Berita

Surabaya, 31 Juli 2024 – Di tengah maraknya perdebatan tentang standarisasi produk halal global, seorang dosen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial (FISIP) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menghadirkan perspektif baru yang menarik. Moh. Fathoni Hakim, M.Si., dalam Dissertation Series ke-3 yang digelar FISIP UINSA pada Rabu pagi (31/7/2024), membedah kompleksitas di balik upaya penyeragaman standar halal internasional, khususnya di kawasan negara muslim anggota OIC (Organization of Islamic Cooperation).

“Bayangkan sebuah dunia di mana definisi ‘halal’ berbeda di setiap negara Muslim. Inilah realitas yang kita hadapi saat ini,” ujar Pak Fathoni, membuka presentasinya yang berjudul “Difusi Norma Halal Global SMIIC (The Standards and Metrology Institute for Islamic Countries) bagi Indonesia dan Malaysia.” Dalam materi presentasi yang merupakan bagian dari studi doktoral beliau di Universitas Airlangga ini, Pak Fathoni menekankan bahwa penelitiannya bukan tentang memperdebatkan konsep halal yang sudah jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah. “Fokus utama penelitian ini adalah mengembangkan konsep difusi norma Amitav Acharya dalam konteks standarisasi halal global,” jelas beliau.

Menggunakan kacamata konstruktivisme dan teori lokalisasi, Pak Fathoni mengungkap pertarungan kepentingan di balik standarisasi halal global yang digagas SMIIC. “Ada permainan ekonomi politik yang kompleks di sini. Beberapa negara non-Muslim bahkan lebih agresif memanfaatkan peluang pasar halal dibanding negara-negara Muslim sendiri,” jelas beliau.

Dalam Dissertation Series kali ini, dua akademisi terkemuka FISIP UINSA bertindak sebagai reviewer: Prof. Dr. Isa Anshori, Drs., M.Si. dan Wahidah Zein Br Siregar, Dra., MA., Ph.D. Keduanya memberikan umpan balik yang konstruktif, berhasil menghidupkan forum akademik ini. Prof. Isa, misalnya, menantang Pak Fathoni untuk menggali lebih dalam aspek teoretis penelitiannya, dengan menekankan pentingnya kebaruan teori yang menurutnya belum terlihat jelas. “Anda harus mengungkap sisi baru dari teori yang belum pernah disentuh sebelumnya,” tegas beliau. Sementara itu, Dr. Wahidah Zein mempertajam diskusi dengan mempertanyakan perbedaan mendasar antara standar SMIIC, Indonesia, dan Malaysia, mendorong analisis komparatif yang lebih mendalam.

Menanggapi komentar Prof. Isa, Pak Fathoni mengungkapkan bahwa penelitiannya bertujuan untuk mengisi kekosongan dalam literatur difusi norma. “Selama ini, konsep difusi norma banyak diaplikasikan pada isu-isu seperti haj asasi manusia (HAM), Responsibility to Protect (R2P), pangan, dan lingkungan. Belum ada yang mengkaji difusi norma dalam konteks standarisasi halal global,” ujar beliau.

Nur Luthfi Hidayatullah, S.IP., M.Hub.Int., moderator acara, berhasil memandu diskusi yang interaktif. “Penelitian ini membuka mata kita tentang kompleksitas di balik label halal yang kita temui sehari-hari,” komentarnya.

Dissertation Series ini bukan sekadar forum akademik. Ini adalah bukti nyata komitmen FISIP UINSA dalam mendorong inovasi penelitian dan memperkuat relevansinya dalam isu-isu global yang tengah berkembang. “Kami ingin dosen-dosen kami tidak hanya menyelesaikan studi, tapi juga menghasilkan penelitian yang high impact,” ujar Dekan FISIP UINSA, Prof. Dr. H. Abd. Chalik, M.Ag.

Dengan mengangkat isu yang relevan namun jarang dibahas, Dissertation Series kali ini tidak hanya memperkaya wawasan akademis, tapi juga membuka diskusi penting tentang peran Indonesia dalam standarisasi produk halal global. Ke depan, hasil penelitian ini berpotensi memengaruhi kebijakan nasional dan internasional terkait sertifikasi halal. (WD)