Column
Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ

“Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada masyarakat yang buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al Jumu’ah [62]: 2)

Pada ayat sebelumnya (QS. Al Jumu’ah ayat 1) disebutkan sifat-sifat Allah Yang Maha Suci, Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Sebagai kelanjutan, QS. Al Jumu’ah ayat 2 ini menjelaskan, Allah SWT dengan sifat-sifat yang mulia itulah yang mengutus Nabi SAW dengan tugas-tugas yang berat di tengah masyarakat yang buta huruf dan tidak beradab.

Pada ayat ini disebutkan, Nabi SAW dan umatnya sama-sama ummi (buta huruf). Kata ummi berasal dari kata um yang artinya ibu. Orang yang ummi berarti orang yang tidak bisa membaca dan menulis, seperti bayi yang baru dilarikan ibunya, atau orang yang tidak bisa membaca dan menulis seperti ibunya yang buta huruf sebagaimana ibu-ibu lainnya yang buta huruf. Kata ummi juga bisa berasal dari kata ummah yang artinya masyarakat. Orang yang ummi artinya tidak bisa membaca dan menulis seperti masyarakat pada umumnya saat itu.

Nabi SAW ditakdirkan ummi oleh Allah SWT, tapi ia bukan bodoh. Kecerdasannya (fathanah) diakui semua ahli sejarah. Salah satu bukti kecerdasannya adalah menghafal dan memahami ayat-ayat yang diterima dari Allah melalui Jibril. Sebanyak 6.236 ayat yang diterima itu tidak berurutan dalam rentang waktu 23 tahun bisa diingat oleh Nabi SAW secara berurutan sebagaimana sekarang tertulis dalam Al Qur’an sekarang ini. Tidak sedikit orang yang bisa membaca dan menulis, tapi pelupa dan tidak cerdas. Nabi SAW yang ditakdirkan ummi oleh Allah ini dimaksudkan untuk menghindari tuduhan orang kafir bahwa Al Qur’an adalah ide dan tulisan Nabi SAW sendiri, bukan dari Allah SWT.

Dalam ayat ini terdapat kata fil ummiyyin yang artinya “di dalam masyarakat yang buta huruf.” Inilah ajaran kepemimpinan, bahwa seorang pemimpin tidak dibenarkan mengambil jarak dengan masyarakatnya. Ia harus berada di tengah mereka menyatu dan akrab, sehingga ia bisa merasakan denyut jantung kehidupan mereka. Nabi SAW dan semua nabi lainnya memperlakukan masyarakat yang dipimpinnya bagaikan saudara kandung (akhuhum), bukan sebagai bawahan.

Ujung ayat ini berbunyi, min qablu lafi dhalalin mubin yang artinya mereka nyata-nyata sesat sebelum datangnya Nabi. Hal ini menunjukkan, tugas Nabi SAW amatlah berat berhadapan dengan masyarakat yang tidak hanya buta huruf, namun juga bodoh dan tak beradab. Mereka menyembah batu, hewan, bahkan makanan. Batu yang disembah suatu hari, dijadikan tungku untuk memasak pada hari lainnya. Demikian juga makanan yang dikonsumsi setelah disembahnya. Hampir setiap hari terjadi pembunuhan sesamanya, bahkan tanpa beban membunuh anaknya sendiri. Dalam 23 tahun, masyarakat yang ummi, bodoh, dan sesat itu berhasil dirubah Nabi SAW menjadi masyarakat yang cerdas dan beradab. Inilah ajaran kepemimpinan yang kedua, bahwa tugas seberat apa pun jika dikerjakan dengan kasih sayang dan sungguh-sungguh akan menghasilkan perubahan yang dahsyat. Orang bijak berkata,

اَلْمُسْتَحِيلُ صَخْرَةٌ صَلْبَةٌ، تَتَكَسَّرُ تَحْتَ ضرَبَاتِ الْعَزِيْمَةِ

“Suatu yang mustahil itu batu raksasa yang keras. Ia pecah dengan usaha penuh semangat”

QS. Al Jum’ah ayat 2 ini merupakan jawaban atas doa Nabi Ibrahim a.s. Setelah selesai membangun ka’bah, ia memohon agar Allah SWT mengutus seorang nabi untuk membimbing manusia,“Wahai Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Baqarah [2]: 129)

Berdasar ayat-ayat di atas, ada tiga tugas Nabi SAW. Pertama: Tilawah, yaitu membacakan wahyu Allah SWT yaitu Al Qur’an atau dasar-dasar Islam kepada manusia. Tugas tilawah ini hanya bersifat kognitif berupa pengetahuan dasar Islam, tidak mendalam. Kedua: Tazkiyah, yaitu membersihkan manusia dari pikiran, isi hati dan tindakan yang tidak benar, khususnya tentang keimanan dan akhlak. Manusia harus dibersihkan dari hal-hal yang mengotori dan merusak tauhid, misalnya mempercayai adanya Tuhan selain Allah, atau mensifati Allah secara negatif atau bertentangan dengan kebesaran dan kesucian Allah. Manusia juga dijauhkan dari pikiran dan prilaku tercela, misalnya iri, dengki, dendam, berprasangka buruk, congkak, gila hormat dan pujian, melukai hati dan fisik orang, dan melakukan tindakan tercela lainnya (al akhlaqul madzmumah). Nabi SAW bersabda,“Aku hanya diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia” (HR. Al Baihaqi dari Abu Hurairah, r.a).

Ketiga: Ta’lim, yaitu mengajarkan ayat Allah dan hadis secara luas dan mendalam, bahkan sampai tentang rahasia di balik semua syari’at agama. Dengan ta’lim, manusia diharapkan memiliki potensi yang maskimal sebagai penguasa bumi (khalifah fil ardhi), berakhlak mulia, berwawasan yang luas dan terampil untuk mengungkap rahasia alam semesta dan memanfaatkannya untuk kesejehteraan manusia.

Kita harus menjadi penerus tiga tugas Nabi SAW di atas. Jika tidak, maka putuslah generasi muslim berikutnya, bagaikan putusnya gerbong kereta api dari lokomotifnya. Jika kita tidak bisa melakukan tiga tugas tersebut secara langsung karena berbagai keterbatasan, kita bisa memanfaatkan orang lain atau memberinya semangat untuk melakukannya. Belajarlah dari bulan. Ia tidak memiliki cahaya, tapi bisa menyinari bumi dengan memanfaatkan sinar matahari. Jika kita tidak memiliki keterampilan dan keilmuan mengajarkan Al Qur’an, misalnya, kita bisa memberi semangat atau dana kepada orang lain yang kompeten untuk melakukannya. Jika kita tidak memiliki dana untuk membangun lembaga pendidikan, kita bisa membangunnya dengan mengajak hartawan untuk membangunnya.