FISIP UINSA menyelenggarakan kuliah umum (public lecture) dengan tema “Indonesia-Japan Relations in the Digital Era: Prospects for Economic, Cultural and Education Cooperation” pada Rabu, 5 Februari 2025 di Auditorium lantai 5 FISIP pada pukul 09:00-12:00 WIB. Kuliah umum tersebut dibuka oleh Rektor UINSA, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D., dan mengundang Konjen Jepang di Surabaya, Mr. Takeyama Kenichi, serta Dosen Ilmu Kejepangan Unair, Dwi Anggoro Hadiutomo, Ph.D. Sesi presentasi dan tanya-jawab dipandu oleh Sekprodi Ilmu Politik UINSA, Ajeng Widya Prakasita, M.A.
Pada sesi presentasi pertama, Konjen Jepang di Surabaya, Mr. Takeyama Kenichi bercerita bahwa beliau sudah bertugas 4 tahun di Indonesia. Dalam hal digitalisasi, Indonesia lebih pesat dibandingkan Jepang. Misalnya, di masa pandemi Covid-19, Indonesia mengeluarkan aplikasi Peduli Lindungi walaupun masih dalam uji coba. Selain itu, penggunaan E-Money sudah umum di Indonesia, sehingga tidak perlu membawa uang tunai saat bepergian di Surabaya. Di sisi lain, digitalisasi di Jepang kurang berkembang karena produsen enggan mengeluarkan aplikasi yang setengah jadi, supaya tidak dikritik oleh masyarakat. Sehingga, saat ini orang Jepang lebih suka menggunakan uang tunai.
Masyarakat Jepang bekerja mengejar kesempurnaan, sehingga tidak mengeluarkan kebijakan yang belum mempertimbangkan dampaknya 10 tahun kedepan, dan evaluasinya 20 tahun kedepan. Orang Jepang juga terbiasa melakukan pekerjaan secara terencana jauh sebelumnya, sehingga tidak siap dengan kegiatan baru yang mendadak. Produk-produk Jepang juga dipastikan high quality, bukan setengah jadi. Sehingga, industri Jepang lebih bisa memproduksi produk yang telah memiliki standar kualitas, dan kurang berinovasi dalam menciptakan produk baru yang belum teruji. Hal ini berbeda dengan industri Eropa.
Kerja sama Indonesia dan Jepang di bidang ekonomi dan pembangunan sudah berlangsung lama. Sebagai contoh, Jepang memberikan official development assistance (ODA) untuk membantu proyek pembangunan Bendungan Karangkates dan irigasi daerah aliran Sungai Brantas. Jepang memiliki teknologi, tapi kekurangan tenaga kerja dan sumber daya alam. Di sisi lain, Indonesia memiliki bonus demografi dan sumber daya alam melimpah. Berhubung Jepang menghadapi masalah populasi yang semakin tua, maka terbuka kesempatan bagi orang Indonesia jika ingin bekerja di Jepang, bahkan mengajak keluarga.
Berikutnya, Bapak Dwi Anggoro Hadiutomo, Ph.D. mempresentasikan bahwa di Indonesia, digitalisasi layanan semakin marak, misalnya big data dalam sektor kepegawaian, keuangan dan kesehatan. Lebih dari itu, Indonesia mengembangkan digital talent scholarship, agar generasi muda dilatih keterampilan yang akan dimanfaatkan berhubungan dengan dunia industri. Digitalisasi buku dan naskah juga mempermudah perkuliahan. Di tengah kemajuan digitalisasi, terdapat nilai-nilai Jepang yang perlu mendapatkan perhatian. Misalnya, tradisi mengirim kartu ucapan hari raya, yang ditulis tangan. Selain itu, budaya menghargai waktu dan lawan bicara sangat penting.
Dalam sesi tanya-jawab, peserta kuliah umum berdiskusi terkait kesempatan magang dan studi lanjut di Jepang. Mr. Takeyama berpesan agar mencari mitra universitas maupun perusahaan yang kredibel untuk magang dan pertukaran pelajar, sehingga memastikan kegiatan mahasiswa berjalan dengan lancar di Jepang. Sedangkan untuk studi lanjut, dibutuhkan rekomendasi dari akademisi alumni Jepang kepada calon penerima beasiswa kuliah di Jepang. Di akhir kegiatan, Dekan FISIP UINSA, Prof. Dr. H. Abd. Chalik, M.Ag. menyerahkan sertifikat dan cindera mata kepada kedua narasumber (NLH).