Lebih dari 100 mahasiswa hadiri Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG) 2023 Goes to Campus Volume 1. Acara ini diselenggarakan di Aula Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB. Acara ini diinisiasi oleh GUSDURian Surabaya yang melibatkan beberapa elemen organisasi mahasiswa di Surabaya.
Adapun beberapa elemen yang berkolaborasi untuk mensukseskan acara ini adalah Himpunan Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama (HMP SAA) UINSA, Roemah Bhinneka Surabaya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UINSA, Pemuda Katolik Komisariat Cabang (PK Komcab) Surabaya, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Surabaya serta Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar NU dan Ikatan Pelajar Putri NU (PKPT IPNU-IPPNU) UINSA.
“Di volume kedua nanti Insya Allah teman-teman Buddhis serta yang lainnya akan ikut meramaikan kolaborasi ini,” ujar Siti Sumriyah selaku Koordinator GUSDURian Surabaya. Sumriyah menjelaskan bahwa GUSDURian Surabaya untuk tahun ini memang mengedepankan kolaborasi dengan berbagai elemen generasi muda, khususnya mahasiswa dalam upaya mengkampanyekan perdamaian dalam keragaman. Perempuan ini lantas menjelaskan bahwa KPG 2023 akan dilakukan sebanyak empat kali di beberapa kampus di Surabaya.
Sumriyah juga menjelaskan bahwa “Goes to Campus” adalah konsep baru. Konsep ini sendiri berangkat dari keresahan para anggotanya. Salah satunya adalah keresahan setelah mereka membaca laporan SETARA Institute for Democracy and Peace yang terbit tahun ini. Laporan itu mengungkapkan bahwa sejak tahun 2015, ternyata kondisi toleransi di Indonesia masih stagnan dan belum mencapai nilai yang signifikan. Ia lalu menjelaskan bahwa dengan menggandeng dan memberi peran lebih kepada generasi muda dalam kampanye perdamaian menjadi salah satu upaya yang dipilih untuk membangun kesadaran bersama akan isu toleransi ini.
“Selama ini, kita merasa bahwa kondisi keberagaman kita sudah baik-baik saja dan menepikan isu-isu toleransi. Tapi temuan di lapangan berbeda, jadi kita sebagai generasi muda harus bergerak,” tambah Sumriyah. Ia lalu menjelaskan bahwa tidak ada konflik bukan berarti tindakan preventif tidak penting. Justru kampanye-kampanye perdamaian semacam ini harus terus dilakukan.
Setuju dengan hal ini, Alif Muttaqin selaku Ketua HMP SAA mengatakan bahwa acara semacam ini penting untuk membangun kesadaran bersama. Mahasiswa SAA semester empat itu juga menekankan pentingnya kolaborasi antar elemen semacam ini. Baginya, dengan melakukan kolaborasi maka acara ini tidak sekedar berbicara tentang pentingnya kebersamaan. Namun juga mencontohkan secara langsung bahwa perbedaan bukan halangan untuk bergerak bersama. Alif juga berharap agar lebih banyak lagi aksi kolaborasi yang akan hadir kedepannya.
Dedik Setiawan selaku anggota Roemah Bhinneka Surabaya juga berpendapat bahwa aksi-aksi lanjutan setelah kolaborasi harus terus dibangun. Terlebih di dalam komunikasi serta terus menghidupkan budaya diskursus agar terjadi pertukaran ide antar elemen-elemen mahasiswa yang berbeda. “Yang penting itu follow upnya, apa yang bisa kta lakukan setelah ini,” tambahnya.
Acara ini sendiri berbentuk talkshow dengan menghadirkan tiga pemateri untuk membahas terkait biografi intelektual Gus Dur. Adapun para pembicara itu adalah Ali Mursyid Azisi yang adalah Anggota Asosiasi Penulis-Peneliti Islam Nusantara se-Indonesia. Ada pula A. Hakim Jayli, Founder dan CEO TV9 Nusantara. Lalu yang terakhir adalah Haidar Adam, Lecturer at Constitusional Law Airlangga University. (Reporter: Muhammad Habib Muzaki -Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya)