Column UINSA

SISTEM PENJAMINAN MUTU PUASA (SPMP)

Oleh: Ahmad Fauzi, M.Pd.

Dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya.

***

Seminggu yang lalu, pada saat pelatihan Audit Mutu Internal (AMI) tahap 2 pertanyaan yang menarik muncul saat ngopi bareng dengan pengiat penjaminan di PTKIS Kopertais IV Surabaya. Kalau Perguruan Tinggi sebagaimana dalam SN DIKTI ada Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Eksternal (SPME). Lantas bagaimana dengan Puasa?? hehehe….

Saya terdiam, lalu saya jawab, “Mau dijawab serius atau di jawab agak serius?” hehe….

Jawabannya saya temukan ketika mendengarkan khutbah di masjid kampus UIN Sunan Ampel Surabaya. Kala itu, yang menjadi Khotib & Imam Shalat Jum’at di Masjid Kampus Ahmad Yani adalah Bapak Dr. H. Abdul Hakim, MEI. Tema yang disampaikan mengenai “Fadhilah Ramadhan sebagai Solusi Masyarakat Modern.”

  1. Shaumul Ummum atau puasanya orang awam. Ciri-ciri puasa ini, yakni seseorang yang berpuasa hanya sebatas menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat.
  2. Shaumul Khushus, atau puasanya orang-orang spesial. Ciri-ciri puasa ini, adalah seseorang yang berpuasa selain menahan perut dan kemaluan, juga menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Termasuk mulutnya pun terjaga dari perbuatan menggunjing, bergosip, apalagi memfitnah.
  3. Shaumul Khushusil Khushus atau puasanya orang-orang yang istimewa. Ciri-ciri puasa ini adalah seseorang yang berpuasa pada tingkatan ini selain menahan diri dari maksiat, tetapi juga menjaga hatinya agar tidak ragu kepada akhirat, menahan pikirannya dari masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir kepada selain Allah.

Uraian tersebut sangat membantu saya dalam menjawab pertanyaan tentang penjaminan mutu puasa. Setidaknya dapat kita renungkan dalam konteks penjaminan mutu sejatinya ada sistem penjaminan mutu internal (SPMI).

Lantas siapa yang menjamin? Yang menjamin adalah kita sendiri. Terserah kita mau menggunakan standar yang mana dari level di atas.

Jika berada pada puasa level ketiga adalah puasanya para Nabi, Shiddiqin, dan Muqarrabin. Sedangkan level kedua adalah puasanya orang-orang sholeh. Kalau level satu kita hanya gugur kewajiban.

Karena sejatinya SPMI kita yang menyusun dengan mengacu pada standar minimal dari memenuhi menuju melampaui standar. Lantas bagaimana dalam konteks dengan Standar Penjaminan Mutu Eksternal (SPME)? Sebagaimana hadis Qudsi, “Puasa hanyalah untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan memberikan ganjaran padanya.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah.

Ala kulli hal, ini menunjukkan bahwa ibadah istimewa adalah ibadah puasa. Karena akan mendapat pahala dan ganjaran langsung dari Allah. Hal ini juga disebutkan Alquran bagi orang yang berpuasa dengan standar yang ditentukan akan mendapatkan laallakum tattaqun ikhtitam, sejatinya puasa kita perlu menerapkan prinsip dalam Continuous Quality Improvement (CQI) atau perbaikan mutu berkesinambungan atas kualitas iman, Islam kita secara menyeluruh. Agar kita bisa mengembalikan nilai-nilai sejati manusia dan dapat kembali kepada fitrahnya dengan mengedepankan “Humanisme Transendental.”

Wallahu a’lam bishawab.