
Salah satu tema Kuliah Ikhtiologi (Ilmu yang mempelajari kehidupan ikan, termasuk segala aspeknya) bagi mahasiswa Ilmu Kelautan, mahasiswa tidak hanya diajak untuk memahami aspek biologis dan ekologis ikan, tetapi juga menggali nilai-nilai kehidupan dari makhluk laut yang mereka pelajari. Salah satu spesies ikan yang sangat menarik untuk dikaji dalam konteks ini adalah ikan tuna. Ikan tuna bukan hanya sumber daya laut yang bernilai ekonomis tinggi, tetapi juga simbol ketangguhan hidup di tengah kerasnya ekosistem laut. Belajar dari ikan tuna, mahasiswa diajak merefleksikan makna ketangguhan dalam kehidupan akademik dan sosial mereka sebagai calon ilmuwan muslim di UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA).
Ikan tuna termasuk dalam famili Scombridae dan merupakan perenang cepat yang memiliki tubuh fusiform (berbentuk torpedo) yang sangat efisien untuk berenang di perairan luas. Bentuk tubuh ini memungkinkan tuna melawan arus, mengejar mangsa, dan bermigrasi jauh dalam lautan. Kemampuan berenang dengan kecepatan tinggi (hingga 75 km/jam) menunjukkan sistem otot dan struktur siripnya yang sangat terkoordinasi. Adaptasi ini mencerminkan bagaimana ketahanan fisik dan struktur yang tepat dapat membuat suatu organisme mampu bertahan dalam kondisi ekstrem.
Jika dihubungkan dengan konteks kehidupan , bentuk tubuh dan kemampuan berenang tuna bisa menjadi cermin bagaimana manusia harus membekali diri dengan “struktur hidup” yang kuat: disiplin, manajemen waktu, dan strategi belajar yang efisien. Ketangguhan bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kesiapan dan kemampuan beradaptasi.
Salah satu ciri khas ikan tuna adalah perilaku migrasinya yang luar biasa. Tuna dapat bermigrasi ribuan kilometer dari satu wilayah ke wilayah lain untuk mencari makanan dan berkembang biak. Migrasi ini membutuhkan energi besar, navigasi yang baik, dan ketahanan yang kuat. Dalam perjalanan panjang ini, tuna harus menghadapi predator, perubahan suhu, arus laut yang kuat, serta ketersediaan makanan yang tidak menentu.
Ketangguhan tuna dalam bermigrasi menjadi pelajaran penting bagi kehidupan kita khusunya mahasiswa. Dalam meraih cita-cita dan ilmu, perjalanan akademik pun serupa dengan migrasi panjang. Akan ada tantangan, kesulitan, dan godaan untuk menyerah. Namun, seperti tuna yang tetap berenang menuju tujuan hidupnya, mahasiswa pun diajak untuk memiliki visi yang jelas dan tetap teguh dalam perjuangan, meski menghadapi tekanan.
Ikan tuna memiliki sistem respirasi yang unik. Mereka tergolong obligate ram ventilators, artinya mereka harus terus berenang agar air terus mengalir melalui insang dan memperoleh oksigen. Jika berhenti berenang, mereka tidak bisa bernapas dan akhirnya mati. Ini menunjukkan bahwa tuna harus terus aktif agar bisa bertahan hidup. Sistem peredaran darahnya juga efisien dalam mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh, sehingga mampu menopang aktivitas berenang yang tinggi.
Hal ini bisa dimaknai sebagai simbol ketekunan. Dalam hidup ini, manusia juga harus terus “bergerak”—baik secara fisik, intelektual, maupun spiritual—agar tetap hidup secara utuh. Kita diajak untuk tidak stagnan, tetapi terus bergerak dan belajar, karena dalam pergerakanlah kehidupan dan pertumbuhan terjadi.
Tuna merupakan predator tingkat tinggi di rantai makanan laut. Mereka memangsa ikan-ikan kecil dan juga menjadi mangsa bagi predator yang lebih besar, termasuk manusia. Namun, keberadaan mereka sangat penting dalam menjaga keseimbangan populasi di laut. Tuna menunjukkan peran aktif dan penting dalam ekosistem yang luas, meskipun mereka juga menghadapi berbagai ancaman, termasuk penangkapan berlebihan. Dari sini, manusia belajar bahwa menjadi tangguh juga berarti memiliki peran penting dalam komunitasnya. Dalam konteks menjadi seorang mahasiswa bukan hanya individu yang belajar untuk diri sendiri, tetapi juga bagian dari sistem yang lebih besar: kampus, masyarakat, dan lingkungan. Ketangguhan juga berarti tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan dan berkontribusi pada kebaikan bersama.
Populasi tuna di dunia semakin terancam karena overfishing dan perubahan iklim. Namun, beberapa spesies tuna menunjukkan kemampuan beradaptasi dengan mengubah pola migrasi dan waktu pemijahan. Ini menunjukkan fleksibilitas sosial-ekologis yang tinggi.
Dalam kehidupan kita pun dihadapkan pada tantangan zaman: krisis iklim, degradasi lingkungan, dan tantangan globalisasi. Belajar dari tuna, mereka diajak untuk menjadi adaptif, terbuka pada inovasi, dan mampu membaca perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai insan akademik yang religius dan peduli lingkungan.
Sebagai bagian civitas akademik UINSA, refleksi terhadap ketangguhan ikan tuna tidak lepas dari nilai-nilai keislaman. Islam mendorong umatnya untuk kuat (qawiy), sabar (shabr), dan terus mencari ilmu (thalabul ‘ilmi). Ikan tuna menjadi simbol nyata dari nilai-nilai ini dalam dunia nyata. Ketangguhan mereka dalam menghadapi kerasnya samudra adalah representasi dari keteguhan iman dan perjuangan menuntut ilmu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya ketangguhan dan kekuatan:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim)
Dari uraian diatas maka jika diambil hikmah dari belajar tentang ikan Tuna, maka ikan tuna bukan sekadar objek kajian ikhtiologi, tetapi juga guru kehidupan. Dari struktur tubuhnya yang aerodinamis, perilaku migrasi yang menakjubkan, sistem respirasi yang menuntut pergerakan terus-menerus, hingga peran ekologisnya yang vital, tuna mengajarkan kita makna ketangguhan sejati. Mahasiswa Ilmu Kelautan UINSA diharapkan dapat mengambil pelajaran dari tuna untuk menjalani hidup akademik dan sosial yang penuh tantangan dengan semangat pantang menyerah, adaptif, dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, pembelajaran ikhtiologi tidak hanya menjadi kajian ilmiah, tetapi juga menjadi sarana refleksi spiritual dan pembentukan karakter. Seperti tuna yang terus berenang dalam samudra luas, mahasiswa pun terus berenang dalam samudra ilmu dan kehidupan dengan semangat yang tak pernah padam. Wallohu’ alam bishowab.