak hanya menarik dari segi cerita dalam liriknya, ia juga tidak biasa dari segi aransemen musiknya yang memadukan opera, akapela dan rock dalam satu lagu. Jadilah Bohemian Rhapsody ini lagu milik dunia seperti lagu-lagu Queen lainnya.

Di tahun 1975 lagu ini dirilis pertama kali, lalu penciptanya meninggal dunia di tahun 1991 di usia 45 tahun karena serangan AIDS. Berakhirlah cerita hidup Freddie Mercury, yang tertinggal lagu-lagunya, kegilaan musiknya yang enak dinikmati, performa panggungnya yang selalu dirindukan.

Di dalam Queen, Freddie Mercury seperti raja, suaranya yang konon mencapai empat oktaf tak pernah tergantikan. Gaya menyanyinya menghadap piano, memetik dan memukul-mukul piano, mengiringi suaranya yang dibilang orang golden pure. Aksi panggungnya juga unik, gerakannya di panggung kadang seperti laki-laki gagah dengan kumis hitam yang menutup empat gigi estra bibir atasnya, kadang melambai seperti perempuan. Ia sering dijuluki lelaki flamboyan. Kostum panggungnya pun unik, kadang serius, dengan desain seorang rock star, kadang seperti kostum orang sedang ke kamar mandi; hanya pakai katok cekak putih dan handuk melingkari lehernya. Suara, gayanya, dan cerita hidup hingga kematiannya, membuat Freddie menjadi legenda.

Gegap gempita panggung dan uforia kesuksesan yang diraihnya, membuat dia terlena hingga melakukan kebiasaan-kebiasaan yang membahayakan. Pesta narkoba, berganti-ganti pasangan gay, minum-minuman keras menjadi gaya hidup Freddie. Hingga akhirnya virus HIV yang dulu belum ditemukan obatnya itu merenggut nyawanya, di tengah kesuksesan yang sedang disandangnya, di usia yang masih sangat produktif untuk menghasilkan lagu-lagu level dunia lainnya, emane.

Dari Bohemian Rapsody dan Freddie Mercury, Saya hanya ingin merefleksikan satu hal tentang kehidupan, bahwa hidup ini hanya sebentar. Setiap kita diberi kesempatan untuk hidup hanya sekitar 63 tahun, meski ada yang lebih dan kurang dari itu tergantung kualitas kesehatannya. Dalam 63 tahun itu kita bisa membaginya menjadi masa kecil, remaja, dewasa dan tua. Masa-masa produktif manusia berada pada masa remaja dan dewasa serta mulai berkurang pada masa tua. Pada masa-masa ini manusia dapat menghasilkan banyak karya, dapat melakukan banyak hal untuk membangun dan menyumbangkan kebaikan bagi kehidupan. Pemikir-pemikir besar dunia, pelaku seni semacam Freddy Mercury, menghasilkan karya-karya monumental di usia-usia produktif mereka ini. Setelah itu mereka pergi meninggalkan karya-karya terindah mereka untuk dunia.

Sebelum seseorang dilahirkan, telah terbentang dunia dengan segala hiruk pikuknya. Saat ia lahir dan dewasa, ia menyumbang pada dunia itu sebelum kemudian ia mati. Setelah mati, dunia tidak lantas berhenti. Dunia terus berlanjut dengan kelahiran-kelahiran baru. Semua datang, menyumbangkan sesuatu pada dunia, lalu pergi. Semua datang untuk kemudian pergi. Masyarakat tetap ada menampung mereka yang datang, merubah dirinya mengikuti keinginan orang-orang yang menciptakan perubahan. Hidup hanya sebentar, hanya tentang datang untuk pergi. Yang harus jadi perhatian adalah apakah kedatangan kita menyumbang keindahan pada dunia atau justru membuatnya makin rusak? Apakah hidup yang singkat ini kita sia-siakan untuk melakukan kerusakan atau memberikan kebaikan? Pertanyaan ini yang perlu ditegaskan jawabannya. Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi khalifah, untuk memakmurkan dunia dan melakukan kebaikan-kebikan sesuai petunjuk yang ia berikan dalam kitab-Nya. Dalam al-Mulk ayat 2 Tuhan menegaskan, bahwa ia menciptakan hidup dan mati agar bisa menunjukkan pada manusia siapa yang paling baik perbuatannya selama hidup. Waktu yang kita miliki untuk hidup tidak diijinkan Tuhan untuk kita sia-siakan, tapi lakukan kebaikan-kebaikan. Selamat menunaikan ibadah puasa, mudah-mudahan puasa kita menjadi bagian dari kebaikan yang kita torehkan pada dunia, amin.

Penulis oleh: Ita Musarrofa