Articles

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Indonesia emas 2045 yang dicanangkan pemerintah merupakan wacana berorientasi lahirnya generasi emas yang akan menjadi kebanggaan Indonesia ke mata dunia. Itulah impian yang terus digaungkan oleh pemerintahan era rezim Jokowi. Gagasan ini mulia, namun bilamana tidak terkontrol oleh nilai-nilai akherat, hanya akan melahirkan generasi yang pernah digagas Fir’aun, yakni generasi gelang emas. Generasi gelang emas mengandaikan terpenuhinya keinginan untuk memiliki dunia, dan bahkan dunia menjadi orientasi utama. Fir’aun sebagai pemimpin mengkampanyekan dan mempengaruhi rakyatnya untuk mengikutinya. Ketika generasi emas  tidak dilandasi nilai-nilai spiritual, hanya akan mengulang apa yang pernah dilakukan Fir’aun, yang melahirkan generasi yang ingin menumpuk dunia, dan berakhir tragis.

Generasi Emas

Generasi Emas 2045 adalah visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju pada peringatan 100 tahun kemerdekaan. Presiden Joko Widodo mencanangkan inisiatif ini dengan fokus pada pembangunan sumber daya manusia yang unggul, ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta ketahanan nasional yang kuat.

Melalui peningkatan kualitas pendidikan, penguasaan teknologi, serta pemerataan infrastruktur, Indonesia menargetkan pendapatan per kapita hingga 30.000 USD dan masuk dalam empat besar ekonomi dunia. Namun, tantangan seperti kesenjangan sosial, pendidikan berkualitas yang tak terjangkau oleh semua lapisan, transformasi digital yang belum merata, serta keberpihakan para pengambil kebijakan untuk mewujudkan keadilan sosial, masih menjadi pekerjaan besar.

Indonesia memimpikan generasi emas 2045—sebuah era di mana negara ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi, inovatif, dan sejahtera. Visi ini membayangkan generasi muda yang unggul dalam teknologi, memiliki daya saing global, serta hidup dalam lingkungan yang adil dan makmur. Pembangunan yang merata di seluruh negeri, kesejahteraan yang inklusif, dan pemerintahan yang bersih menjadi fondasi utama untuk mencapai cita-cita ini.

Namun, realitas saat ini masih jauh dari impian tersebut. Kualitas pendidikan di Indonesia masih timpang, dengan banyak daerah tertinggal yang kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar berkualitas. Kesenjangan sosial dan ekonomi masih lebar, dengan sebagian besar kekayaan terpusat di perkotaan sementara masyarakat pedesaan masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Kemajuan teknologi belum merata, dan banyak anak muda yang masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka. Di sisi lain, korupsi dan birokrasi yang berbelit sering kali menghambat inovasi dan pembangunan yang lebih cepat.

Banyaknya kebijakan yang berorientasi fisik, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), pembangunan jalan tol, pembangunan bandara hingga pemagaran laut merupakan contoh ingin mewujudkan generasi emas tetapi yang disuntikkan spirit menumpuk kekayaan yang bersifat duniawi. Untuk melahirkan generasi emas seharusnya dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan sumberdaya manusia dengan memuluskan dana yang dibutuhkan menguatkan pengokohan bidang pendidikan, kesehatan, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat.

Pembangunan berorientasi fisik tanpa dilandasi dengan penguatan pada nilai-nilai etika dan moral bagi pejabat publik, bukan hanya sulit melahirkan generasi emas, tetapi telah melahirkan berbagai kejahatan sosial yang dilakukan oleh para pejabat publik. Kasus pemagaran laut, korupsi  melanda di berbagai sektor birokrasi hingga menjalar kepada para penegak hukum, serta nepotisme yang meminggirkan meritokrasi semakin menjauhkan impian lahirnya generasi emas. 

Gelang Emas

Gelang emas merupakan istilah yang disematkan pada Fir’aun. Fir’aun merupakan contoh penguasa negara yang lalim karena mengorientasikan hidupnya untuk menumpuk dan menikmati dunia. Dunia yang dikuasainya membuat dirinya berkeinginan untuk melanggengkan kekuasaan dengan melakukan penindasan pada siapa pun yang mengganggu impiannya.

Untuk mewujudkan impian itu, dia terus menerus membujuk hati kaumnya untu meraih kebahagiaan hidup dengan menumpuk harta  dengan simbol gelang emas. Dia mempengaruhi masyarakatnya dengan pentingnya melahirkan generasi bergelang emas. Hal itu dinarasikan dengan baik sebagaimana firman-Nya :

فَلَوۡلَآ أُلۡقِيَ عَلَيۡهِ أَسۡوِرَةٞ مِّن ذَهَبٍ أَوۡ جَآءَ مَعَهُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ مُقۡتَرِنِينَ

Artinya:

Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.” (QS. Az-Zukhruf :53)

Apa yang dikampanyekan Fir’aun sangat lekat aspek duniawinya. Pada saat yang sama datang Nabi Musa yang mengajak Fir’aun untuk menyadarkan bahwa cara pandang terhadap dunia sangat membahayakan. Al-Qur’an menarasikan bahwa apa yang disampaikan Nabi Musa ingin melahirkan generasi emas sekaligus menghindarkan lahirnya generasi gelang emas. Generasi emas merupakan generasi yang hidupnya diinspirasi oleh nilai-nilai akherat dengan menyertakan peran Allah sebagai pembimbing untuk kesuksesan di dunia dan akherat.

Generasi gelang emas hanya akan melahirkan generasi yang hedonis yang mengorientasikan hidupnya untuk memperkaya diri. Ketika kekayaan sudah diraih, maka yang muncul dan tersebar adalah pelampiasan hidup dengan berfoya-foya dan menimkati kekayaan. Disinilah awal tersebarnya kemaksiatan.

Para pelaku kejahatan dan perusak tatanan pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkelimpahan harta. Al-Qur’an menggambarkan bagaimana Upaya-upaya sistematis yang dilakukan Fir’aun untuk mempengaruhi rakyatnya dengan hidup berorientasi dunia. Hal itu digambarkan oleh Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُ ۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ

Artinya:

Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya, mereka adalah kaum yang fasik. (QS. Az-Zukhruf : 54)

Apa yang diceritakan Al-Qur’an merupakan personifikasi terhadap Fir’aun yang mengorientasikan hidupnya untuk mengumpulkan kekayaan dan menikmati hidup sepuas-puasnya. Ketika hidupnya sudah bertumpuk harta dan kekuasaan tersentral, maka muncul berperilaku buruk dan tersebarlah kemaksiatan. Masyarakat dibelah dan diadu domba, pembunuhan lelaki, penghalalan sihir, hidup mewah para pemuka atau tokoh.

Di puncak kejahatan itu, Allah mengirim Nabi Musa untuk memperingatkan Fir’aun untuk menormalkan hidupnya. Alih-alih sadar, Fir’aun justru berencana melenyapkan Nabi Musa dan pengikutnya. Namun Allah memiliki rencana lain dengan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya serta menguburkan para generasi yang berorientasi gelang emas.

Surabaya, 10 Pebruari 2025

Loading