@adminuinsa
Thursday, 3 March 2022
UINSA Newsroom, Rabu (2/3/2022); Ditemui diantara keseharian mengungsi, Petani Semeru yakin dapat bertani kembali. Keyakinan ini disampaikan saat relawan UINSA Surabaya mengantarkan bantuan peralatan pertanian setelah hasil asesmen bersama relawan lokal Lumajang. Meski situasi pasca bencana belum normal sepenuhnya, petani mengaku telah mulai mengolah tanah untuk dasaran musim tanam baru. Rata-rata, tantangan langsung bagi petani penyintas yang hendak memulai bertani adalah normalisasi dasaran lahan, modal awal pembibitan, pemupukan, dan pengobatan. Seperti keterangan dua petani dari Dusun Sumbersari RT.11, Desa Supiturang Kecamatan Pronojiwo.
Setelah sebelumnya aksi relawan UINSA Peduli Semeru I dan II terjun di Kecamatan Candipuro, penerjunan chapter III ini dilokasikan di Kecamatan Pronojiwo. Berbeda dengan I dan II yang berkosentrasi pada aksi tanggap darurat, chapter III ini fokus pada pemulihan sosial ekonomi (community recovery). Dua kecamatan ini sendiri hingga kini masih belum terkoneksi setelah jalan utama mengalami patahan akibat terjangan lahar. Bagi kendaraan roda empat, baru bisa memanfaatkan jalur sementara bekas Tanggul Curahkobokan, ini pun sangat dibatasi dengan pantauan ketat.
Pada Rabu malam 2 Maret 2022 ini misalnya, bersama Posko Lokal Oro-Oro Ombo, relawan UINSA membantu evakuasi mobil yang terjebak di tengah jalur di saat air naik.
Menurut Bayu dan Faiz, Koordinator Relawan Lokal Oro-Oro Ombo, fasilitasi terhadap kebutuhan normalisasi profesi komunitas penyintas seperti pertanian, peternakan, dan lainnya menjadi opsi paling bijak yang dapat dilakukan untuk pemulihan. Di saat proses pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) oleh otoritas, penyintas sedang dalam posisi menunggu di posko pengungsian, pengungsian di luar posko (rumah sanak-saudara), maupun di rumah-rumah kontrakan. “Di saat masa-masa tunggu ini, perlu ada pendampingan moral sekaligus material kepada penyintas agar bangkit kembali ke aktivitas profesionalnya seperti sedia kala,” tegas Bayu.
Tim Relawan UINSA mendukung sepenuhnya pemikiran ini dan bergabung dengan sumber daya lokal untuk saling menguatkan. Sumber daya yang ada dari relawan UINSA akan dialokasikan untuk kepentingan fasilitasi ini. Sebagian petani sudah mulai menyemai benih pada lahan, baik lahan milik sendiri maupun sewa. Karena kebutuhan pembenihan kebanyakan sudah dipenuhi mandiri, maka konsentrasi akan dicondongkan ke bantuan peralatan, pendampingan pupuk, serta obat-obatan.
“Pendampingan ini bersifat kolaboratif, artinya bahwa bantuan dari berbagai sumber akan dikerjasamakan agar bisa dipikul bersama-sama. Sedangkan kebutuhan informasi dan asesmen yang akurat agar tepat sasaran sudah disiapkan oleh relawan lokal,” jelas Chanif, Qomar, dan Adit, para pendamping UINSA dari unsur Tenaga Kependidikan.
Optimisme petani penyintas ini menjadi kabar bahagia bagi banyak pihak. Termasuk bagi UINSA yang berkepentingan dengan tugas Tridharma. Selain membahagiakan, optimisme ini juga menjadi energi tambahan bagi kajian internal UINSA tentang komunitas terdampak bencana. UINSA yang rutin setiap tahun menerjunkan mahasiswa KKN di tengah masyarakat Candipuro dan Pronojiwo, akan menambah rekognisi khusus mengenai kebencanaan ini sebagai kompetensi tambahan bagi civitas akademika. “Di masa mendatang, ada harapan besar agar misi Tridharma UINSA dapat sinergi dengan kepentingan penguatan masyarakat agar semakin siap mengelola bencana,” tambah Helmi, Pembina Relawan. []