Berita

UIN Sunan Ampel Surabaya

Monday, 22 August 2022

SEKOLAH PUBLIKASI DAN SENSITISASI GENDER; MENUJU KAMPUS PRODUKTIF AKADEMIK DAN RESPONSIF GENDER

UINSA Newsroom, Senin (22/08/2022); Dalam rangka meningkatkan kompetensi pemahaman publikasi dan sensitisasi gender pada program studi, UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menggelar ‘Sekolah Publikasi dan Sensitisasi Gender’ di Hall Lt. 5 Gedung GreenSA Inn Sidoarjo, pada Senin, 22 Agustus 2022. Kegiatan ini digawangi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UINSA Surabaya.

Kegiatan ini dihadiri jajaran pimpinan universitas; Dekan dan Wakil Dekan; Direktur dan Wakil Direktur; Ketua dan Sekretaris SPI; Ketua, Sekretaris, dan Kepala Pusat pada lembaga; Kepala Pusat/Unit; Kajur/Sekjur; Kaprodi/Sekprodi; Kalab; Koord/Sub Koord; JFU pada LPPM; serta Dharma Wanita Persatuan pada UINSASurabaya.

Hadir sekaligus mengisi paparan dalam kesempatan ini Ketua LPPM, Dr. phil. Khoirun Niam; Sekretaris LPPM, Aris Fanani, M.Kom.; Kepala Pusat Studi Gender dan Anak, Dr. Lilik Huriyah, M.Pd.I.; Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan, Dr. Chabib Musthofa, S.Sos.I, M.Si.; Admin Sinta; Kepala Perpustakaan, Prof. Dr. Hj. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag.; serta Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Agus Afandi, M.Fil.I.

Dr. phil. Khoirun Niam dalam sambutan pembuka menyampaikan, bahwa kegiatan ini merupakan tahap pertama dan mengundang 151 peserta. Tahap kedua diagendakan pada Jumat, 26 Agustus 2022 dengan jumlah 130 peserta. Kegiatan ini, menurut Dr. Niam, diinisiasi Rektor UINSA Surabaya dalam rangka meningkatkan produktifitas publikasi serta realisasi kampus responsif gender.

Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama dalam pengarahannya menyampaikan, bahwa skema publikasi kedepan harus mulai dikembangkan secara kolektif kolaboratif. “Jadi, saya kira kedepan kita mulai harus berpikir kepentingan lembaga ini,” ujar Prof. Inung, panggilan akrabnya.

Terkait Sensitisasi Gender, lanjut Prof. Inung, UINSA Surabaya ingin memastikan bahwa siapapun yang berada di dalam kampus merasa aman dan nyaman dari kemungkinan menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual. “Kedepan, PSGA tidak boleh hanya mengurusi berapa jumlah penelitian tentang Gender. Kalau hanya seperti itu gak perlu ada PSGA karena pasti ada judul tentang Gender,” tegas Prof. Inung.

PSGA kedepan, menurut Prof. Inung, akan diarahkan untuk menjadi leading sector aktif dari seluruh proses pencegahan kemungkinan tindakan kekerasan seksual di kampus. Oleh karena itu, Satgas tentang Pencegahan Kekerasan Seksual harus dan wajib Ex Officio diketuai PSGA. Struktur keorganisasian pun, ditegaskan Prof. Inung, tidak boleh bluffing tapi struktur yang fungsional.

“Kalau ada korban kekerasan seksual itu mau melapor harus ada bidang yang memang bisa didatangi, kepada siapa? Kalau memerlukan konseling psikologis itu ada bidang yang memang menangani itu. Kalau ada pendampingan hukum, ada bidang yang menangani itu. Dan itu harus menjangkau ke semua fakultas,” ujar Prof. Inung mengarahkan.

Lebih lanjut disampaikan Prof. Inung, bahwa perlu ada mitigasi untuk berbagai problem yang ada. Gurauan-gurauan ‘cabul’ di ruang akademis pun perlu disikapi dengan serius menurut Prof. Inung. Karena bisa jadi, ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman tapi itu dianggap biasa. “Itu bukan tidak apa-apa, itu masalah. Tidak boleh ada orang yang merasa tidak nyaman hanya karena urusan gender dan seksualitas di kampus ini. Itu harus kita pastikan,” jelas Prof. Inung.

“Sekali lagi, sekolah sensitisasi gender itu pada akhirnya harus mengarah kepada satu langkah yang kongkrit bahwa kita akan melakukan pencegahan dan memastikan bahwa jika ada korban, korban itu tertangani dengan baik dan tidak ada satupun orang yang kemudian mengatakan itu bukan tanggung jawab kami,” imbuh Prof. Inung.

Usai sambutan, Prof. Inung secara langsung juga memimpin pembacaan Deklarasi Kampus Responsif Gender UIN Sunan Ampel Surabaya diikuti segenap peserta yang hadir. Dilanjutkan dengan Penandatanganan Pakta Integritas antara Pimpinan Fakultas/Pascasarjana/Unit dengan Rektor mewujudkan Kampus Responsif Gender. (Nur/Humas)